38 - Pertemuan

20 0 0
                                    

"Apa itu, Yang?" tanya Tina—istri Kasman—sekembalinya dari dalam mengambil tambahan camilan. Dia meletakkan stoples kacang telur di tengah-tengah meja dan kembali duduk di samping sang suami.

"Oh ya, Yang, kamu kenal orang ini nggak?"

Tina memiringkan badan untuk melihat sketsa yang ditunjukkan suaminya. Sejenak kemudian dia menggeleng.

"Tuh, kan, istri saya aja yang asli sini nggak tahu. Karena pas orang ini masih muda pasti istri saya belum lahir."

Tina tampak tidak paham. Dia buru-buru menyela sambil memegang lengan suaminya. "Loh, maksudnya gimana, Yang?"

"Sebenarnya orang yang mereka cari ini seumuran Nenek," Kasman menatap sekilas ke arah Nenek Muti yang sedari tadi hanya menunduk dan diam, "tapi ini sketsanya waktu muda."

Tina manggut-manggut. "Kenapa nggak kita coba tanyain ke Nenek Ima? Barangkali dia kenal." Yang Tina maksud adalah neneknya.

"Nah." Netra Kasman melebar antusias. Itu benar-benar ide yang bagus, dan entah kenapa dia tidak kepikiran.

Kinar menatap pasangan suami istri itu bergantian sambil harap-harap cemas. Semoga mereka benar-benar bisa membantu. Sayuti harus ketemu. Karena setelah hari ini, belum tentu Nenek Muti mau diajak ke sini lagi.

"Kita jalan sekarang atau gimana?" Kasman menatap tamu-tamunya bergantian.

"Sekarang aja, Om. Biar nggak kelamaan pulangnya. Kasihan Nenek." Sekali lagi Kinar menyentuh paha Nenek Muti. "Besok saya dan Arya juga harus balik kerja soalnya."

"Ya udah, kita ke rumah mertua saya sekarang."

Kinar membantu Tina membereskan meja terlebih dahulu sebelum berangkat.

Rumah mertua Kasman hanya berjarak beberapa rumah dari rumahnya. Mereka cukup jalan kaki. Kinar senantiasa menggandeng tangan Nenek Muti dan menanyakan apakah dia baik-baik saja.

Karena itu rumah masa kecilnya, Tina main langsung masuk saja. Dia bertemu Ibunya di ruang tengah dan langsung menjelaskan di depan ada siapa dan apa tujuan mereka.

Ibu Tina langsung keluar menyambut tamunya dengan hangat. Dia bermaksud menyuguhkan minuman, tapi Kinar buru-buru mencegah sambil menjelaskan dengan sopan bahwa barusan mereka sudah. Sungguh, Kinar tidak menyangka akan melibatkan banyak orang begini. Dia jadi tidak enak.

Setelah paham maksud tamunya, Ibu Tina langsung ke dalam untuk memanggil Nenek Ima. Beberapa saat kemudian dia kembali bersama Nenek Ima.

Nenek Ima langsung tersenyum hangat. Wajah kisutnya terlihat ceria. Hanya saja dia harus dipegangi karena langkahnya tidak begitu stabil.

Nenek Ima didudukkan di samping Kasman.

"Apa kabar, Nek?" tanya Kasman basa-basi.

"Kamu pasti ada maunya, kan? Tidak biasanya kamu punya waktu untuk nengokin Nenek."

"Kan, Kasman sibuk kerja buat bahagiain cucu Nenek."

Mereka terkekeh.

Yang lain ikut senyum-senyum melihat interaksi mereka. Sepertinya Nenek Ima ini tipe-tipe penghidup tongkrongan semasa muda dulu.

"Jadi gini, Nek, mereka ini datang jauh-jauh dari Makassar untuk menemui orang ini." Kasman menunjukkan sketsanya. "Nenek kenal nggak?"

Nenek Ima mengambil alih sketsa itu, memperhatikannya dengan mata menyipit. Namun, beberapa saat kemudian dia mengembalikan sketsa itu. "Nenek nggak kenal," katanya sambil menggeleng.

"Coba diingat-ingat lagi, Nek." Tina menyela.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Kinar bersama meja ajaib itu, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Jodohku Tertinggal di Tahun 1972Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang