BAB 12 : BEHIND THE SECRET

2.4K 353 18
                                    

Aren berjalan ke luar, dengan niat menghampiri Marcus setelah didandani oleh Pere. Pelayan itu memasangkannya baju lelaki khas kota Tiasel yang memang agak sedikit terbuka di bagian dada.

Tetapi karena merasa sedikit tidak nyaman, Aren mengancingkannya kembali, dia tidak mengerti kenapa orang-orang di sini senang sekali memperlihatkan bagian dada sampai perut mereka. Tidak mungkin Aren memakai pakaian seperti itu. Karena dia tidak memiliki otot serta perut seksi yang perlu dipamerkan.

Rumah persinggahan ini sungguh sangat mewah, pasti memerlukan anggaran yang cukup besar.

Suara derap langkah kakinya menggema mengiringinya dalam perjalanan. Tiba di depan pintu besar berwarna coklat legam, langkah kaki Aren seketika terhenti.

Pintu itu tidak tertutup, melainkan memberikan sedikit celah kecil. Aren yang penasaran pun ingin mengintip sebentar.

karena celah yang kecil, Aren tidak bisa melihat siapapun, tapi dia mendengar satu suara yang berbicara. dan Aren sangat mengenal siapa pemilik suara tersebut.

Suara itu milik Gerald.

Kakak pertamanya.

"Seperti itu lah petunjuk terakhir yang bisa kami temukan, pantas saja aku curiga kenapa tidak ada satu pun yang bisa kami temukan jejaknya. Oh ya tuhan, adikku tersayang, apa yang telah engkau lakukan Aren. Apabila Ayahku  mengetahui hal ini sedikit saja, Aren akan langsung diinterogasi, Yang Mulia, aku mohon tolong sembunyikan fakta ini dari adikku, mungkin dia tidak bisa mengingat kejadian yang menimpa dirinya saat itu."

Suara helaan nafas berat terdengar.

"Cepat atau lambat, Aren akan tahu sendiri, atau mungkin dia akan mengingatnya." Suara Marcus terdiam sesaat.

"Semua ini hanya tentang waktu." lanjutnya.

Ketika sang tunangannya berkata seperti itu, terjadi keheningan yang mencekat. Jantung Aren terasa sakit sekali.

"Kakak, aku rasa kakak perlu memperhatikan kak Aren lebih banyak, kita masih tidak tahu kenapa sebab Kak Aren..

bunuh diri. " Ariana, adik satu ibu dan ayah dari sang Putra Mahkota itu akhirnya bersuara. Siapa sangka, perkataannya membuat seseorang terpaku di tempat.

Aren, yang masih berdiri di depan pintu itu secara tidak sadar nafasnya seketika terhenti.

Kemudian di ruang itu, suara perdebatan terus berlanjut yang terasa kabur di telinga Aren.

Tangannya meraba secara perlahan ke arah jantungnya sendiri, dengan itu Aren bisa merasakan secara langsung degupan dan suara jantungnya yang kencang serta menggebu-gebu.

Pantas saja..

Pantas saja..

Pantas saja kenapa tidak ada petunjuk..

Aren menjauh dari pintu itu.

'kenapa? apa sebabnya Arennanh bunuh diri, kenapa aku tidak menerima ingatannya?!'

Aren menjambak dan meremas rambutnya sendiri, kepalanya pusing sekali, seolah-olah bumi berputar dari porosnya.

'kenapa kau bunuh diri Arennanh? apa yang terjadi pada mu?'

Dia tidak bisa mengingatnya, dan entah mengapa air mata mengalir deras dari matanya. Aren menangis tanpa suara, bersama dengan jejak kebingungan yang terpatri dari wajahnya.

Aren melihat ke kedua tangannya.

Gejala ini lagi.

Aren sangat benci mengalami sensasi menyesakkan ini.

Seluruh tubuhnya bergetar hebat seiring dengan sesak nafas yang tak kunjung mereda. Tubuh ini memang merasakan kesedihan, tapi jika seseorang melihat ke dalam matanya. Orang itu akan tahu bahwa Aren saat ini sangat marah.

Sebuah Amarah yang membakar inti  jiwanya.

Menghadapi kenyataan mati yang tidak diinginkan, dan memasuki dunia antah berantah, ditambah memasuki tubuh orang lain yang menghabisi nyawanya sendiri, sudah cukup membuatnya gila.

