XXVIII. Confess

8 2 2
                                    

Akhir tahun telah tiba. Begitupun dengan libur akhir semester. Waktu seakan berjalan begitu cepat. Setiap menit yang berjalan tidak terasa dan
Setiap hal yang dilalui kini berubah menjadi kenangan yang tersimpan di memori.

Bayu menyandarkan punggungnya di tembok. Ia menatap langit sore dari balkon kamarnya. Hatinya bimbang, di satu sisi ia sudah yakin pada perasaannya, di satu sisi pula ia merasa takut... takut akhirnya tak sesuai dari yang di harap.

Berkali kali bayu menghela nafas. Ia mengecek handpone-nya, namun tak ada satu pun pesan dari seseorang yang ia rindukan. Libur sekolah yang panjang membuatnya susah bertemu dengan gadis itu.

Bayu menjatuhkan dirinya di kasur lalu menutup dirinya dengan selimut, ia berguling. Kesal sekali rasanya...

Suara pintu yang di buka secara kasar tak membuat bayu berubah dari posisinya. Ia sudah tahu siapa manusia di baliknya.

"Woiii manusia pengangguran, nape lu?" Sudah bisa di tebak siapa yang mengatakannya.

Siapa lagi jika bukan tetangga kompleknya.

"Galau bah dia," kali ini sepupunya yang bicara, dengan nada mengejek tentunya.

Bayu menutup telinganya dengan rapat,"ngapain ke rumah gue lo pada?!"

"Etdah sensi amat anak perawannya bunda hahaha." Dengan kesal bayu melempar bantal kepada evan.

"Bacot."

Jo yang baru datang dengan sekantong plastik di tangannya melemparkan bayu sebungkus rokok. "Mending nyebat,"

Bayu menggeleng dan menggeser rokok itu." Enggaa, apapun masalahnya rokok bukan solusi."

Jo memutar kedua bola matanya malas,"cupu."

Evan tertawa."lagian, cowok modelan bayu lo ajak nyebat. Kagak mau lah dia."

"Ho'oh, yang mau mau aja mah lo doang kan, van." Raden di sebelahnya menyeletuk.

"Yeuuu."

"Gue pusing banget asli." Bayu mengeluh.

Evan dan raden yang sedang cekcok seketika terdiam, begitupun Jo yang baru saja membakar ujung rokoknya.

"Jatuh cinta tuh, serumit ini ternyata."

"Dihhh, bulol! Gue kira lo bakal ngeluh punya kakak secakep kak Diandra, kan gue bisa nampung." Evan menyugar rambutnya ke belakang.

"Dasar buaya!" Raden mengambil snack dari plastik yang tadi Jo bawa. Ia melemparnya kepada Bayu.

"Ga akan rumit kalo lo bisa ngendaliin diri lo. Suka ya tinggal bilang. Ditolak? Tinggal cari yang baru." Raden berkata dengan santai.

"Tak segampang itu..." Evan mengambil gitar Bayu lalu memetik senarnya.

Jo tersenyum smirk."yang lo takutin, tuh, apa sih? Cowok bukan? Cemen amat."

Bayu kembali menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia memandang langit-langit kamarnya. "Gue cuma takut, setelah gue confes pertemanan gue sama dia merenggang."

"Lo bakal aman, kalo pilihan lo cewe yang tepat. Dia tepat ga?" Bayu mengernyit, tak paham dengan apa yang dimaksud Jo.

"Maksudnya?"

Suara getaran dari ponsel milik Jo membuatnya segera membukanya. Sepertinya ada pesan yang penting, karena setelahnya Jo langsung bangkit dari duduknya. "gue balik duluan, ada urusan."

"Lah, baru juga nyampe."

"Tau nih, nanti malem aja kumpul, gimana? tahun baruan Co," evan mengangguk menyetujui ajakan Raden.

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now