15. Hukuman

291 37 6
                                    

*

*

** SePaTu II Sebelas IPS Satu **

*

*

"Dasar sialan. Anak monyet. Bangke. ASU!"

Semua yang berada di dalam kelas saat ini hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar rentetan umpatan yang keluar dari mulut Gibran. Sudah hamprir 10 menit lamanya laki-laki itu begitu. Jia, sang kembaran bahkan sampai mengomelinya. Namun karna suasana hati Gibran yang buruk, ia mengabaikan gadis itu.

"Kenapa harus gue sih yang jadi wakilnya!" Gibran kembali melanjutkan gerutuannya. "Gue sih terima mau di pasangin sama siapa aja. Tapi kenapa malah sama si Aru kampret itu! Argh!"

Suara gelak tawa terdengar memenuhi kelas. Apalagi saat melihat bagaimana raut wajah frustasi Gibran yang duduk seraya mengacak-acak rambutnya sendiri. Kelakuannya sudah benar-benar terlihat seperti orang stres.

"Terima aja lah Gib. Mungkin emang takdir lo buat terus dekat-dekat sama Aru." saut Haikal yang tengah menahan tawa. "Yang gue khawatirin kalo lo dekat sama Aru cuma satu. Semoga tuh cowok nggak balas dendam karna dulu lo tonjokin."

"Maksud lo?"

Haikal mengangkat bahu acuh. "Mana tau lo nanti sering di kerjain. Di kasih tugas berat biar lo repot."

"Gue gebukin lagi aja tuh orang." balas Gibran cuek. Ia kemudian memutar duduknya agar menghadap ke Karin yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. "Rin, laki lo kemana sih? Gara-gara dia nih gue terjebak sama si Aru."

Karin yang sejak tadi memandangi ponselnya itu berdecak kesal. "Gue nggak tau. Dari tadi gue telponin malah hapenya nggak aktiv-aktiv. Abang Ipar! Jean kemana sih? Kalian kan serumah."

Malik yang asik membaca buku sedari tadi melirik kebelakang. Detik itu juga ia menggeleng pelan. "Nggak tau Rin. Hari ini gue kan piket jadi berangkat duluan."

"Telat kali."

"Telat apaan namanya yang udah jam segini masih belum datang." ucap Jia yang saat ini sudah duduk di kursi milik Jean. Sejak tadi gadis itu dan juga Mikha yang sudah duduk di kursi milik Hengky, terus menemani Karin yang berusaha menghubungi pacarnya yang tak ada kabar itu.

"Bolos kali." celetuk Shakti dari tempat duduknya. Yang tentu saja langsung di pelototi oleh Karin. Membuat laki-laki itu cengengesan. "Bercanda loh Rin. Galak amat tatapannya."

"Lo juga sih. Pake bilang Jean bolos segala." tegur Mikha. "Lagian mana pernah Jean bolos pelajaran. Kalo Hengky.. loh? Hengky nggak masuk lagi ya? Ferdi!"

Ferdi yang tengah nonton bareng dengan Sella, Janu dan Yasa itu mendongak saat namanya di panggil. "Apaan Mik?"

"Lo nggak bareng Hengky berangkatnya?" tanya Mikha.

"Enggak." geleng laki-laki itu. Ia nampak berpikir sebentar sebelum kembali bicara. "Tapi kayaknya dia udah berangkat duluan deh. Suara motornya kedengeran soalnya dari rumah gue."

"Udahlah. Hengky palingan nongkrong di warung Mak Siti."

Karin menatap Haikal bingung. "Mak Siti siapa lagi?"

"Yang punya warung di belakang sekolah itu loh. Warung kayu." jawab Haikal. Karin pun hanya mengangguk.

"Coba telponin lagi deh si Jean." suruh Gibran. "Mana tau nomornya udah aktiv."

SePaTu || Sebelas IPS SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang