20 - Lampu mana? Gelap banget!

26 3 1
                                    

Noki punya kebiasaan yang nggak bisa diganggu gugat selain tentang congor dia yang nggak bisa dikontrol, dia suka telanjang dada. Hobi lepas baju meski cuaca lagi hujan. Setiap pulang ngampus dan hendak main PS bareng Teru, hal pertama yang dia lakuin itu lepas baju.

Nggak peduli dapet sindiran dari anak kost Arjuna kayak apa, Noki nggak mendengarkan.

Selain saat ada tamu atau pacar salah satu penghuni kost, Noki nggak bakalan pakai baju.

Kayak sekarang. Dia baru pulang jam dua pagi hari tadi, masih dengan bau alkohol yang menguar, Noki keluar kamar hanya memakai celana jins panjang yang semalam lupa nggak dia lepas.

Jalan ke dapur, nyapa Didim yang bersiap ngampus. Dia ngambil susu yang ada di dalam kulkas, saat menutup pintu, Noki dikejutkan dengan keberadaan satu cewek asing yang lagi duduk makan roti di meja makan.

"Anjing." Noki ngumpat pelan, dia mengusap dada. "Siapa lo?"

Yuci nggak bisa jawab, mulutnya penuh, dia juga buru-buru karena hari ini ada keperluan penting sama pihak kampus.

"Jawab kek. Punya mulut, kan?" Noki ngedekat, nyentuh kepala Yuci pelan lalu bernapas lega, dia melenggang pergi ke ruang tengah dengan susu kotak di tangan. "Cewek siapa tuh di dapur?"

"Siapa? Mbak Yuci?"

Noki ngebuka pintu kamar, ngambil satu kaos lalu memakainya, dia duduk di sebelah Teru, menunggu Teru kalah biar bisa main bareng sambil ngabisin susunya. "Siapa tuh?"

"Pacarnya bang Randu."

Noki keselek. "Randu punya pacar?"

"Tapi lebih cocok disebut mantan, sih. Udah setahun nggak kontekan." Teru noleh setelah kalah. "Bagi susu dong, bang."

"Ada di kulkas."

Teru beranjak. "Asik."

"GUE JUGA MAU, DONG!" Jihau yang baru beres mandi, ikutan lari ke dapur.

"BUAT JIHAU NGGAK BOLEH!"

"ANJENK PELIT BANGET."

Noki ketawa. Jihau yang tau kalau Noki cuman bercanda, tetap ambil susu kotak di kulkas. Noki ngelirik Yuci yang buru-buru ke luar, keliatan banget kalau Yuci kelimpungan.

"Cari apaan?"

"Randu." Yuci noleh dengan wajah panik. "Dia dimana ya?"

"Jam segini udah berangkat kerja dia."

Yuci mengerang.

"Mau ke mana?"

"Kampus."

"Nggak punya motor?"

"Motor gue diservis, selesai masih besok." Yuci mengigit bibir bawah gugup, dia natap Noki. "Anu, gue boleh-"

"Bisa bawa motor vario nggak?"

"Hah?"

Noki berdecak kesal. "Bisa nggak?"

Yuci mengangguk. "Bisa."

Noki berdiri, dia masuk kamar, keluar dengan kunci di tangan. "Gue ada kelas sore, kalau masih lama bilang, biar gue numpang motor orang."

"Bener nggak apa-apa, nih?"

"Ya elo mau minjem apa enggak?"

"Mau-mau." Yuci langsung nerima kunci motor Noki, dia pergi setelah ngucap terimakasih.

Dua bocah brengsek yang nontonin interaksi Noki sama Yuci cuman bisa prengas-pringis di tembok pembatas dapur sambil nyedot susu. "Perhatian bener. Awas, punya orang itu."

Noki mendengus, dia nggak peduli. "Udah pada makan?"

"Belum?"

"Yang lain udah makan?"

"Selain bang Didim, bang Randu sama bang Endi yang udah pada berangkat, sisanya belum makan semua."

"Gue pengin pecel." Noki ngelirik jam. "Mau jam 11, udah tutup belum ya jam segini?"

"Belum, bang. Kan sabtu." Teru nyengir. "Mau beliin kita juga?"

"Kita bertiga makan di sana aja, yang lain dibungkus. Biar sekalian beliin buat bang Endi, dia biasanya jam 12 udah pulang." Noki ngangguk. "Motor kalian ada, kan? Gue numpang."

"Adanya motor Teru doang, yang lain masih pada ngurung di kamar. Mau pakai mobil aja? Mobil gue nganggur nih." Tawar Jihau.

Noki diam. "Motor."

"Mau nekat motor? Panas, bang. Mending mobil."

"Motor aja, lagian cuman deket, di depan gang doang. Kalau nggak mau ikut, lo diem aja di sini."

"Mau motoran gimana? Cuman ada satu motor ini."

"Boti." Teru nyengir. "Bonceng tiga."

Jihau ketawa, dia nggak masalah. Noki malah udah ke garasi duluan. Dia yang nyetir, karena Teru paling kurus, jadi dia yang tengah dan Jihau yang paling belakang.

Nggak butuh waktu lama buat mereka sampai di warung pecel lele. Teru yang kejatah antri makanan, sedangkan Noki sama Jihau malah asik gelut di meja makan.

Nggak ada yang bisa misahin mereka selain makanan. Auto diem mereka saat Teru datang dengan tiga piring di tangan.

"Es nya mana?"

"Sabar, anjing. Tangan mamangnya cuman dua, ntar juga dianter kalau udah jadi." Noki sewot. "Makanan buat dibawa pulang udah dipesen, kan?"

Teru ngasih jempol. "Udah, bang. Pecel lele tujuh, sambel dipisah."

"Tambahin satu."

"Hah?"

"Buat si suci suci itu." Noki langsung makan. Nggak peduli dua bocah yang duduk di depannya cengar-cengir nggak jelas.

"Pacar orang loh itu, bang."

Nggak peduli. Noki cuman ngelakuin apa yang seharusnya dia lakuin. Nggak ada 30 menit mereka udah beres makan, tinggal nunggu pesenan jadi dan mereka pulang.

Saat sampai di depan gerbang kost Arjuna, Noki menyerngit saat ngedengar suara ramai dari dalam.

Jihau masuk lebih dulu, Teru ngintil di belakang, Noki masuk paling akhir dengan plastik berisi makanan di tangan.

"Bocil siapa ini?!" Jihau sok dramatis.

Gimana nggak dramatis? Ada bocil berumur paling nggak dua tahun, belum lancar jalan, asik main di ruang tengah sambil ngemilin coklat.

Semua penghuni kost Arjuna berkumpul di satu tempat. Endi, Randu sama Didim yang udah balik aja ikutan kaget ngelihat bocil nggak dikenal ada di sini.

"Anak siapa ini?" Tanya Teru.

"Keponakan gue." Anan menjawab, dia keluar kamar setelah mengganti baju karena kena ompol si bocah. "Dititipin di sini sebentar, orang tuanya lagi ada urusan, besok baru dijemput."

"Nginep sini?"

Anan ngangguk. "Hn."

"Siapa yang mau ngurus?"

"Ada sepuluh orang di sini. Itung-itung latihan sebelum jadi bapak."

Bima jongkok di hadapan si bocil. "Namanya siapa?"

"Sakha, Arsakha."

Heboh, apalagi Sakha itu bocah yang aktif, ngebuat penghuni yang lain ikut ngerasa gemas.

Sampai satu celetukan Noki bikin suasana jadi hening.

"Anak gue seumuran segini ya kalau dia masih hidup." Cowok rese yang ngomong dengan enteng pakai mata kosong yang pandangannya tertuju ke Sakha, nggak ada rasa bersalah karena udah ngebuat teman-temannya terpaku.

"Anjing." Endi, cowok paling sabar yang nggak pernah mengumpat, berbisik. "Gelap banget, anjing."

Teru menutup mata, tangannya meraba sekitar. "Lampu mana? Lampu!"

Udin yang nggak tau apa-apa, plonga-plongo. "Hah? Anak siapa? Siapa yang punya anak? Woi, apaan ini? Kenapa gue se-clueless ini?!"

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang