16. BAHAGIA SELALU JINGGA

410 27 3
                                    

TENTANG LANGIT

"Pacaran sama Langit, heh?!"

Jingga yang sedang mencuci tangan menoleh ke samping. Tangannya menutup keran, dan beranjak pergi. Tapi kemudian tarikan di bahunya membuat langkahnya berhenti.

"Gue gak ada urusan sama lo, Rinai." Jingga menatap tangan itu, lalu menghempaskannya. Setelah tragedi perkelahian di kantin itu, keduanya tidak pernah bertemu. Rinai seperti menghindarinya. Lalu sekarang dia muncul dengan amarah yang terpampang rapi di kelopak matanya.

"Tapi gue ada."

"Gue gak ada waktu."

Ucapan Jingga membuat amarah yang berkobar semakin bertambah. Jingga hampir memekik ketika rambutnya ditarik paksa. Pita di rambut belakangnya terhempas jauh.

"Gak usah belagu lo!" seru Rinai tanpa melepas tarikannya.

Jingga mendorong tubuh itu, ketika tarikan di rambutnya terlepas, Jingga berjalan memungut pitanya yang baru saja diberikan Langit untuknya. Lalu tatapan matanya mengarah pada Rinai dengan tajam. "Lo mau apa lagi sih!" Jingga muak dengan siswi bernama Rinai itu. Kenapa dia selalu mengusik orang yang bahkan tidak pernah mengusiknya.

"Putusin Langit!" seru Rinai menggebu-gebu.

Jingga memiringkan kepalanya tidak mengerti. Lalu senyum tipis terbit di bibirnya. "Putusin Langit ya? Sayangnya gue gak mau. Kenapa gak lo suruh Langit aja yang putusin gue?" tanyanya dengan tampang datar yang disengaja.

"Lo mau main-main sama gue?" Rinai mengeram, tapi kemudian tersenyum lebar, dia mirip psikopat. Belum sampai di sana, Rinai bertepuk tangan, pintu toilet tiba-tiba terbuka, menampakkan dua antek-anteknya dengan senyuman yang sama.

Jingga tidak paham, tapi dia juga cukup sadar bahwa saat ini dirinya dalam bahaya.

"Lo bawa ponsel, kan? Telfon Langit dan putusin dia sekarang juga."

Jingga menggeleng. "Sampai kapanpun gak akan pernah."

"Kayaknya lo beneran mau main-main sama gue, Jingga Anagata!" murkanya.

Jingga tidak terpancing sama sekali. Tangannya bahkan sudah dipegang oleh antek-antek Rinai.

"Lo suka Langit ya? Tapi kayaknya Langit gak suka sama l--" Ucapan Jingga belum selesai ketika air seember disiram tepat di depan wajahnya.

Rinai menggila, tangannya dengan enteng menampar wajah Jingga yang terlihat menyebalkan di matanya sedari dulu. "Kapan lo sadar hah! Kapan lo sadar kalau Langit cuman kasian sama lo!" Betapa inginnya dia membunuh gadis di depannya itu. Langit tidak pernah meliriknya hanya karena Jingga. Langit tidak pernah mau berbicara dengannya, semuanya karena Jingga.

Keadaan Jingga sudah kacau. Rambutnya tidak serapi tadi. Wajahnya memerah, bahkan sudut bibirnya terluka. Matanya membelalak ketika melihat Rinai mengeluarkan pisau dari balik baju seragamnya.

"Asal lo tahu, Jingga. Dari dulu gue pengen banget bunuh lo, tapi selalu ada yang halangin. Nyesel gue dulu kenapa gak langsung tusuk perut lo aja."

"Kenapa lo pengen banget gue mati?" Jingga bertanya dengan nada rendah, tenaganya sudah habis. Sebenarnya Rinai tidak perlu membunuhnya dengan pisau, cukup tendang perutnya saja, dia akan habis.

TENTANG LANGITWhere stories live. Discover now