Ia kira tubuh ini dihabisi oleh seorang musuh, tapi siapa sangka ternyata sang pemilik mengakhiri nyawanya sendiri? apa sebabnya? hidup di lingkungan yang jauh dari kekurangan dan penuh cinta, kenapa sampai rela menghabisi nyawanya sendiri yang berharga.

Tidak habis pikir.

Hidup boleh terasa menyesakkan, sehingga berharap bahwa mati tak apa. Tapi dalam paham Aren, siapa saja yang menghabisi nyawanya sendiri, tak lebih dari seekor keledai yang berlari. Seseorang perlu menegakkan bendera harga diri, untuk diri mereka, sebuah penghormatan bagi siapa saja yang mampu berdiri di atas kaki sendiri. Aren akan mengatakan, engkau hebat.

Tapi.. satu hal yang janggal adalah.

"Siapa yang menyerang mimpi ku malam itu?"

Kelu.

Tidak ada yang menjawab pertanyaannya.

"Apa yang kau lakukan di lorong ini sendirian, Aren?"

Aren tersentak, dan diam-diam menghapus bekas sisa air matanya, dan kemudian membalik tubuhnya.

"Yang Mulia?"

Marcus terlihat jauh berbeda dari pakaian formalnya yang biasa, pakaiannya saat ini sama seperti pemuda Tiasel yang memamerkan dada mereka.

Sangat santai, seperti mencerminkan pemuda yang bebas dan pernah menjelajahi ratusan samudra.

Marcus mengelus salah satu pipi Aren "tidak ada yang bisa menipu mata ku." gumamnya, Aren mengerti kalimat tersirat itu, namun enggan menjelaskan apapun.

"Apakah kita jadi berkeliling, Yang Mulia?" Aren pun mengalihkannya dengan bertanya hal lain.

Marcus terkekeh kecil "kekesalan mu sudah sirna ya ku rasa." melihat wajah tunangannya yang perlahan berubah menjadi tajam, Marcus menutup mulutnya.

"Yang Mulia, tolong jangan membuat saya kesal kembali. Apakah Yang Mulia tidak tahu saya sampai sangat sulit meredakan kekesalan saya sendiri karena anda, saya tidak ingin digantung di alun-alun ibukota karena bersikap kurang ajar pada anda, Yang Mulia." Aren yang berkata seperti itu pun mendapatkan reaksi dengusan dan kekehan kecil dari Marcus.

"Sayangku, tidak ada yang berani menggantung calon ratu kekaisaran Rohmane ini tanpa seizin dariku."

Aren terkesima dengan kesombongan Marcus "Artinya, kalau mendapatkan izin dari anda, anda bisa menggantung saya, Yang Mulia."

Marcus menunduk dan mencubit hidung Aren.

"Dan aku tidak akan pernah mengizinkan siapapun, bahkan pada diriku sendiri, sayang." Marcus mengambil salah satu tangan Aren agar merangkul lengannya.

"Jangan berjalan jauh dariku, kita akan berteleportasi ke tempat yang terkenal di Derlade. Sayang, persiapkan dirimu agar tidak muntah."

Aren seketika melotot, dalam ingatan Arennanh dulu, ia pernah teleportasi bersama kakaknya, Gerald. Untuk ke pasar ibu kota. Alhasil Arennanh muntah-muntah ketika sampai di tempat.

Ingatan itu langsung membuatnya mual.

"Yang Mulia, tentu anda sangat tahu kalau saya tidak menyukai opsi itu." Aren menatap takut-takut pada Marcus yang tersenyum.

"Aku tahu, aku sangat tahu Aren." ujarnya tanpa rasa bersalah.

kalau tahu kenapa harus tetap berteleportasi? kalau ada pentungan kayu, pasti Aren sudah memukul kepalanya yang setebal benteng pertahanan laut selatan di Perosca.

"Yang Mulia, anda sangat menyebalkan."

Angin yang entah datang dari mana menerpa mereka sehingga pakaian mereka berkibar, Aren mendongak melihat dagu kokoh Marcus. Mata pria itu terpejam dan rambutnya ke sana-kemari membuatnya terlihat sangat tampan dan seksi.

Bisikan rapalan mantra sihir terdengar di telinganya. Marcus terdiam sejenak sebelum melanjutkan balasan untuk Aren "kau memang sangat mengenal diriku, sayang."








TBC

yang komen dan suprot saya kasih cium mesra 😚

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[BL] THE CROWN PRINCE FIANCÉ (ON GOING)Where stories live. Discover now