Bab 17. Menghindari Rumor

894 43 1
                                    

"Dokter Elvis Dalton menunda kedatangannya?" Glenn memastikan lagi ucapan Eric yang baru saja mengisi telinganya. Bahkan tablet PC di genggaman tangan telah Glenn letakkan ke atas meja kerja dikarenakan berita sedikit tidak menyenangkan itu.

"Beliau akan tiba besok pagi karena kondisi istrinya yang sedang hamil. Kabar ini saya terima langsung dari presiden direktur," jelas Eric yang mendatangkan dengkusan kesal dari Glenn.

"Lalu karena istrinya sedang hamil jadi dia bisa seenaknya mengundur-undur kedatangannya?" Glenn meninggikan suaranya akibat kesal. Dia paling tidak suka pada setiap orang yang tidak bertanggung jawab pada pekerjaan. "Sangat mengherankan! Kenapa dokter tidak profesional seperti itu malah yang dipilih?!" lanjutnya mencibir kesal.

Ingin sekali Glenn menentang keputusan Abraham perihal kerjasama yang sudah dia batalkan. Menurut Glenn alasan Abraham terlalu klise karena di luar sana masih banyak dokter bedah yang lebih unggul dan bisa bertanggung jawab pada pekerjaan.

Sehingga sore hari itu mood Glenn jadi berantakan. Dia memutuskan untuk lebih awal meninggalkan kantor. Pikirannya yang rumit saat itu membutuhkan penyegaran.

Namun anehnya di tengah-tengah benang kusut itu pikiran Glenn terisi oleh sosok Rebecca.

"Apa rincian kerusakan mobilku yang baru sudah keluar?" tanya Glenn sembari beranjak dari duduknya.

"Saya baru menerimanya," Eric menjawab sambil terburu mengikuti langkah Glenn menuju ke luar ruangan.

"Bawa rincian itu dan ikut bersamaku. Kita akan bahas masalah itu dengan wanita sombong itu."

Perintah dadakan itu ditanggapi Eric lewat gerakan cepatnya. Tablet PC yang menyimpan rincian itu beserta barang-barang miliknya di meja kerja telah Eric ambil. Lantas kemudian dia mengejar langkah Glenn yang sudah jauh di depan sana.

Eric sempat menawarkan diri untuk menghubungi Rebecca dan mengatur pertemuan mereka. Sayangnya tawaran itu ditolak oleh Glenn yang ternyata telah lebih dahulu menghubungi wanita cantik itu.

Tetapi keputusan itu mendatangkan kekesalan bagi Glenn. Setiap kali dia menghubungi Rebecca, selalu saja wanita itu tidak langsung merespon. Kesabaran Glenn benar-benar diuji sampai beberapa kali percobaan sambungan berlangsung.

"Hei, kau–"

"Aku sedang bekerja!" suara Rebecca yang berbisik-bisik lembut membungkam cepat mulut Glenn.

Ucapan Rebecca semakin diperkuat oleh suara pria yang terdengar dari sambungan telepon. Dan anehnya hal itu memancing rasa penasaran Glenn tentang yang dilakukan oleh Rebecca.

"Aku ingin bertemu." Cerdiknya Glenn mencari alasan.

"Kau tidak dengar, ya? Aku sedang bekerja."

Entah suatu kebetulan atau memang sudah ditakdirkan, Glenn yang baru saja keluar dari lift melihat keberadaan Rebecca di sekitaran lobby rumah sakit. Sambungan telepon yang terhubung diputuskan sepihak oleh Glenn tanpa ada sepatah kata.

Wanita cantik itu masih belum menyadari keberadaan Glenn yang membidik tajam ke arahnya. Dia masih sibuk berbincang singkat dengan pria di sebelahnya sembari berjalan.

Dan sangat mengherankan Glenn merasa kesal melihat tingkah Rebecca. Berani-beraninya Rebecca mengabaikan dirinya dan menyatakan alasan sedang bekerja. Padahal di depan mata Glenn sedang menangkap basah Rebecca sedang berbincang akrab dengan seorang pria yang cukup tampan.

"Tuan Glenn?!"

Rebecca terkejut mendengar pria di sebelahnya menyapa seseorang yang paling ingin dihindari. Pun secara spontanitas Rebecca melangkah mundur satu langkah ketika benar-benar melihat pria di depan mereka adalah Glenn.

"Senang sekali bisa bertemu dengan Anda."

Ketika pria di depan Rebecca mengulurkan tangan, Glenn terpaksa mengalihkan tatapan tajamnya dari wanita cantik yang merunduk itu.

"Terima kasih. Tapi ... di mana kita pernah bertemu, ya?" tanya Glenn yang samar-samar mencari tahu tentang sosok pria itu saat membalas singkat uluran tangannya.

"Anda memang tidak mengenal saya karena saya hanya dokter spesialis gizi biasa di klinik Nyonya Gina Harper. Tapi saya selalu ke sini dan sering berpapasan dengan Anda ketika mengambil rekam medis pasien yang dirujuk ke klinik Nyonya Gina Harper."

Ah, Glenn akhirnya mengetahui siapa sosok pria yang datang bersama Rebecca. Dia hanyalah dokter gizi sekaligus rekan kerja Rebecca. Jadi memang tidak salah Rebecca beralasan sedang bekerja dan tidak bisa menemui Glenn.

Meski sudah mengetahui latar belakang keberadaan Rebecca, rasa kesal di jiwa Glenn masih belum mau menghilang. Dia masih saja melayangkan tatapan tajam dan menguarkan aura dingin mematikan yang membuat Rebecca maupun rekan kerjanya itu tidak merasa nyaman.

"Bisa bantu aku mengambil rekam medis pasien yang kita bicarakan? Tiba-tiba saja Nyonya Gina meminta aku untuk melakukan hal lain." Rebecca terpaksa mengusir halus rekan kerjanya itu untuk menghindari tatapan tajam dari Glenn.

Beruntung saat itu rekan kerjanya mau bekerjasama. Sehingga setelah ditinggalkan, Rebecca cukup percaya diri beradu tatap tajam dengan pria angkuh di depannya itu.

"Kau mau apa?" to the point-nya Rebecca bertanya.

Glenn memasang sikap acuh lewat pandangannya yang sudah berpaling. "Kita tidak akan bicara di sini. Ada banyak mata yang membuatku tidak nyaman."

"Kalau begitu kita bicara di kantormu," ucap Rebecca dengan mudah.

"Kenapa kau yang mengaturku?"

Sungguh! Emosi dan kesabaran Rebecca selalu diuji setiap kali berhadapan dengan pria angkuh dan menyebalkan itu.

"Baiklah, kau yang tentukan di mana kita harus berbicara," ujar Rebecca yang dipaksa lembut dan tersenyum ramah.

"Kita akan ke hotel."

Rebecca mematung kaku pasca mendengarkan perkataan Glenn yang tidak menerima bantahan itu. Dia merasa tidak bisa pergi ke tempat–di mana jejak bayangan mesum lebih mendominasi. Apalagi dia pergi ke sana bersama Glenn?

"Aku tidak mau!" Rebecca lantang menolak.

"Kau harus mau! Rincian kerusakan mobilku sudah keluar dan aku ingin menagih tanggung jawabmu," desak paksa Glenn yang tidak peduli.

"Kita bisa memilih restoran private seperti kemarin."

Glenn terdiam sejenak lalu melangkah ke hadapan Rebecca untuk sengaja memangkas jarak diantara mereka. "Rumor akan menyebar mengenai wakil presiden direktur sedang dekat dengan seorang wanita. Selama ini aku sangat menjaga kehidupan pribadiku, jadi mari ikut aku ke tempat tertutup di mana orang-orang tidak bisa melihat kita."

***

Jiwa Rowena masih diselimuti kebahagiaan pasca memastikan dirinya mengandung buah cintanya bersama Elvis. Dia masih tidak menyangka pada pikirannya yang menyadari keterlambatan siklus haid di tengah pertengkaran menguras emosi kemarin malam.

Akan tetapi Rowena masih belum puas oleh kebahagiaan itu. Meski dia sudah dibanjiri ucapan selamat dari kedua orangtua, pun batalnya ajakan bercerai kemarin malam ... dia masih belum puas pada Elvis yang masih bersikap dingin.

Secara tidak langsung Elvis tidak menerima keadaan Rowena. Sepanjang pemeriksaan pagi tadi pun Elvis tidak banyak bicara. Pria yang sedang menyusun keperluannya ke dalam koper itu tidak menunjuk sedikitpun ketertarikannya pada kehamilan Rowena.

"Mau aku bantu?" Rowena menawarkan diri.

"Tidak, terima kasih. Aku sudah mau selesai." Suara dingin Elvis yang menolak begitu mengiris hati Rowena.

Wanita itu tidak menyerah untuk menarik perhatian Elvis. Dia berjalan mendekati Elvis yang kemudian memeluk dari arah belakang.

"Rowena, kau mau tahu alasanku masih belum membuka hati padamu?" Elvis bersuara tenang, tetapi perkataan itu mendatangkan kegelisahan pada Rowena.

"Hm, kenapa?" suara lemah Rowena terdengar gemetaran.

"Aku menyukai wanita yang tenang, indah dan tidak berbahaya. Dan itu pada diri Rebecca. Lepas dari kesalahan yang dia lakukan, tapi sifatnya dulu yang membuatku jatuh cinta padanya." Bersamaan dengan pernyataan kejamnya Elvis telah melepaskan tangan Rowena yang gemetaran memeluknya.

After That NightDonde viven las historias. Descúbrelo ahora