12.

2.5K 72 0
                                    

Ba'da isya, Ndalem ramai dengan Kay dan juga keempat temannya. Ustadzah Sila juga ada disana serta pengurus pesantren lainnya bahkan Abi Hanan pun ada disana, sudah bisa ditebak mereka akan membahas kejadian ba'da Maghrib tadi.

"Siapa yang memulai duluan?" tanya Umi Santi.

"Ustadzah Sila" jawab Kay menatap datar semuanya.

"Tidak Umi! Kay yang memulai duluan dan temannya itu menampar saya" cela ustadzah Sila menunjuk Kay.

"Apa itu benar?" tanya Gus Azzam yang juga ada disana.

"Jika dilihat dari segi sikap, apakah mungkin kami yang memulai duluan Gus?" balas Kay, apa suaminya itu tidak mempercayai dirinya.

"Saya minta bicara jujur, lebih baik jujur sekarang daripada saya tau kebenaran dari orang lain " tegas Gus Azzam menatap Kay cukup tajam. Kay mengalihkan pandangannya ke arah lain, sedikit kecewa karena suaminya itu tidak mempercayai dirinya.

"Siapa yang menampar ustadzah Sila?" Abi Hanan angkat bicara, "Saya" sahut Azza mengangkat sebelah tangannya.

"Kenapa kamu menampar ustadzah Sila, Azza" tanya Abi Hanan lagi.

"Karena dia membela temannya Abi! Padahal temannya yang salah" cela ustadzah Sila saat Azza ingin menjawab, tangan Azza terkepal menahan geram yang sudah ia tahan daritadi.

"Saya tidak bertanya pada anda ustadzah" sergah Abi Hanan, akhirnya ustadzah Sila pun diam. "Silahkan Azza" lanjut Abi Hanan .

"Selesai shalat Maghrib tadi, kami berjalan menuju asrama Abi. Terus tiba-tiba ustadzah Sila dateng dan langsung tampar Kay tanpa sebab, bahkan memfitnah Kay menggoda Gus Azzam karena Gus Azzam memarahi ustadzah Sila untuk membela Kay.

Saya yang gak terima Kay digituin balas tampar balik ustadzah Sila, terus malah ngancem mau laporin ke pengurus pesantren, ya akhirnya berakhir disini Abi" jelas Azza tanpa kekurangan sedikitpun.

"Astaghfirullahalazim" ucap semuanya yang ada di sana kecuali Kay dan keempat temannya juga ustadzah Sila yang kini menundukkan kepalanya.

"Kenapa anda bisa berkata seperti itu ustadzah" sergah Gus Azzam mengerutkan dahinya. 

"M-maaf Gus" jawab ustadzah Sila menggenggam erat ujung hijabnya.

"Ustadzah Sila juga bilang, kalo Kay perempuan nakal dan pasti sudah dicicip oleh banyak lelaki" sambung Azza.

"Ya Allah ustadzah, anda bisa disini dan menyandang seorang ustadzah karena kami percaya anda bisa bersikap bijak disini, bukan seperti itu" Abi Hanan menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Berhentikan saja dia Abi" ucap seorang perempuan yang duduk paling ujung, sedari tadi hanya menyimak.

"Bagaimana Abi?" tanya Umi Santi.

"Jangan Abi, saya janji tidak akan mengulanginya" mohon ustadzah Sila.

"Muka dua, jangan gampang percaya" celetuk Aira.

"Ujung-ujungnya malah ngelunjak" lanjut Aira.

"Diam kamu! Kamu bukan siapa-siapa jadi diam" sinis ustadzah Sila, Aira memasang wajah datarnya sambil menaikan sebelah alisnya menatap perempuan itu.

"Lihat Abi, sikapnya masih begitu jadi berhentikan saja"

"Bener Ning, Aira setuju dengan Ning Dian" sungut Aira menyetujui.

"Baiklah, kalian pulang ke asrama. Besok kami umumkan hasil rapat" perintah Abi Hanan, Kay dan teman-temannya mengangguk patuh kemudian berlalu pergi menuju asrama mereka.

"Semoga aja tu nenek lampir di berhentiin" umpat Azza kesal.

"Iya ihh, bikin heboh aja" kini Haura ikut berbicara.

"Jadi gak betah disini" gumam Kay menghela nafasnya perlahan. Azza menoleh, "Kok gitu Kay" ucapnya.

