Chapter 13

359 36 8
                                    

Satu minggu kemudian.

"Kak Chris, aaaaaum." Ino melayangkan sesendok bubur di depan mulut Chris. "Buka mulut Kak! Aaaaum!"

"Aku bisa makan sendiri, No. Suaramu malah kayak kucing." Chris yang malu malah memalingkan wajahnya. Selang infus masih menempel di tangan kirinya, mengikat raganya di ranjang rumah sakit.

"Kan selama kemarin aku nggak bisa makan, Kak Chris juga bantuin nyuapin aku. Sekarang gantian aku yang nyuapin Kakak. Kak, aaaaaumm."

Chris akhirnya hanya mengalah dan membuka mulutnya. Selama satu minggu ini, Ino memang selalu datang setiap hari sehabis kuliah untuk merawatnya.

"Nah udah habis!" Ino membereskan mangkuk bubur yang sudah kosong itu. "Sekarang Kakak tidur, ya."

"Kok malah kamu jadi kayak yang lebih tua?"

"Pokoknya selama Kak Chris sakit, anggap aja aku keluarganya Kakak."

Chris tertawa dan acak gemas rambut lelaki di sampingnya itu. "Iya, Inooo."

Demi Tuhan, Chris bersyukur ia masih diberi kesempatan hidup. Ia bersyukur diberi kesempatan melihat sisi diri Ino yang entah kenapa menjadi menggemaskan hanya saat bersama dengan Chris.

Padahal Ino kalau sama orang lain dia kayak kucing mau nggigit atau kucing yang ketakutan. Kalau sama aku jadi kayak bayi.

Tuk tuk.

Tangan Chris menepuk ruang kosong di ranjangnya. "Temenin Kakak tidur, sini."

"Temenin?"

"Aku nggak bisa tidur akhir-akhir ini." Chris melihat ke arah lain, berusaha menyembunyikan kebohongannya.

"A-ah iya!"

Ino langsung naik ke bagian kosong ranjang rumah sakit itu, dengan berhati-hati duduk di samping Chris agar tidak mengenai selang infus.

"Kak Chris sulit tidur? Mau aku dongengin?"

"Haha memangnya aku anak kecil?" Chris memeluk Ino yang kini berbaring di sampingnya. Ia benci ketika belum sembuh kemarin ia tidak bisa memeluk Ino sama sekali, namun kini Chris senang luka-lukanya sudah mulai membaik dan tak begitu sakit.

"Pada suatu hari..." Ino memulai ceritanya tanpa diminta. "Hiduplah seekor kucing kecil yang lucu."

Chris akhirnya pasrah dan menggeser kepalanya agar bisa mendengar cerita Ino. Yang penting Ino-nya senang.

Ino-nya.

"Kucing kecil itu dulunya sangat bahagia dan punya banyak teman." lanjut Ino lagi. "Suatu hari dia beranjak dewasa, dia harus dilepas ke dalam rimba oleh keluarganya. Semua hewan di hutan, masuk ke rimba itu untuk berlomba-lomba jadi penguasa hutan."

"Oh ya? Kucing kecil itu mau jadi penguasa hutan kah?" Ia curi kesempatan mencium dahi Ino, dan hidung Chris tak henti-hentinya kecup kepalanya. Wangi. Wangi rambut Ino yang sangat dirindukannya.

"Enggak. Kucing kecil itu... Dia nggak tertarik dengan hal-hal itu. Dia cuma tertarik mencari satu hal yang masih menjadi mitos, yaitu kebahagiaan."

Ino mengusap tangan Chris yang terbalut perban. "Semakin masuk ke dalam rimba, satu persatu teman dan keluarganya meninggalkan dia sendirian. Kucing itu disiksa oleh gigitan banyak hewan buas di hutan itu, tapi tidak ada yang peduli dengannya. Kucing itu harus bertahan sendirian, setiap dia mengeluh, hewan lain akan memaki dia sebagai kucing lemah.

Tubuh kucing itu penuh luka, tapi dia tidak bisa mati... Kini dia sudah tidak kuat berjalan lagi. Akhirnya hari itu dia memutuskan untuk melompat ke sungai buaya. Tapi kemudian seekor serigala tiba-tiba datang menyelamatkannya.

Porcelain ✔️ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang