28

101 7 5
                                    

"Jangan paksa perasaan seseorang yang rasa cintanya udah habis di orang lain."

* * * *

Nelly menatap putrinya bingung. Sejak pulang sekolah tadi gadis itu hanya termenung di sofa ruang tamu. Seragam putih abunya juga belum di ganti, sepatu hitamnya juga masih membungkus kedua kaki itu.

"Anak Bunda, kenapa?" wanita setengah baya itu duduk di sebelah putrinya, sembari meletakan segelas teh manis ke atas meja.

Zellin tersadar dari lamunannya. Segera mengukir senyum manis pada Bundanya. "Gak papa, Bun."

Zellin bersyukur keluarganya mulai utuh seperti yang ia inginkan. Tetapi masalah baru justru muncul, membuka luka baru di hatinya. Nyatanya gadis itu tidak baik-baik saja, mau kemarin, hari ini dan mungkin seterusnya jika harus menerima kenyataan bahwa ia dan Erlan harus berakhir. Hubungan yang belum pernah di mulai harus di akhiri, lucu sekali.

"Tadi pulang sama siapa?" Nelly bertanya.

"Sendiri,"

"Loh, gak di anter?" Zellin menggigit bibir bawahnya ragu, ingin dia sekali bertanya tentang perkataan Erlan tadi. Tentang perjodohan itu. Apakah benar? Dan mengapa keluarganya merahasiakan itu.

"Di anter siapa, Bun?" Zellin balik bertanya. Ia sengaja memancing, siapa tau Nelly akan memberitahunya atau tidak.

"Kemarin-kemarin 'kan kamu di anter Elvano," balas Nelly.

"Zellin gak mau deket Elvano lagi,"

Wajah Nelly sedikit berubah mendengar penuturan putrinya. "Kenapa? Bukannya dia itu baik banget sama kamu?"

"Iya baik, tapi Zellin gak mau deket sama dia lagi," sahut Zellin berupaya tetap mengontrol suaranya.

"Tapi kalau di lihat kalian cocok, dan kayaknya dia ada perasaan deh sama anak Bunda ini." Nelly tertawa pelan di akhir kalimatnya. Zellin tersenyum kecut sembari menggaruk pelipisnya. Mungkin apa yang di ucapkan oleh Erlan tadi benar, karena ucapan Nelly sejak tadi seolah-olah ingin Zellin terus dekat dengan Elvano.

"Zellin mau mandi dulu deh, gerah banget." gadis itu beranjak dari duduknya.

"Pakai baju yang cantik ya, mau ada acara malam ini," ujar Nelly.

Zellin refleks menghentikan langkahnya. Degup jantungnya mulai berpacu tidak normal.  "Acara apa, Bun?"

"Nanti juga kamu tau. Ya udah sana mandi biar makin cantik." Nelly tersenyum di akhir kalimatnya.

Gadis itu mendengus gusar. Menaruh tas sekolahnya ke atas meja lalu berbaring ke kasur. Ia tidak memikirkan soal acara itu, di benaknya kini hanya memikirkan Erlan. Entah kemana lelaki itu pergi sejak kejadian di rooftop tadi siang, semoga dia tidak berbuat hal aneh di luar sana.

"Kak Zellin," Zea masuk ke kamar Zellin tanpa aba-aba membuat sang empunya kamar terkejut. Segera ia menghapus air matanya yang mengalir tanpa di pinta.

"Lain kali kalau masuk kamar ketuk dulu," gerutu Zellin.

Zea menyengir. "Iya, maaf. Kak Zellin kenapa nangis?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kisah Untuk Erlangga  [On going]Where stories live. Discover now