"Hari pertama aja udah banyak masalah kayak gini, gimana hari-hari selanjutnya" sahut Kay.

"Enggak seburuk yang kamu pikirin kok Kay, mungkin cuma kali ini aja masalah dateng" sambung Chayra diangguki oleh Aira.

"Aku gak yakin, aku juga belum terbiasa dengan situasi di pesantren. Tapi masalah besar kayak gini bikin aku kaget" jawab Kay, pandangannya lurus ke depan.

"Semangat Kay, ada kami disini" ucap Aira memeluk temannya itu yang kini sudah menjadi sahabatnya. Azza, Haura dan Chayra ikut memeluk Kay dengan hangat, Kay merasa beruntung bisa mengenal mereka.

"Terimakasih semuanya" ungkap Kay, keempat temannya melepaskan pelukannya dan menatap Kay dengan tersenyum. "Kita sahabat sekarang, apapun yang terjadi. Suka duka kita hadapi sama-sama" ucap Chayra.

"Yaudah ayo kita ke asrama, istirahat" kelimanya pun sampai di asrama, mereka langsung merebahkan tubuhnya di kasur masing-masing. Baru saja Kay ingin memejamkan mata seseorang mengalihkan perhatiannya, "Assalamualaikum, Kayna dipanggil Gus Azzam ke Ndalem" ucap seorang perempuan santriwati yang berbeda asrama dengan mereka.

"Kay? Kamu belum tidur kan, dipanggil sama Gus Azzam" panggil Azza, Kay mengangguk kemudian berdiri dan segera menemui suaminya. Rasanya enggan tapi jika Kay menolak maka akan terasa aneh oleh teman-temannya.

"Assalamualaikum" salam Kay saat sudah sampai di Ndalem.

"Waalaikumusalam" sahut Gus Azzam dari dalam.

"Ada apa Gus?" tanya Kay to the point tanpa masuk terlebih dahulu, disana sudah sepi bahkan Abi Hanan pun sudah tak terlihat.

"Masuk sini" ajak Azzam tersenyum. Namun dibalas tatapan mata Kay yang datar tanpa ekspresi.

"Jika tidak ada hal yang penting saya akan kembali ke asrama, saya capek mau istirahat" jawab Kay membalikkan badannya siap untuk pergi, dengan cekatan Gus Azzam menghentikan dan membawa Kay masuk ke Ndalem.

"Kamu kenapa?" tanya Azzam saat ia berhasil mendudukkan Kay ke sofa, bahkan pintu Ndalem sudah ia kunci rapat.

"Gak" ketus Kay tanpa menoleh sedikitpun.

"Kamu marah sama saya?"

"Gak"

"Ay, jangan gitu dong" rengek Azzam menyandarkan kepalanya di bahu perempuan itu. Kay dibuat kaget dengan sikap Azzam. "Gus kenapa? Kesambet?" tukas Kay memiringkan kepalanya agar bisa menatap wajah Azzam.

Azzam memegang tekuk leher perempuan itu, ia tersenyum penuh arti. Cup satu ciuman mendarat di pipi mulus Kay, sedangkan perempuan itu kaku dibuatnya.

"Kamu tahu? Saya ingin punya dua anak, jika semuanya laki-laki saya akan menamainya Fildan untuk anak pertama kita, dan Aiden untuk anak kedua" ucap Azzam.

"Ayo lanjutkan yang tadi" lanjut Azzam berbisik, entah sejak kapan laki-laki itu sudah berdiri dan menggendong Kay seperti koala menuju kamarnya.

"G-gus serius?" gugup Kay, Azzam mengangguk. Ia menidurkan Kay ke kasur dengan lembut, semuanya sudah terkunci rapat. Azzam duduk di samping istrinya, "Kamu siap kan?" tatapan mata Azzam seakan memohon agar Kay mau memberikan haknya, lama keduanya terdiam. Kay akhirnya mengangguk, Azzam tersenyum. Ia meletakkan tangannya di atas kepala Kay dan membacakan doa.

"Semoga tidak terjadi resiko besar untuk masa depan Kay kedepannya ya Allah" batin Kay, ia memejamkan matanya merasakan sentuhan Azzam.







TBC.

Yeeee welcome debay wkwk

Biar Umi Anna gak maksa-maksa mulu yaudah langsung gas aja we,

Gimana perasaan kalian kalo ada diposisi Kay?

See you next part!

Kay untuk Azzam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang