Night 453

147 26 9
                                    


Langkah terburu - buru Hansol keluar dari pintu dapur terhenti kala suara Mingyu memanggilnya, "Hansol, Mau kemana?"

"Kamu bukannya mau makan malam?"  Tanya pemilik rumah di meja makan. Dengan sendok ditangan yang turun kala bicara pada sang supir tak jauh dari tempatnya duduk untuk makan.

Mingyu selalu heran, Supirnya itu paling sering menemui dokter karena sakit pada perutnya, namun ia juga yang paling sering lupa dan telat makan. Kadang Mingyu geram, Hansol terlalu sibuk sampai di saat pagi kala mengantar Mingyu pergi, Hansol baru sempat makan setelah Mingyu pulang.

"Saya harus jemput raden di stasiun."

"Sekarang?" Alis nya naik masih menyimpan tatapan pada Hansol di ujung ruangan, "Dia udah sampai?"

"Sebentar lagi mas, kalau saya makan dulu pasti raden nunggu."

Mingyu kini berucap dengan nada datar, "Tsk, Saya gak mau lagi lagi harus nyetir sendiri karena kamu harus di rawat."

Ya, Hansol setidaknya akan cuti dengan alasan yang sama. Gerd nya kambuh dan ia tak bisa berbuat apa apa selain istirahat dan membiarkan bosnya menyetir sendiri.

"Biarin dia nunggu, kamu makan dulu."

Ketus itu mungkin tak disadari Mingyu. Ia tenang tenang saja saat sadar Hansol tak beranjak dari tempatnya setelah ia memerintah begitu. Namun beberapa saat kemudian ia rasakan sorotan sorotan horor dari segala sisi. Kepalanya naik, Mingyu akhirnya sadar semua orang di ruang makan, bahkan dapur bersih tempat pelayan berkumpul sekarang sedang menatapnya dengan sorot mata yang super menakutkan.

Tanpa ada yang bicara, semua orang disana terdiam menatapnya. Mungkin jika dapat di dengar, mereka semua sedang mengutuk Mingyu sekarang.

Sempat menelan ludah, Mingyu menutup makan malamnya kemudian berujar, "I have something to tell ke dia anyway, Let me pick him up." Kemudian berdiri.

Mingyu dapat rasakan tatapan menusuk itu mulai hilang begitu ia berlalu pergi. Rasanya Mingyu seperti dibenci oleh sesisi ruangan saat itu.

Di dalam mobil Mingyu bertanya tanya tentang kesediannya pergi menjemput "Raden" yang kemarin pergi menemui sang kakak. Heran, kenapa ia tanpa pikir panjang berjalan ke garasi dan mengambil kunci tanpa bertanya harus kemana ia menemui bocah yang berstatus sebagai suaminya ini. Bahkan kini pertanyaan tentang apa yang sebenarnya ia lakukan, dan mengapa dirinya mau pergi masih terus berputar. Setelah keluar dari mobil dan berdiri di depan cap mobilnya dengan tangan menusuk saku celana selama beberapa saat, semua pertanyaan dan pikirannya soal perasaan aneh yang ia rasakan itu hilang, khususnya begitu Mingyu lihat sosok yang ia tunggu hadir dihadapan.

Wajahnya terlihat gusar, mata yang biasanya tajam menikam seluruh tubuh Mingyu dengan kebencian tak hadir sekarang. Minghao nampak jelas lemas, tak bertenaga dan tak bergairah, tidak seperti biasanya.

Itu, semua ekspresi itu pernah hadir sebelumnya. Bukan kala pernikahan mereka, bukan juga kala Mingyu datang tiba tiba kesekolahnya. Atau kala Mingyu memintanya menandatangani kontrak setelah bunda wafat. Mata itu telah Mingyu lihat sebelumnya. Hari ini saat ia jemput Minghao, Beberapa hari kemarin saat Minghao tiba tiba datang dan duduk dimeja makan setelah hilang tanpa kabar, dan di hari pertama pertemuan mereka saat Mingyu katakan bahwa ia akan menikahinya.

Mata sedih itu, tatapan yang jarang sekali Minghao perlihatkan itu kini mulai basah oleh air mata. Entah apa yang terjadi sebenarnya, Mingyu terkejut bukan main kala yang menyambutnya adalah tangis bukan kata kata kasar seperti biasanya.

Ia berjalan dengan terburu buru, bertanya tentang apa yang terjadi pada lelaki itu. Namun Minghao enggan menanggapi, ia hanya menunduk sambil berusaha menutupi wajah berlinang air matanya.

Five Years Where stories live. Discover now