XXIV. Ibu

4 2 0
                                    

Sebuah alunan dari lagu daerah- Bubuy bulan, terdengar di telinga Sri yang baru saja selesai mandi.

Kening sri mengernyit, siapa yang menyetel lagu pagi-pagi?

Sri melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ia menemukan mama yang sedang membereskan foto di ruang tengah.

"Mah?" Mama menoleh, dan menyuruh sri untuk menghampirinya. Sri menurut.

"Mama lagi ngapain?" Mama mengangkat sebuah foto yang dipegangnya, ia mendekatkannya disamping wajah sri.

"Foto kamu waktu kecil. Liat deh! Beda banget," sri yang penasaran langsung mengambilnya.

"Namanya juga bayi, pasti beda lah."

"Iya beda. Sekarang kamu udah ga lucu."

"Mamaaa..." sri merengek.

Mama tertawa, berhasil menjahili putrinya. Sudah berapa lama ia tak melihat manjanya sri? Cengengnya sri? Apa putri kecilnya ini sudah benar-benar dewasa? Rasanya baru kemarin ia melahirkannya, mengapa dia tumbuh secepat ini.

"Mah? Mama kenapa?" Sri melambai lambaikan tangannya di depan mama.

"Gapapa, cuma keinget kamu pas kecil."

Sri tersenyum."makasih ya, mah?"

"Buat?"

"Buat kasih sayang dari mama, buat cinta yang mama beri. Meski sekarang kita udah ga sama papa tapi semoga tetap bahagia ya, mah?"

"Maafin mama, ya!"

"No! Seharusnya ajeng yang minta maaf" mama mengusap lembut surainya, menyalurkan kasih sayang yang tak terhingga.

"Kamu cape, ya?" Sri yang memejamkan mata menikmati usapan mama membuka matanya.

"Cape karena?"

"Mama suruh kamu full belajar, pulangnya les, terus dilarang main, dan nilai kamu ga boleh turun.

Sri menggeleng. "Justru aku seneng karena di didik dengan baik sama mama."  Sri menghapus air mata yang tiba tiba jatuh dengan nakalnya di pelupuk mama.

"Aku gapapa, mama ga jahat, kok"

Mama merentangkan tangannya, menyuruh sri untuk masuk kepelukannya. Sri tak menolak, dengan senang hati ia masuk ke dekapan mama.

"Aaaa sayang mama."

"Mama lebih sayang kamu, ajeng."

Sri melepas pelukannya dan mengambil salah satu foto yang baru ia temui. Seorang anak laki-laki dengan tatapan datar.

"Ini foto siapa ma?" Mama tak langsung menjawab.

"Nanti kamu juga akan tahu.."

"SIAPA?" sri bertanya dengan rasa penasarannya yang menggebu.

"Dia ada di lingkungan sekitar kamu."

"Memangnya dia siapa? Sepupuku?"

"Bukan,"

"Lalu?"

"Eh kamu bosen, ya? Mau keluar?" Kentara sekali mama mengalihkan pembicaraan.

"Jawab dulu, mah."

"Gaada yang perlu dijawab."

"Jadi anak kecil yang di foto itu siapa?"

"Ga penting, Ajeng"

Ajeng berdecak, "tapi aku penasaran."

Mama menatap ajang. "Dia adalah..."

Sri mengangkat alisnya tinggi, bersiap mendengar jawaban mama.

Namun belum sempat mama menjawab, suara dering dari ponselnya berbunyi. Terdapat nama Bayu terpampang di layar. Sri menimang nimang untuk mengangkatnya atau tidak.

"Angkat aja," ucap mama.

Sri menggeser tombol hijau, terdengar suara grasak grusuk di sebrang sana.

"Hallo."

"Eh, hallo, Sri."

"Ada apa, ya?"

"Jadi ga?" Bayu balik bertanya.

Sri mengerjapkan matanya, jadi? Kemana. Sri memutar otaknya untuk berpikir, ada janji apa ia dengan bayu.... Astaga, sri lupa. Bayu mengajaknya untuk ke Banten lama, sedangkan ia izin kepada mama pun belum.

"Nanti aku kabarin lagi, dahh." Sri dengan cepat mengakhiri panggilan. Bayu di sebrang sana mengernyit.

Ini jadi apa engga sih sebenernya.

Melihat tingkah sri, membuat mama penasaran dan bertanya. "Siapa yang telepon?"

"Anu..."

"Hm? Kamu mau main, ya?" Mama tersenyum.

"Emang boleh?"

"Boleh."

"Serius? Senin besok udah ulangan loh, ma."

Mama mengangguk."gapapa, sesekali."

Sri menatap mama dengan mata berbinar. Ia memeluk mama dengan erat."Aaaaa makasih,"

"Sama-sama. Gih, siap-siap."

"Siap kanjeng ratu." Sri memberikan hormat lalu melenggang pergi ke kamarnya.


'Semoga bahagia selalu bersamamu, nak.'

⏳⏳⏳

Hati manusia gaada yang tahu.

Aku cuma mau bilang. Sengeselin dan segalak apapun ibu, dia ga mungkin seperti itu tanpa sebab. So, dia akan selalu menyayangi anaknya mau sebanyak apapun kekurangannya. Karena ia yang melahirkannya.

Prolog Tanpa EpilogМесто, где живут истории. Откройте их для себя