Tiga

263 28 1
                                    

"Hujan deras ya, hm.." Seorang pria cantik nampak sedih saat melihat turun hujan. Saat ini ia sedang berdiri di depan perusahaannya sambil memperhatikan hujan turun yang sangat deras di sore hari ini.

Semua rekannya sudah pulang terlebih dahulu, kini tinggal ia seorang diri. Kebetulan, jarak rumah dan juga kantornya itu cukup jauh. Ia selalu menggunakan kendaraan umum, ia selalu berjalan ke stasiun BTS namun kali ini tidak memungkinkan untuk dirinya karena hujan yang sangat deras.

"Aku juga lupa membawa payung." Pria cantik itu nampak bosan sambil menghembuskan nafasnya, apalagi hari semakin sore. Tadi memang beberapa dari rekannya sempat untuk mengajaknya pulang bersama, namun ia tidak ingin merepotkan rekannya itu apalagi rumah mereka yang tidak sejalur, itu malah akan membuat dirinya tidak nyaman pada rekannya.

Suara rintik hujan akhirnya membuat dirinya melamun. Ia kembali teringat kejadian pagi dan siang tadi disaat bosnya bersikap tidak biasa padanya. Setahu dirinya, bosnya itu tipikal orang yang tidak peduli sekitar apalagi karyawannya. Yang ada ia selalu tegas pada para karyawannya itu, namun tadi bosnya itu memperlakukan dirinya sangatlah berbeda bahkan menciumnya.

Kedua pipi pria cantik itu seketika merona disaat ia mengingat bagaimana bosnya itu mencium bibirnya. Perlahan, ia menyentuh bibir indahnya dengan jemarinya. Meskipun kejadiannya sudah beberapa jam yang lalu, namun entah mengapa ia masih bisa merasakan ciuman dari bibir bosnya itu.

"Melamun disaat hujan deras, kau tidak takut hantu akan merasukimu?." Pria cantik itu terperanjat, bahkan ia hampir terjatuh saat mendengar suara baritone yang mengejutkannya.

"Berhati-hatilah." Ucapnya lagi sambil memegangi pinggangnya, pria itu menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.

Sepersekian detik akhirnya pria cantik itu tersadar dengan apa yang terjadi, yang kini memegangi dirinya adalah bosnya yang sempat masuk ke dalam lamunannya itu.

"Oh, pak.. Selamat sore." Ucapnya sopan, kemudian ia berusaha untuk berdiri dengan benar, ia merasa tidak nyaman saat bosnya itu memegangi dirinya. Bukannya ia tidak suka, hanya saja bosnya itu terlalu dekat. Jika harus jujur, sebenarnya pria cantik itu memang memiliki perasaan pada bosnya sendiri, jauh sebelum ia bertemu di perusahaan tersebut.

Jantungnya berdegup kencang, ia khawatir jika bosnya itu akan mendengarnya. Bosnya nampak menyunggingkan senyumnya, lalu ia melepaskan tangannya dari pria cantik itu.

"Kau belum pulang?." Tanyanya dengan penuh wibawa. Pria cantik itu akui jika memang bosnya itu adalah pria yang sangat tampan, ia lebih cocok menjadi seorang aktor dibandingkan seorang bos perusahaan seperti ini.

"Belum pak, hujannya sangat deras." Jawabnya dengan sedikit gugup, ia tidak mampu menatap lurus ke arah kedua mata bosnya itu apalagi jika harus teringat akan kejadian tadi pagi.

"Kau lupa membawa payungmu?." Pertanyaan bosnya itu membuat dirinya terkejut, seketika ia menatap wajah tampan bosnya yang kini menaikkan alisnya. Yang awalnya ia tidak berani menatap wajah bosnya itu namun kini ia seolah sedang memperhatikan wajah bosnya karena sebetulnya ia merasa heran bagaimana bosnya bisa tahu jika ia lupa membawa payungnya.

"Ah itu.. Y-ya pak. Saya lupa membawa payung."

"Kau memang pelupa." Gumam bosnya dan itu sempat terdengar oleh pria cantik itu meskipun samar.

"Ma-maksud anda pak?." Pria cantik itu ingin memastikan apa yang baru saja ia dengar namun bukan sebuah jawaban dari bosnya itu, bosnya malah menekan tombol payungnya sehingga membuat payung miliknya itu terbuka, ternyata sejak tadi bosnya itu memang sudah memegangi payung miliknya. Pria cantik itu terkesiap, ia mengerjapkan kedua mata indahnya.

Twin FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang