Chapter VII

236 108 27
                                    

Happy Reading
♡⁠‿⁠♡

"Jika bukan IBU. Apakah aku kuat?"

Tok tok tok...

Bunyi ketukan pintu kamar Nasya.

"Sayang.....?"

"Iya Bunda, masuk aja?" respon Nasya menanggapi panggilan bundanya. Suara lembut yang selalu ia dengar memberikan kenyamanan setiap harinya.

"Jangan belajar terlalu lama. Tubuh juga butuh istirahat sayang" ucapnya mengingatkan sembari berjalan mendekati putrinya dan hanya dibalas senyum dengan anggukan kepala.

"Bunda belum tidur?" tanya Nasya melihat bundanya tidak seperti biasa.

Seharusnya sudah istirahat sejak tadi. Namun jam sudah menunjukkan 11:00 malam belum ada tanda-tanda bundanya akan tidur.

"Belum ngantuk. Mungkin sebentar lagi. Kamu yang harusnya sudah istirahat sayang"  ucapnya agar Nasya juga harus mengutamakan kesehatannya juga.

"Karena ayah nggak ada yah? Makanya belum tidur? Kalau bunda mau. Nasya bisa temanin  bunda kok" kata Nasya antusias melontarkan senyuman.

"Bukan karena ayah nggak ada, memang belum ngantuk. Bunda cuma mau nemanin kamu belajar" Ucap Nia sambil mengelus lembut rambut putrinya.

Belajar apa sayang? Tanya Nia mengalihkan pembicaraan mereka.

"Ini lagi ngerjain soal latihan Kimia. Soalnya mau olimpiade bulan depan." Balasnya menjelaskan.

"Oww kamu mewakili sekolah? Tanya Nia setelah mengetahui putrinya akan ikut olimpiade

"Iyaa Bunda. Doain yah"

"Iyaa Sayangg" sambil mengelus-elus rambut Nasya dengan lembut.

Satu jam yang lalu......

"Loh bunda nggak ikut ayah?" tanya Nasya bingung setelah tiba di rumah sore itu. Biasanya ketika ayahnya pergi ke manapun, pasti bundanya ikut.

Namun hari itu dirinya bingung karena ayahnya berangkat sendiri.

"Nggak sayang. Ayah kamu nggak lama disana jadi bunda memilih untuk tetap di rumah sama kamu." Balasnya melontarkan senyuman tulus pada putrinya.

Done......

"Bunda?"

"Hmmm"

"Jam segini kalau makan nasi goreng boleh?"
Tanya Nasya dengan kalimat penuh kewaspadaan namun tersenyum manja terlihat ada maksud dibalik kalimat ini.

"Bunda nggak keberatan kalau kamu mau bunda buatin" jawaban Ibu Nia membuat putrinya tersenyum puas seakan sudah tau maksud dari pertanyaan putrinya.

Sepuluh menit kemudian.......

"Nih! bunda udah buatin nasi goreng kesukaan kamu" sambil menyodorkan piring yang sudah berisi nasi goreng dan telur mata sapi ke arah putrinya.

"Waahhh Daebakk!! Makasihh BUNDA KU YANG PALING CANTIK" ucapnya penuh kegirangan.

Dirinya tersenyum puas melihat reaksi putrinya. Dalam hatinya ia merasa sangat beruntung memiliki seorang anak gadis yang begitu mencintai dirinya sebagai seorang ibu.

"Makasih sayang karena kamu anak pertama yang membuat bunda menjadi seorang ibu" lirihnya pelan tak didengar oleh Nasya. Walau seharusnya kalimat itu diutarakan untuk putrinya.

"Kenapa Bun?" tanya Nasya seperti mendengar suara bundanya bicara lagi.

"Nggak...." jawabnya seakan tersadar dari lamunan.

"Sebelum makan rapikan dulu buku-bukunya. Anak cewek nggak boleh berantakan. Ingat?!" Ucap Nia sembari mengingatkan putrinya agar tetap rapi.

Nasya membalas senyum penuh semangat, "siap Bunda" balasnya dengan tangan di ujung alis seakan-akan memberikan tanda hormat.

Sambil menikmati nasi gorengnya. Nia terus menatap putrinya tak berpaling ke lain tempat. Dengan wajah yang penuh ketenangan ia seperti memikirkan banyak hal tak diketahui oleh putrinya.

"Kamu sayang sama ayah?," tanya Nia membuat Nasya menoleh.

Nasya sedikit menggerakkan tubuhnya, menoleh ke kiri menghadap ke arah bundanya, seketika Nasya memegang tangan Nia "Nasya.....bangga punya ayah, Nasya juga bangga punya ibu. Emang ada? anak di dunia ini yang nggak bersyukur punya orang tua kayak ayah dan bunda?"

Senyum Nasya menular melukiskan senyum penuh arti di wajah bundanya.

"Sayang...." Jeda sejenak. Menatap kedua mata putrinya.

"Kamu kalau lagi ada masalah suatu saat. Yang mungkin...... menurut kamu itu sangat berat.  Biarin aja air mata kamu jatuh sesukanya. Karena memang air mata juga bisa membuat kamu kuat"

"Bunda ada-ada aja deh... sejak kapan seorang Renasya Aurora ini lemah. Kekehnya.

"Lagian kenapa bunda ngomong gitu sih?" tanya Nasya penasaran.

"Bunda cuma nggak mau kamu lemah"

"Nasya bukan orang lemah bunda. Kuatnya Nasya melebihi.._"

DRRRRTTT.........

Belum selesai dengan kalimatnya. Panggilan masuk membuat Nasya harus mencari keberadaan handphonenya.

"Prita Bun. Nasya angkat dulu" katanya sembari meminta ijin.

"Yah sudah.... angkat aja Bunda juga mau ke kamar. Bunda tinggal yah?" Ucapnya sambil mengambil gelas dan piring yang sudah kosong di samping Nasya. Terlihat nasi goreng yang tadi di makan sudah dihabiskan.

_Dalam panggilan_

"Kenapa Prita?"

"Aku sakit Sya....besok nggak bisa masuk"

"Ha!! Sakit apa? Perasaan tadi baik-baik aja di sekolah?

"Nggak tau tiba-tiba panas aja"

"Yang jadi pertanyaan kenapa jam begini belum istirahat? Padahal lagi sakit"

"Kan telfon kamu buat bantu minta ijin di sekolah"

"Yah harusnya dari tadi Prita!"

"Sakitnya juga barusan BEGO!!"

"Ih kasian....semoga bukan akting yah"

"Terserah ANDA mau percaya atau tidak"

"Yaudah istirahat sekarang! Jangan natap layar Hp lagi. banyak minum air putih dan ingat...._

"Jadi pembantu aku aja Sya, biar sekalian"

"Ih ogah"

"Yakin nggak mau jadi pembantu?"

"Iuhhh nggak sudi aku. Mendingan kamu istirahat deeh!!"

"Bawel. Bangettt sih"

"KALAU NGGAK BAWEL BUKAN SAHABAT NAMANYA!!"

"aku lagi sakit Sya jangan ngegas sama orang sakit"

"Orang sakit istirahat bukan ajak debat tengah malam"

"Yaudah bye"

Panggilan di matikan sepihak.

"Huffff ada ada aja nih anak" gerutu Nasya yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Thankyou Readers

Aurora (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora