Bab 33. Terlalu Terburu-buru

958 46 2
                                    

Satu minggu telah berlalu dari pertengkaran hebat di penthouse, Rebecca masih diselimuti kekesalan tak terbendung pada Glenn yang tak berperasaan.

Telinga Rebecca masih saja terngiang-ngiang perkataan Glenn yang begitu mudah mengatakan pernikahan dan perceraian adalah hal yang biasa di era modern seperti sekarang.

Dan itulah yang menjadi alasan kuat bagi Rebecca mengabaikan Glenn. Wanita cantik yang tinggal bersama Jolie itu tidak menerima telepon maupun kehadiran Glenn.

Meski begitu, Glenn tidak tinggal diam. Kehadirannya memang tidak terima di rumah Jolie, tetapi dia mengirimkan barang-barang yang tidak bisa ditolak oleh Rebecca. Sebab, barang-barang berupa tas, pakaian dan sepatu mewah itu dikirmkan oleh kurir dari butik brand mewah itu.

"Wanita hamil tidak membutuhkan barang-barang seperti ini." Jolie manggut-manggut berkomentar di depan barang-barang kiriman dari Glenn yang diletakkan di meja ruang tamu. "Seharusnya dia mengirimkan susu, vitamin ataupun sesuatu yang bisa mengurangi rasa mualmu, Becca."

"Jolie!" Rebecca menghardik kesal, sementara matanya sudah menyorot sinis Jolie yang tersenyum canggung.

"Sudahlah, Becca. Wanita hamil tidak baik marah-marah! Apalagi kau marah dengan ayah dari anak di kandunganmu. Aku bisa membayangkan betapa sedihnya dia mengetahui Mommy-nya marah pada Daddy-nya."

Rebecca bereaksi sinis pada Jolie yang menasihati. "Dari kemarin kau terus membela dia. Apa dia memintamu untuk membujukku? Apa keberadaanku di sini merepotkanmu?"

Mata Jolie melebar panik akibat ucapan Rebecca yang menakutkan. Cepat-Cepat Jolie merangkul lengan Rebecca lalu berniat untuk meluruskan situasi menegangkan itu.

"Becca, kau salah paham. Aku sangat senang kau tinggal bersamaku–"

"Jika perkataanku tadi benar, aku akan pindah hari ini juga," sela Rebecca dengan egois sembari melepaskan rangkulan Jolie di lengannya.

Tapi Jolie tidak mengizinkannya, dengan sigap Jolie kembali merangkul lengan Rebecca erat-erat agar tidak ada celah bagi Rebecca melepaskannya. "Jangan tersinggung! Dengarkan penjelasanku lebih dahulu, Becca."

"Kau mau menjelaskan yang mana? Glenn yang memintamu untuk membujukmu? Atau aku merepotkanmu?" begitu sinis Rebecca membalas ucapan Jolie yang menyinggung perasaannya.

Jolie tidak langsung menjawab pertanyaan yang diucapkan emosional itu. Lebih dahulu dia menarik Rebecca untuk duduk agar bisa berbicara tenang dari hati ke hati.

"Aku dan Glenn memang bertemu sebelum rumahmu disita oleh Daddy-mu, lalu kejadian-kejadian di penthouse-nya yang kau ceritakan. Memang benar dia meminta bantuanku untuk membujukmu. Tapi, Becca ... apa yang dikatakan dia semua masuk akal! Kau bisa memanfaatkan dia. Situasi yang kau hadapi sangat mendukung. Semua mimpi dan rencanamu hancur setelah Daddy-mu mengambil semua asset-mu, Becca. Klinik impianmu, rumah milikmu ... semuanya tidak lagi kau miliki, Becca! Apalagi kau sudah bertemu dengan Elvis dan si brengsek itu mengetahui kehamilanmu!"

"Bagaimana nanti kalau dia memberitahukan kabar kehamilanmu dengan Daddy-mu? Bagaimana juga kalau si nenek sihir–Rowena tahu kau hamil di luar nikah? Mereka pasti akan menghina habis-habisan, Becca! Pikirkan itu!"

Nasihat yang membujuk itu ditanggapi keheningan oleh Rebecca. Dan Jolie sangat paham pada perasaan sahabatnya. Memang tidak salah Rebecca begitu sulit menimbang-nimbang keputusan. Karena keputusan itu berkaitan pada keberlangsungan masa depan.

Jolie paham Rebecca tidak ingin salah memilih keputusan.

"Becca, aku paham perasaanmu. Jika berada di posisimu pun aku pasti sangat sakit hati. Si bodoh itu ... arghh!" Jolie tiba-tiba bertenti akibat decakan kesal yang tidak bisa dibendung. "Mulut si bodoh itu memang seperti itu. Setiap kali berbicara selalu buat siapapun emosi. Tapi percaya padaku, dia orang yang baik. Kalau dia bukan orang baik, dia tidak akan mengakui anak itu atau melakukan hal buruk. Kalau pun dia sampai berani melakukan hal-hal buruk, Granny Emilia sudah pasti akan melindungimu."

Tidak peduli seberapa keras Jolie menasihati, hati Rebecca masih saja terus berkata belum bisa memaafkan Glenn. Dia hanya membisu, lalu kemudian beranjak meninggalkan Jolie tanpa mengucapkan apa pun.

Dia memilih mengurung diri di kamar tamu yang sudah seminggu di tempati. Di sana–tepatnya di ranjang kecil yang ditiduri, dada Rebecca telah sesak oleh perasaan sedih dan hancur yang bercampur.

Kalau saja malam itu dia tidak keluar rumah menjelang hari pernikahan, dia tidak akan terjebak di kamar hotel dan melakukan kegilaan bersama Glenn. Mungkin hidupnya saat itu sedang damai-damainya sebagai pengantin baru.

Kembali lagi, Rebecca tidak bisa menyalahkan takdir yang sudah digariskan.

Di tengah-tengah hanyut pada perasaan berkecamuk itu, Rebecca teralihkan oleh handphone-nya yang bersuara. Dia sedikit malas bangkit dari tidurnya karena menduga itu pasti telepon dari Glenn.

Dugaan itu salah karena di layar handphone terlihat nomor yang tidak asing tapi tidak terdaftar di contact handphone Rebecca.

Itu adalah nomor telepon Elvis. Meski Rebecca sudah menghapusnya, dia masih bisa mengingat baik nomor telepon yang dahulu sering menghubungi.

Rebecca tidak bisa mengabaikan. Dia teringat pada janjinya untuk mengembalikan uang Elvis yang terpakai ketika periksa kehamilan waktu itu.

Semua rekening bank miliknya sudah tidak bisa digunakan lagi. Rebecca belum sempat membuka akun baru, sehingga dia masih belum mengembalikan uang Elvis.

"Ya, siapa ini?" Rebecca berpura-pura tidak mengenali.

Terdengar suara tawa Elvis yang mengejek dari sambungan telepon itu. "Kau menghapus nomor contact teleponku?" tanya Elvis kesal.

"Maaf, saya tidak mengerti maksud Anda," sahut Rebecca masih berpura-pura.

"Ini aku–Elvis, Rebecca."

Mana mungkin Rebecca melupakan suara pria yang bertahun-tahun membelai ramah di telinga. Rebecca hanya berpura-pura tidak mengetahui demi menjaga harga diri di mata Elvis.

"Apa kita bisa bertemu? Aku ingin mengembalikan uangmu yang aku pakai waktu itu."

Rebecca malas berlama-lama untuk berbicara dengan Elvis, sehingga dengan terpaksa dia mengajak untuk bertemu. Selain itu Rebecca tidak mau terlalu lama berhutang materi kepada pria yang telah menyakiti hati.

"Kau bisa menemuiku di Medico Hospital?"

Deg! Jantung Rebecca tersentak sakit. Dari sekian tempat, kenapa harus tempat itu yang dipilih oleh Elvis?

"Sekitar satu jam lagi aku ada jadwal operasi. Aku tidak bisa keluar jauh-jauh dari rumah untuk bertemu denganmu," jelas Elvis yang mau tidak mau harus Rebecca setujui.

"Aku akan menghubungimu jika sudah sampai."

"Temui aku di kantin rumah sakit itu. Aku akan menunggumu di sana," ucap Elvis yang tidak mendapatkan bantahan dari Rebecca.

Rebecca langsung bersiap-siap setelah sambungan telepon itu terputus. Casual outfit berwarna peach menjadi pilihan Rebecca. Wanita hamil itu terlihat cantik dan menyegarkan, sampai-sampai Jolie sempat menggoda Rebecca yang ingin pergi.

Sayangnya, Rebecca tidak memberitahukan Jolie mengenai kepergiannya sore itu. Jolie pasti akan melarangnya dan meminta Rebecca untuk mengganti pakaian.

Karena Rebecca terlalu cantik untuk sekadar bertemu dengan pria brengsek seperti Elvis. Padahal outfit itu hanya asal-asalan Rebecca pilih.

Jantung Rebecca berdebar-debar ketika turun dari taksi yang diniki. Di teras depan rumah sakit terkenal itu Rebecca terganggu oleh kecemasan yang membuatnya tidak nyaman.

Bukan karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan Elvis. Melainkan dia cemas akan bertemu dengan Glenn.

Tapi, bukankah itu weekend? Atasan eksekutif sekelas Glenn pasti tidak akan berada di kantor–di lantai atas rumah sakit itu.

Ya! Rebecca meyakini itu. Dia tidak akan melihat batang hidung Glenn, sehingga dengan percaya diri Rebecca melanjutkan langkah untuk menuju kantin rumah sakit.

Namun belum jauh dia melangkah, seseorang yang tidak terduga menghentikan langkah Rebecca.

"Rebecca? Kau sedang apa di sini?" seru seseorang itu membuat Rebecca terpaku.

After That NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang