06. LANGIT DAN TATAPAN TEDUHNYA

508 34 2
                                    

Vote ya☔💜

TENTANG LANGIT

Langit memandang teduh beberapa gumpalan awan yang terlihat bergerak sangat pelan pada satu titik lintasan. Tangannya masih setia bertumpu pada pembatas balkon kamar. Udara dingin seperti menjadi hal biasa bagi tubuhnya. Cahaya bulan yang begitu terang membuatnya betah berlama-lama di luar.

Bibir tipisnya sedikit melengkung ke atas. Langit malam adalah cara terbaik untuk mengobati rasa rindu yang menggebu dalam raganya.

"Langit, aku izin keluar bentar, mau beli cemilan. Bay."

Langit tidak membalas, matanya masih asik menatap lurus ke atas, tidak merasa sakit sedikitpun karena posisi itu.

Pandangannya turun menyapu halaman rumah, matanya terus mengawasi gadis yang kini sudah benar-benar keluar gerbang rumah. Mau tidak mau, ia harus mengikuti gadis itu, takut terjadi sesuatu yang tidak pernah ia inginkan.

Langit masuk ke dalam kamar dan menarik jaket lalu berjalan tergesa menuruni anak tangga.

Sampai di jalan raya, langkahnya sedikit melambat ketika melihat gadis itu berada tidak jauh darinya. Sangat lambat, itu pikirnya.

Padahal ia sudah berjalan begitu lambat, tapi tetap saja langkahnya dapat membawanya berada tepat di belakang gadis tersebut.

Merasa ada yang berjalan di belakangnya, Jingga memutar badannya was-was. Tapi, bukannya preman yang ia dapati, justru lelaki dengan hoodie hitam serta tatapan datar.

"Eh, mau ke mana, Lang?"

"Jalan-jalan."

"Kok jalan-jalan di belakang aku? Mau temenin aku ya?"

Langit meraup wajah gadis tersebut dengan tangan kanannya. "Bawel."

Jingga menatap Langit kesal, badannya kembali menghadap ke depan dan berjalan tergesa-gesa.

"Kenapa gak pakai jaket?" tanya Langit ketika menyadari bahwa Jingga hanya menggunakan baju kaos lengan panjang serta jeans sebatas betis.

"Cuman dekat kok."

"Tapi tetap saja dingin, kan?"

Jingga menggeleng, "Nggak dingin."

"Terserah."

Balasan dari Langit membuat Jingga menoleh dengan tatapan murka. "Kok kamu bilang terserah? Kamu gak boleh bilang kata itu, itu cuman buat perempuan, Langit. Gak cocok di kamu!" katanya dengan nada marah.

Langit menghela nafas pelan, kenapa semakin hari gadis ini semakin cerewet saja. "Oke, gak lagi." Langit memilih pasrah. Ia sedikit lega ketika melihat tempat membeli cemilan langganan Jingga sudah di depan mata.

Jingga melangkah riang, ia mengabaikan Langit yang terus saja mengikuti ke mana langkahnya.

"Ada uang?" tanya Langit ketika gadis tersebut sudah bersiap melangkah ke meja kasir.

Jingga mengangguk cepat, "Ada. Buket bunga yang aku buat laku."

Langit tersenyum, ia menyerahkan dompetnya pada Jingga, "Uangnya simpan aja, pakai ini."

TENTANG LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang