19.

2.2K 57 0
                                    

Pagi ini Kay terbangun mendengar adzan subuh, dengan cepat Kay melaksanakan sholat subuh dan menyempatkan waktu sebentar untuk berdzikir. Namun, perhatiannya teralihkan mendengar suara bising dari luar. Merasa ada yang tidak beres Kay mendatangi suaranya, ternyata suara itu berasal dari ruang tamu. Terlihat anak-anak panti perempuan tengah diintrogasi, serta seorang pria yang marah-marah.

"Cepat Jujur!" bentak pria itu menunjukkan sebuah benda kecil di tangannya.

"Kami tidak tau pak" jawab salah satu dari mereka yang menjawab sambil ketakutan.

"Pak Ris, tenang" ucap ibu Suri.

"Assalamualaikum buk, ada apa ya" Kay memberanikan diri mendekat saat pria itu diam.

"Waalaikumusalam, kami menemukan ini nak. Tidak tau punya siapa jadi kami interogasi mereka" jawab ibu Suri menunjukkan alat tes kehamilan, Kay membeku melihatnya. Itu miliknya, ia kemarin menaruhnya di saku gamisnya dan lupa mengambilnya, mengapa ia bisa begitu bodoh!.

"I-ini milik saya Bu" jujur Kay, tangannya terulur mengambil testpack itu dan menggenggamnya.

"Apa!? Siapa dia ibu Suri" sentak Pak Ris menatap Kay dengan tatapan tak bersahabat, Kay menunduk seraya memundurkan tubuhnya beberapa langkah.

"Dia diculik terus dibuang ke daerah sini pak, saya cuma mau membantu" jawab ibu Suri, Pak Ris beralih menatap Kay dari atas sampai bawah. "Ibu percaya sama orang asing? Mungkin dia tidak seperti yang diceritakan, bisa saja dia hamil diluar nikah dan diusir" tukas Pak Ris, pandangan tajam.

"Saya hanya ingin--

"Usir dia dari sini!" tekan Pak Ris, memotong ucapan ibu Suri.

"Usir sekarang juga, sebelum ustadz Umar tau" lanjut pria itu. Setelah mengatakan itu Pak Ris pergi, ibu Suri menatap Kay dan memegang tangan wanita itu.

"Maafkan saya, bantuan saya hanya sampai sini" lirih ibu Suri, Kay tersenyum dan mengangguk dengan tatapan sayu. "Terimakasih sudah mau menolong saya Bu, maaf juga sudah membuat kekacauan" ucap Kay, perempuan itu menyalami ibu Suri sebelum keluar dari panti asuhan.

Kay tersenyum getir sambil berjalan menjauh dari panti asuhan, matanya mati-matian menahan genangan air agar tidak mengalir. Kay merasakan perutnya yang lapar, ia melihat sekeliling. Mata cantiknya melihat banyak penjual makanan di pinggir jalan, hanya satu penghalang yaitu uang, Kay tidak punya uang.

Berusaha mengingat semua, Kay benar-benar tidak tahu daerah sini. Dulu, Kay hanya balapan di dalam daerahnya sendiri. Apakah ia dibuang sangat jauh? Entahlah Kay hanya berdoa agar bisa pulang ke kedua orang tuanya. Pikirannya penuh dengan kejadian-kejadian yang menimpanya, pikirannya pun tak luput dari Azzam.

"Pasti Gus Azzam udah nikah dan bahagia sama istri barunya" gumam Kay tertawa hambar, tak terasa air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya menetes juga.

"Aku mau pulang ke ayah Bunda" lirihnya, Kay mendudukkan diri di pembatas jalan yang sekarang lumayan sepi.

"Laper" gumam Kay mengelus perutnya pelan, otaknya teringat satu hal. Ia tidak sendiri, pasti anak yang sedang ia kandung juga lapar. Pikirnya.

"Maafkan aku" monolognya menatap perut ratanya.

"Gapapa, kita bisa mencari makanan bersama-sama!" seru Kay, ia tersenyum kemudian berdiri dan kembali berjalan menyusuri tempat-tempat dimana banyak penjual makanan gerobakan maupun kaki lima.

Kay melirik orang-orang yang sedang makan di tempat penjual mie ayam gerobakan, tak lama Kay melihat pelanggan yang pergi. Padahal di mangkuknya masih banyak yang tersisa, sebelum bapak penjual membuang nya Kay secepat mungkin menghentikan. "Maaf, pak. Buat saya aja boleh?" pinta Kay pelan.

"Yasudah" Kay tersenyum dan duduk, perempuan itu makan dengan lahap walaupun makanannya adalah bekas orang.

"Alhamdulillah, nanti kalo laper lagi kita cari lagi ya" ucap Kay pada calon bayinya. Tak mau menganggu pelanggan lain, setelah makan Kay buru-buru pergi. Tak lupa mengucapkan terimakasih pada bapak penjualnya karena sudah mengizinkan dirinya makan.

"Tapi, aku mau pulang kemana" gumam Kay menghela nafasnya berat, berjalan cukup jauh dan tanpa tujuan. Kay merasa kepalanya sedikit berat akibat terlalu lama berjalan dan terjemur oleh sinar matahari, pandangannya pun mulai tak fokus bahkan punggung dan kakinya sudah pegal.

Kay memilih untuk beristirahat sebentar di pos ronda, bibirnya yang pucat dan keringat yang mengalir. Kay merasakan perutnya yang sedikit mual, akibat kelelahan. Melihat keadaan sekeliling yang sepi, Kay memuntahkan cairan bening saja pada selokan dekat pos ronda. Ingin rasanya ia menangis sekarang juga.

"Ya Allah, Kay capek" gumamnya masih berjongkok di depan selokan, lagi-lagi Kay hanya memuntahkan cairan bening. Rasa mualnya pun belum juga hilang, tubuh Kay sampai bergetar menahan bobot tubuhnya yang mulai linglung.

Kay menuntun dirinya sendiri untuk naik ke atas pos ronda, bersandar pada dinding pos ronda yang sudah dilapisi dengan keramik. Yang Kay butuhkan sekarang adalah minum, tapi dimana ia bisa mendapatkannya tanpa meminta-minta. Kay mengusap peluh di dahinya lalu melipat kedua sisi jilbab segiempat yang ia kenakan bagian dahinya.

"Ya Allah beri kemudahan" gumam Kay yang terduduk lemas, hawa yang panas karena cuaca siang ini tengah terik sekali. Membuat keringat bercucur hebat, Kay mengibaskan tangannya sebagai kipas tapi tak bisa menghilangkan rasa panasnya.

Beberapa saat beristirahat, dan berkipas menggunakan kardus bekas. Serasa sudah baikan, Kay berfikir panjang akan kemana setelah ini. Ia terfikir untuk mencari kos-kosan murah yang boleh menampung dirinya dulu sampai Kay menemukan pekerjaan yang cocok untuk membayar biaya kosan. "Cari deh" ucapnya kemudian berdiri dan berjalan menyusuri daerah sini.

Kay melihat papan tulisan di depan bangunan sederhana yang bertuliskan, dikontrakkan. Senyumnya mengembang, Kay bertanya pada ibu-ibu yang sedang duduk di teras rumahnya sambil melipat pakaian. "Assalamualaikum Bu, rumah pemilik kosan depan siapa ya?" ibu-ibu itu menoleh.

"Ohh, pemiliknya teh yang rumah na dua tingkat itu neng" tunjuk ibu itu, Kay melirik ke arah yang ditunjukkan lalu mengangguk mengiyakan.

"Terimakasih bu"

"Sama-sama neng"

Kay berangsut pergi menuju rumah pemilik kosan yang jaraknya hanya sekitar dua rumah, Kay memencet bel dan tanpa lama ibu-ibu keluar dari dalam. "Ada apa neng" tanyanya.

"Ibu pemilik kosan disana kan?" balas Kay.

"Oh iya neng, neng nya mau ngekost?" Kay mengangguk kemudian ibu itu keluar dan mengajak Kay pergi ke kontrakan.

"Sebulan nya cuma tiga ratus ribu kok neng, lampu dan air semuanya sambung dari rumah saya. Kalo mau neng bisa langsung menempati, dan jika ada apa-apa neng bisa panggil saya. Panggil saja saya Bu Lisna" terang ibu itu.

"Saya mau Bu, tapi...

Kay ragu untuk mengatakan bahwa ia belum punya uang, Bu Lisna yang sepertinya paham dengan keadaan lantas tersenyum dan berkata, "Gapapa neng, neng bisa tempati dulu. Nanti kalo udah punya uang bisa dicicil ke saya" ucap Bu Lisna, Kay bersyukur dalam hati karena bertemu dengan orang baik.

Akhirnya setelah mengobrol cukup lama, Bu Lisna pulang ke rumahnya dan beralih pada Kay yang menyapu lantai sebelum pergi istirahat. Di sana sudah ada kasur busa yang disandarkan ke dinding, dan tinggal di robohkan ke lantai jika ingin tidur. Juga ada lemari kayu yang terlihat masih kokoh bahkan kulkas meskipun sudah tua tapi ketika Kay memeriksanya kulkas itu masih berfungsi dengan baik.

Setelah beres, Kay menyiapkan kasur. Mengunci pintu dan segera merebahkan tubuhnya, besok Kay harus berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Bukan hanya untuk kontrakan tapi ia juga butuh uang untuk biaya hidup, "Semoga setelah ini aku bisa hidup tenang" gumam Kay dan memejamkan matanya.







TBC.

Vote komen Readers'

Sorry kalo kurang ngefeel guys

Sesungguhnya hanya Allah yang maha sempurna, tulisan ini hanya diketik oleh seseorang yang tengah mempertahankan iman nya yang sedang naik turun.

See you next part!

Kay untuk Azzam Where stories live. Discover now