Bab 14

505 33 1
                                    

Aku tidak ingat apapun lagi. Semuanya terasa sangat cepat. Aku sangat terguncang mendengar kabar jika mami dan papi kecelakaan karena akan mengunjungi ku. Jika saja maki dan papi tidak datang kesini mereka pasti masih hidup sekarang.

Aku baru bisa sampai Indonesia keesokan harinya, karena kosongnya penerbangan hari itu. Sampai dirumah, aku tidak mendapati mami. Mereka semua menunjukan makam mami padaku.

Ketika sampai disana, aku hanya bisa menangis keras dan terisak. Aku memeluk batu nisan milik mami dan meminta mami bangun. Aku masih belum membanggakan mami ataupun meminta maaf atas semua kesalahanku, bagaimana bisa mami pergi meninggalkanku.

"Harusnya mami nggak usah jemput aku. Harusnya mami nggak usah sok dateng mau ke Australia. Kalau mami nggak dateng, mami pasti masih hidup sekarang. Mami ... bangun mami. Asrin sayang sama mami. Asrin udah pulang. Maaf mami. Maaf, Asrin nggak bakal nakal lagi ataupun bantah mami. Asrin bakal turutin kemauan mami. Asrin bakal belajar ngaji dan tutup aurat. Asrin juga bakal rujuk dan patuh sama perintah Mas Mahen. Asrin minta maaf mami.... Asrin mohon bangun...,"

Semua orang memelukku. Terutama adik-adik mami. Mereka menyuruhku sabar sementara yang lain menyuruhku untuk istighfar. Aku tidak bisa melakukannya. Aku mau mami bangun. Aku mau mami memelukku atau bahkan memarahiku alih-alih pergi meninggalkanku seperti sekarang.

Dan seperti kemarin. Aku sudah tak ingat apapun lagi.

Dan ketika bangun, aku langsung menangis kembali. Para sepupuku mencoba menghiburku, sampai salah satunya mengatakan tentang papi.

Aku langsung teringat tentang papi yang koma dan meminta di antar ke rumah sakit tempat papi di rawat. Saat ini, aku takut. Aku sangat takut jika papi tiba-tiba pergi meninggalkanku juga.

Sepupuku langsung setuju untuk mengantarku. Namun, Mahen yang tak sengaja berpapasan denganku atau lebih tepatnya ia yang hendak menemui ku langsung bertanya aku hendak pergi kemana.

"Aku mau ke papi,"

"Sekarang? Lebih baik besok aja. Kamu istirahat dulu. Kamu belom makan loh dari kemarin. Aku kha-"

"Mas udah deh. Mas itu nggak ngerti apa yang aku rasain! Aku nggak laper. Aku mau ke mau ke papi sekarang!" bentakku kasar.

"Ya tapi kamu makan dulu ya, nanti kamu sakit,"

"Mas ngerti nggak sih kalau aku tuh lagi berduka. Aku nggak mood makan. Ayo, abaikan aja dia," omelku lagi.

Aku tak peduli tentang perasaan Mahen. Saat itu yang aku pikirkan adalah papi. Aku tidak mau kehilangan papi seperti aku kehilangan mami.

Di tengah jalan, Alex berhenti untuk membeli roti dan air putih dingin. Dia memaksaku untuk memakan makanan itu sekarang atau aku tidak akan pernah melihat papi lagi. Akhirnya mau tak mau aku memakan roti tersebut meski sebenarnya menahan mual.

Alex hanya memperhatikanku sekilas.

Dan ketika sampai di rumah sakit, aku langsung mencari ruangan papi dan masuk kedalam. Melihat kondisi papi, aku hanya bisa menangis kembali.

Aku tidak tau sudah berapa banyak air mata yang aku jatuhkan, tapi yang jelas aku sangat tidak kuat melihat kondisi papi. Aku langsung duduk didekatnya dan menyentuh tangannya erat.

Papi ... Papi, aku mohon. Aku mohon agar papi segera bangun.

***

Pada akhirnya, setelah duduk disana kurang lebih tiga jam, aku langsung jatuh pingsan. Aku mengalami dehidrasi dan anemia yang mengharuskanku untuk dirawat.

Keluarga besarku memarahiku yang tidak menjaga kesehatan. Aku mengabaikan mereka. Bahkan nekat melepas infus hanya untuk melihat papaku.

Aku takut. Aku sangat takut jika papi pergi meninggalkanku. Karena itu, aku harus ada disana. Aku sudah tidak melihat mami ketika ia tiada. Dan aku juga tidak mau mengabaikan papi sekarang.

"Terus mau kamu gimana hah? Kamu pikir Kak Jafar bakal seneng lihat kamu kayak gini?"

"Istirahat As. Om bilang ke kamu, istirahat sekarang! Jangan nekat!"

"Nggak mau om! Aku mau lihat papi! Aku nggak mau papi ikut pergi ninggalin aku! Aku mau ada disana!"

"Tapi pikirin kondisi kamu juga! Sampai kapan kamu mau buat orang tuamu khawatir karena tingkahmu itu?" bentak Devano. Adik Jafar.

Aku diam dengan air mata yang menetes.

"Biar aku yang jagain papi. Nanti kalau ada apa-apa sama papi aku bakal langsung bilang ke kamu," kata Mahendra lembut.

"Dengerin om kamu ya, kamu dirawat dulu disini. Kalau nanti udah baikan kamu jenguk papi lagi," lanjutnya lagi.

"Kamu juga harus jaga kesehatan, kasihan papi kalau beliau bangun dan lihat kamu sakit,"

Aku diam mendengarnya.

"Istirahat dulu ya,"

Aku menganguk akhirnya.

Sembari menahan isakku, Aku menggenggam kemejanya erat.

"Langsung bilang ke aku, kalau ada apa-apa sama papi," pintaku.

"Iya. Aku bakal bilang ke kamu,"

Setelah mengucap itu, aku langsung kembali tidur.

Mahendra menatapku cukup lama sebelum keluar. Sepertinya ia hendak memelukku namun mengurungkan niatnya karena banyaknya orang disini.

Aku tau Mahendra orang seperti apa. Dia bukanlah orang yang suka mengumbar kemesraan. Selain itu, dia juga masih saja gugup hanya sekedar menyentuhku.

Aku menutup mataku dan mencoba istirahat. Bukannya aku tidak tau kekhawatiran mereka ataupun Mahen. Aku tau. Tapi aku juga khawatir. Aku takut jika papi akan pergi meninggalkanku seperti mami.

Dan seolah tuhan tak memihakku kembali. Lagi-lagi pagi ini aku mendapat kabar yang tak baik. Keadaan papi semakin turun setiap harinya. Dan, tepat tiga hari setelah mami meninggal, papi menyusulnya tepat di jam delapan pagi.

Aku hanya bisa terdiam lesu dan tak memiliki tenaga. Aku tidak tau dan tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Aku bahkan belum berbicara dengan papi ataupun meminta maaf secara langsung. Tapi kenapa? Kenapa papi juga ikut meninggalkanku?

Apa mereka marah?

Apa kalian marah karena aku pergi dari rumah dulu?

Jika begitu, aku minta maaf. Aku minta maaf papi. Aku minta maaf mami. Aku salah. Aku minta maaf karena itu, tolonglah bangun. Aku mohon. Aku mohon, bangun papi. Aku minta maaf.

"Asrin janji, Asrin bakal turutin semua kemauan papi. Karena itu, jangan tinggalin Asrin sendirian. Asrin takut. Asrin tidak punya siapa-siapa selain papi. Asrin belum sempet bahagiain papi. Asrin mohon Pi .... Bangun. Jangan tinggalin Asrin, asrin minta maaf," isakku dengan memeluk jasad papi erat.



JOURNEY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang