CHAPTER 42

762 59 8
                                    

Ponselnya mati, uang pun tidak punya. Arbass dan Abyan sudah pulang lebih dulu karena dia yang meminta, tentu tak ada jemputan dari Ardon yang pergi dinas bersama Dino atau supir sebab tentu saja ia tak meminta.

Ingin meminta tolong pada Jeromi atau Jahfi mereka juga sudah pulang lebih dulu. Arjoan dan Daven masih tak sekolah juga. Jadinya, di sinilah Geiry berada. Duduk di halte sembari merenung. Entah apa yang harus dilakukan sebab anehnya tak ada satupun taksi yang lewat. Naik angkot? Mohon maaf saja, tapi dirinya sama sekali tak mengerti dan tak tahu angkot mana yang harus ia naiki agar tiba di Mansion Dino.

Bagaimanapun juga, entah sebagai wujud Avesya yang dahulu atau yang sekarang, dia benar-benar tak mengerti. Seumur hidupnya, Geiry tak pernah menaiki angkot.

Gadis itu mendesah kasar, melirik langit yang mendung dengan ekspresi kesal apalagi setelahnya tetesan air mulai turun dari langit.

Geiry menggelengkan kepala, pasrah. Mungkin saja Arbass akan menjemputnya karena ia tak pulang-pulang.

Gadis itu terus melamun hingga ia mendengar suara motor yang berhenti di depannya, si pengendara membuka kaca helm- nya, menatap Geiry dengan mata yang terkesan lembut nan tajam disaat bersamaan itu. Geiry jelas mengenali.

"Esya, kan?" Dia sedikit berteriak sebab suaranya teredam helm, suara hujan dan suara kendaraan yang berlalu-lalang.

Geiry menganggukkan kepala.

Orang itu, Keir, membuka helmnya membuat rambut dan wajahnya langsung saja terguyur hujan yang deras.

"Kenapa masih di sini, nungguin siapa?"

"Enggak nungguin siapa-siapa, gue ..." Geiry terdiam sejenak, "gue gak ada duit buat balik."

Keir terkekeh kecil sembari menyugar rambut basahnya, sejenak membuat Geiry merasa Dejavu. Gadis itu segera menggelengkan kepala mencoba menepis perasaannya.

"Kenapa geleng-geleng? Ayok naek, gue anterin pulang."

Ragu, namun akhirnya Geiry naik ke atas jok motor Keir.

"Kita ujan-ujanan, ya?" tanya Keir sambil kembali memakai helmnya.

..

Perjalanan berlangsung sedikit canggung, namun ada hal lain yang menyeruak di dadanya. Perasaan yang terasa familiar namun juga asing disaat yang sama, sebab bagi Geiry orang di depannya ini adalah sosok yang jelas berbeda. Ia menatap tangannya yang memegang pundak Keir dengan pandangan rumit, tak sadar lelaki itu mencuri pandang lewat kaca spion.

Keir berdeham lalu dengan suara lantang dia berkata, "laper, enggak?"

"Enggak." Geiry membalas, perempuan itu bergumam dengan perasaan tak karuan. "Gak tau."

Beberapa menit kemudian Keir menghentikan sepeda motornya di pinggir sebuah kedai eskrim lalu turun begitu saja dan memesan tanpa kata.

Geiry mengikuti, duduk di sebuah kursi sembari menatap punggung lelaki itu dengan perasaan rumit. Saat sebuah eskrim coklat terlihat di pandangan mata, Geiry menodongkan kepala pada si pemberi.

"Ujan, kenapa beli eskrim?" tanya Geiry.

Keir tersenyum kecil, "enggak tahu, cuma ini ngingetin gue sama seseorang. Jadi, mau enggak?"

Geiry menelan ludah lalu mengambil eskrim itu. "Iya," jawab gadis itu pelan.

Mereka berdua sama-sama duduk diam memandangi jalanan yang diguyur hujan sembari menikmati eskrim di kedai kecil itu.

"Kamu beneran manusia, kan?" tanya Geiry tiba-tiba.

Keir tersedak, "kamu?" Dia tertawa kecil.
"Tiba-tiba banget?"

Ia menoleh pada Geiry, tersenyum geli melihat jejak eskrim di sudut bibir gadis itu. Dia mengusapnya dengan ibu jari sembari berkata, "Princess, you're always like this when you eat ice cream, such a cutie."

Geiry terpaku, begitu pula Keir yang baru menyadari ucapannya. Mereka saling tatap dalam diam dengan suasana yang berubah aneh dan canggung.

Geiry ingin mengatakan sesuatu tetapi suaranya tercekat di tenggorokan, dia menatap Keir dengan wajah yang memucat, iris gadis itu menyorot tak percaya, berkaca-kaca entah mengapa.

Tak peduli pada eskrim yang mencair di telapak  tangan, Geiry tetap diam terkesiap.

"Gue--" Keir tergugu, mendapati respon seperti itu membuat berbagai macam pikiran muncul di kepala. Apakah ini sebuah harapan? Apakah hal itu mungkin?

Laki-laki itu menelan ludah, "Maaf." Pada akhirnya hanya itu yang bisa diucap.

Saat mendengar perkataan itu, Geiry segera melempar eksrimnya ke tong sampah, dia mengambil beberapa lembar tissue lalu membersihkan tangannya dengan itu.

Dia berdiri dengan canggung, tak mampu menatap Keir.

"Anterin pulang," kata gadis itu dengan canggung.


.....

Sebenarnya, apa yang Keir harapkan? Apa yang ia inginkan? Apakah dia benar-benar berpikir bahwa Avesya dan Geiry adalah orang yang sama? Atau respon gadis itu tadi hanya karena terkejut saja?

Keir tak mengerti, dia berdiri di bawah guyuran shower sembari menatap tubuhnya di pantulan cermin. Dia mendesah kasar lalu memyugar rambutnya, kembali menggosok tubuhnya dengan showerpuff mencoba mengalihkan diri dari perasaan yang campur aduk tak karuan teringat betapa canggungnya perjalanan ke rumah Geiry tadi.

Sementara di sisi lainnya Geiry yang sudah selesai mandi sedang berguling-guling di kasur dengan perasaan yang sama tak karuannya, terkejut, bahagia, khawatir, senang, dan tak menyangka, semua bercampur menjadi satu.

Dia tertawa tak jelas lalu berteriak keras, menenggelamkan wajah ke bantal kemudian kembali berteriak dan menendang udara.

Geiry berdiri, meloncat-loncat di atas kasur lalu menari seperti orang gila. Di ambang pintu Arbass dan Abyan mematung kaku memperhatikan, menonton dengan perasaan geli.

"Kamu kenapa Esya? Kerasukan apa?" tanya Arbass membuat gadis itu berhenti menari.

Dia menatap Arbass dengan pandangan menyalang, malu sekaligus kesal karena terpergok melakukan hal memalukan. Gadis itu melempar bantal tepat ke wajah Arbass.

"Pergi gak, lo?!"

"Shit," Arbass refleks mengumpat. "Kamu kenapa, Esya?" tanya lelaki itu terkejut.

Geiry tambah malu, dia berlari lalu mendorong kedua kakaknya dengan sekuat tenaga. Membanting pintu tepat di hadapan mereka lalu segera menguncinya.

Dia terdiam sejenak dengan nafas terengah-engah lalu berteriak dengan gembira, "KEIRRR!!!!!"

Melupakan fakta bahwa Arbass dan Abyan masih berada tepat di depan kamarnya.

Mereka berdua saling pandang dengan penuh arti.

"Anu, Kak .... Esya lagi jatuh cinta sama si Rakevlar yang koma itu?" tanya Abyan bingung.

Arbass hanya terdiam.

Penphilizzylla, 13 November 2023.
aku enggak bermaksud menghilang, aku sedang dalam masa pemulihan❤️
Dipublikasikan: 25 Mei 2024.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : May 25 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

THAT GIRL'S NOT ME Où les histoires vivent. Découvrez maintenant