7. Mantan

464 40 0
                                    

**SePaTu II Sebelas IPS Satu**

"Kok sendirian aja cantik?"

Jean yang baru datang menatap Karin dengan wajah bingung. Pasalnya, dari kejauhan ia bisa melihat Karin yang hanya diam melamun sambil memainkan sedotan minuman dengan tak bersemangat. Hei kemana Karin yang biasanya selalu rusuh dan berisik?

Tak mendapatkan respon dari sang kekasih, Jean pun mendudukkan dirinya tepat disamping Karin, lalu menggenggam tangan gadis itu yang berada diatas meja.

"Hei, kamu kenapa Sayang?"

Biasanya, jika Jean sudah memanggilnya dengan embel-embel 'Sayang' Karin sudah pasti langsung ngereog dan salting brutal. Tapi sekarang lihatlah, gadis itu bahkan tak berkutik sedikit pun. Semakin memperkuat jika memang ada sesuatu yang terjadi pada gadisnya.

"Kamu lagi ada masalah?" tanya Jean mulai khawatir. Karin menggeleng. "Terus kenapa? Aku perhatiin sejak balik dari Uks wajah kamu jadi murung. Ada masalah sama Yasa?"

Dengan tak bersemangat, yang jarang terlihat dari gadis itu, Karin mendorong dengan wajah tak minat gelas jus miliknya, lalu memangku wajah menatap Jean disampingnya.

"Aku khawatir sama Yasa."

Balasan dari Karin membuat Jean menatapnya bingung. "Khawatir soal apa? Masalah luka di wajahnya tadi?"

"Iya." Angguk Karin. "Tapi masih ada hal lain yang aku khawatirin Je."

"Hal lain?"

Karin diam. Ingatannya kembali ke obrolannya bersama Yasa tadi pagi di Uks.

"Lo kenapa bisa luka gini sih Sa?" tanya Karin membuka obrolan diantara dirinya dan Yasa yang tengah di obatinya. Temannya itu meringis saat kapas yang sudah diberi obat merah itu menyapu sudut bibirnya.

"Nggak apa-apa Rin."

Karin menutup kotak obat di depannya, lantas menatap Yasa dengan wajah serius. Jarang sekali ia bersikap serius seperti ini jika tak ada hal penting yang akan dibicarakannya.

"Muka lo kenapa serius gitu sih? Aneh gue liatnya." Ucap Yasa dengan nada bercanda sambil mengusap wajah Karin pelan.

Melihat Yasa yang berusaha bercanda disebelahnya membuat Karin semakin yakin kalau ada yang ditutupi oleh laki-laki itu. Mana suara tawanya kaku sekali.

"Lo nggak mungkin ikut tawuran bareng Hengky kan Sa?"

Yasa menoleh cepat. Matanya melebar menatap Karin yang memicingkan matanya. "Nggak lah. Gila lo. yang ada gue mati duluan kalo ikut tawuran."

"Iya sih." Angguk Karin dramatis. "Lo udah pasti jadi beban doang."

"Sialan. Maksud lo gue nggak berguna kalo ikut tawuran gitu." Ujar Yasa mendorong kening Karin pelan seraya tertawa. Sama sekali tak tersinggung dan sakit hati dengan ucapan gadis itu.

Mendengar tawa Yasa, Karin disebelahnya pun malah ikut tertawa. Bahkan tawa keduanya menggelegar di dalam ruangan itu.

Bersyukur tidak ada petugas Kesehatan disana. Jika ada, mereka berdua mungkin saja sudah ditendang keluar Uks karna terlalu berisik.

Mendadak saja, Karin merangkul Yasa. Untuk kesekian kalinya wajahnya kembali serius, membuat Yasa gugup seketika.

"Bokap lo ya?" tanya Karin pelan. Yasa hanya diam membuatnya menghela napas pelan. "Lo ada masalah sama Bokap lo kan?"

Tebakan Karin yang tepat sasaran membuat Yasa tertawa pelan. Tak perlu bercerita pun gadis ini sebenarnya sudah tau bagaimana hubungannya dan sang Ayah. Tidak ada harmonis-harmonisnya.

SePaTu || Sebelas IPS SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang