17. Keputusan yang Tepat

98 29 0
                                    

Bila ada typo, tolong tandai.
HAPPY READING!

- Illa Wardoyo -


Tadi selepas salat Magrib, Danu meminta semua anggota keluarganya untuk berkumpul di ruang rawatnya. Karena ada hal yang katanya penting yang ingin Danu sampaikan. Hal yang tidak diketahui semua orang, dan hanya Danu yang tahu.

Mereka semua duduk melingkar, beralaskan tikar. Hening karena belum ada yang membuka suara. Bunyi jarum jam terdengar begitu keras di dalam ruang rawat Danu.

"Paklik mau bagi-bagi uang, ya?" Tiba-tiba Fahri menceletuk sambil memasang raut wajah penuh harap.

Suasana yang tadinya sedikit serius, kini menjadi ramai karena pertanyaan dari Fahri. Danu dan juga Ratih menahan tawanya. Justru Karina yang duduk tepat di sebelah Fahri membelalakkan mata dan ternganga. Kenapa belakangan ini Fahri menjadi sedikit gila? batin Karina bertanya-tanya, juga sedikit was-was.

Danu mengeluarkan cengirannya. "Memangnya uang dari Abahmu itu masih kurang?" tanyanya. Lantas anggukan pun ia dapatkan.

Di sisi lain, Gahari dan Lita menepuk jidatnya masing-masing. Memang anak mereka ini tidak bisa ditebak tingkahnya. Terkadang normal, namun terkadang juga sedikit gila. "Bukan anakku." Lita berbisik pada Gahari yang menahan malu.

"Bukan anakku juga," balas Gahari.

"Lalu, Fahri itu anak siapa?" Karina yang tidak sengaja mendengar ucapan orang tua Fahri itu, lantas bertanya. Senang sekali ia ketika ikut bercanda bersama para orang tua.

Gahari tersenyum penuh arti ketika di benaknya terlintas suatu ide untuk mengerjai putra semata wayangnya itu. Sedetik kemudian ia memulai rencananya. Diubah raut wajahnya menjadi sedih, juga tatapannya yang menyendu.

Gahari mendekat pada Fahri. Lantas merangkul bahu lebar sang anak. "Fahri, mungkin ini saatnya kamu mengetahui suatu hal," ucap Gahari lirih.

Fahri menatap malas pada Gahari yang tengah bersandiwara. Dirinya ini sudah hafal betul apa yang akan Gahari lakukan dan katakan setelahnya.

"Sebenarnya, kamu ini bukan anak kandung Abah dan Bui," Fahri yang berucap begitu. Membuat semua orang menggaruk-garuk kepala, terkecuali Lita. "Begitu, kan, Bah? Sudahlah, Abah itu kalau mau mengerjai Fahri mbok, ya, jangan itu-itu saja. Bosan Fahri ini dengarnya," lanjut Fahri dengan bersedekap dada.

Gahari mematung mendengarnya. Benar kata Fahri, ia selalu mengerjai Fahri dengan hal yang sama. Dan sialnya, ia baru menyadarinya sekarang. Tapi, "Tapi dulu kamu menangis saat-" ucapan Gahari terpotong karena Fahri.

"Itu agar Abah senang." Fahri menyela. Membuat semua orang menertawakan Gahari yang tertunduk malu, menutup wajahnya dengan tangannya sendiri.

"Ha-ha-ha! Tahu rasa kamu, Gahari! Memang enak ditertawakan semua orang?" Danu terlihat puas mengejek Gahari. Juga dengan entengnya memanggil-manggil Gahari tanpa embel-embel "Mas". Padahal Danu itu lebih muda dari Gahari.

Gahari lantas berdecak, sudah terlanjur kesal. Niatnya ingin mengerjai sang putra, malah berakhir dirinya yang dipermalukan oleh putranya sendiri.

"Sudah-sudah! Kita jadi melupakan alasan kita berkumpul di sini gara-gara Fahri!"

Fahri membelalakkan matanya ketika Lita berkata bahwa dirinyalah yang menjadi alasan utama mereka berkumpul sekarang.

Peluk Aku, ya, Pak?Where stories live. Discover now