Part 27 (end)

509 19 1
                                    

Seandainya aku tidak pernah menikah dengan Pasha, apakah akhirnya akan berbeda? Apakah persahabatan kami masih setulus saat itu? Tidak akankah terbersit di benak Rieke untuk mengkhianati persahabatan yang kami bangun berdua?

Tapi, kenapa mesti Pasha? Sementara Rieke tahu laki-laki itu adalah suamiku, meskipun pernikahan kami hanya sebatas hitam di atas putih. Kenapa selalu berharap aku mengakhiri pernikahanku suatu hari nanti? Kenapa tidak berharap aku bahagia seperti dalam film atau novel romansa? Apa ia membenciku? Atau membenci apa yang kumiliki?

Semua jawaban yang kuinginkan telah terkubur di dalam tanah. Mustahil untuk bisa menemukannya. Aku juga sudah tidak berharap untuk bisa mengetahuinya. Biarlah jawaban-jawaban itu terpendam di dalam tanah bersama jasad Rieke.

Sudah saatnya melepaskan semua hal tentang Rieke dan persahabatan kami. Bagaimanapun juga aku mesti melanjutkan hidup. Tapi aku tidak akan mencari persahabatan lain. Tidak masalah memiliki beberapa teman, tapi tidak untuk sahabat.

"Maaf, menunggu lama. Tadi antreannya panjang."

Pasha menerobos masuk ke dalam kamarku tanpa permisi dan ia telah berhasil menggoyahkan lamunanku. Laki-laki itu tampak tergopoh-gopoh dengan membawa sebuah kresek hitam di tangan kanannya. Rambut dan kedua pundaknya terlihat sedikit basah. Suara hujan juga masih terdengar hingga detik ini.

"Kamu kehujanan?"

"Nggak pa pa, cuma sedikit, kok."

"Bagaimana kalau kamu sakit nanti?" Sejak saat itu, aku berpikir jika Pasha merupakan tipe orang yang rentan terhadap penyakit. Buktinya kelelahan bisa membuat kondisinya menurun.

"Nggak pa pa, Za." Bukannya pergi berganti pakaian atau mengeringkan rambut, Pasha malah bersikeras jika ia baik-baik saja.

"Kamu ganti pakaian dulu, gih," suruhku setengah memaksa. Kalau ia sakit, bukan Pasha saja yang repot, tapi aku juga akan kena imbasnya.

"Baiklah, kalau begitu aku ganti pakaian dulu." Tanpa perlawanan akhirnya Pasha bersedia menuruti permintaanku.

Dan laki-laki itu kembali ke kamarku sepuluh menit kemudian. Ia telah berganti pakaian dan rambutnya juga telah dikeringkan.

Pasha membeli dua porsi soto ayam untuk kami berdua. Ia bilang makanan itu cocok dimakan di saat hujan seperti sekarang. Lagipula penjual soto ayam itu berjualan tidak jauh dari komplek perumahan yang kami tinggali.

"Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" Laki-laki itu bertanya padaku setelah kami selesai dengan mangkuk soto ayam masing-masing. Milik Pasha telah tandas seluruhnya, sementara kepunyaanku masih tersisa sedikit dan aku sudah menyerah untuk menghabiskannya.

Sesungguhnya aku malu untuk mengakuinya, tapi berkat Pasha aku merasa jauh lebih baik saat ini.

"Ya," anggukku pelan.

"Tapi kamu harus tetap minum obat. Sebentar aku ambilkan air minum ... "

"Sha!" Aku menyerukan nama Pasha sebelum laki-laki itu sempat mengayunkan langkah setelah mengangkat tubuh dari atas kursi. 

"Ya? Kamu butuh sesuatu yang lain?"

"Apa kita bisa membatalkan semua kesepakatan yang sudah kita buat sebelumnya?" tanyaku dengan tatapan lurus ke arah Pasha. Sejujurnya aku merasa ragu untuk bertanya, tapi keinginanku terlalu kuat sehingga bisa mengalahkan keraguan itu.

Tubuh laki-laki itu terlihat membeku, tapi tidak lama. Sejurus kemudian Pasha menurunkan tubuhnya lantas duduk ke tempatnya semula.

"Ya," balasnya terlihat yakin.

"Apa kita bisa memulai hidup yang baru seperti pasangan pengantin yang lain?" Aku bertanya kembali. 

"Tentu saja."

"Bisakah kita saling melengkapi satu sama lain dan membina rumah tangga yang bahagia hingga maut memisahkan?"

Kepala Pasha mengangguk. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.

"Ya. Kita bisa memulai semuanya dari awal lagi, seolah-olah kita baru menikah hari ini."

Sungguh melegakan mendengar jawaban Pasha. Terlebih ketika laki-laki itu menarik tubuhku ke dalam dekapannya yang sehangat sinar matahari pagi.

Aku tidak menyimpan dendam pada Rieke. Aku telah memaafkannya sejak awal. Namun, aku hanya ingin mematahkan harapannya. Aku akan mempertahankan pernikahanku sampai kapanpun. Bukan untuk keberlangsungan hidup ribuan karyawan Papa saja, tapi juga demi kebahagiaanku sendiri.

        **** The End ****

           12 Oktober 2023

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Let Love Come To Us (End)Where stories live. Discover now