Patah jadi dua

5 5 0
                                    

"Aku kembali untuk menjemput mu, untuk ikut dengan ku, hidup bersama," jawabnya dengan rona wajah yang bahagia.

"Sebaiknya Gus pulang saja."

"Aku akan pulang bersama mu!"

"Bersama ku?  Harusnya itu Gus katakan saat mau pergi, bukan sekarang."

"Tapi kenapa? Apa kamu marah pada ku?"

"Iya, bahkan aku sangat marah, tapi apa gunanya?" suara Rukayya mulai terdengar parau.

"Rukayya, aku minta maaf, karna sudah membuat luka di hati mu. Tapi sekarang aku datang untuk memperbaiki semuanya."

"Apanya yang mau di perbaiki, Gus. Udah nggak ada yang bisa di perbaiki lagi."

"Maksud mu?"

"Gus pergi dengan alasan ingin menjauh dari ku, aku sudah sangat terluka, luka itu masih basah dan sudah di timpah lagi dengan luka yang baru."

"Rukayya, apa luka mu separah itu?"

"Bahkan lebih parah dari yang Gus bayangkan."

"Apa Gus tahu, sakitnya aku ketika harus terpaksa menikah dengan orang lain?" pekik Rukayya, melepaskan amarahnya.

"Menikah?" seketika tubuhnya menjadi lemah. Air matanya juga mulai mengalir.

Benar-benar di luar dugaannya.

"Iya, saya sudah menikah, sehari selepas Gus pergi. Mungkin jika Gus masih disini hari itu, aku nggak akan menikah, karna aku masih punya harapan. Tapi nyatanya?" Rukayya tidak sanggup melanjutkan kata-katanya, karna terlalu sakit menahan.

"Ustadh Ali?" tebaknya dengan suara bergetar. Rukayya tidak menjawab, ia hanya mengangguk pelan.

"Rasa nya sakit sekali, di tinggal oleh orang yang dicinta, lalu di nikahkan dengan orang lain. Aku sakit, mungkin selamanya. Gus, pulang lah, jangan menambah luka lagi, pergi lah." Isakan Rukayya makin terdengar pilu, Gus Hilman tak kuasa mendengar isakan Rukayya. Rasanya ingin sekali dia merangkul atau hanya sekedar untuk menenangkan gadis itu.

"Apa kau masih gadis?"

"Pertanyaan macam apa itu?" tanya Rukayya dengan sangat marah, sambil menatap lekat mata Gus Hilman.

"Maaf jika pertanyaan ku menyinggung mu."

"Gus, semua orang tahu,  kalau Gus sangatlah aku cintai. Semua santri, ustadh sekalipun mereka mengerti itu. Yang tidak bisa mengerti itu cuma kamu, Gus. Cuma kamu!" Rukayya mengubah topik, tidak menjawab pertanyaan Gus Hilman.

"Maaf ku mungkin nggak akan cukup untuk menebus semua salah ku, dicintai oleh mu sudah membuat aku sangat bahagia. Meski untuk bersama mu sudah tidak lah mungkin," imbuh Gus Hilmaan lagi, mengeluarkan semua isi hatinya, meski ia sadar sekalipun itu tak akan mengubah kenyataan.

"Yaa, semua salah mu, Gus. Biarpun aku sudah menjadi istri orang lain, tidak sedetik pun aku untuk tidak mencintai mu, Gus. Bagi ku, mendengar kata cinta untuk ku dari mulut mu adalah hal yang sangat menyenangkan. Aku bahagia meski tak bisa bersama mu. Aku bahagia, ternyata cinta ku sudah berbalas. Aku juga bahagia, karna Gus sudah bersedia mengakui itu!"

"Biar lah, cinta kita menjadi pelajaran dimasa depan. Semoga di kemudian hari, kejadian hari ini, tidak lagi terulang." Sambung Gus Hilman.

Rukayya beranjak meninggalkan Gus Hilman. Langkah nya terasa cukup berat untuk mengayuh. Rukayya saat ini hanya ingin mendekap erat rindu dan cinta itu. Hatinya benar-benar lelah. Rukayya berjalan melewati Gus Hilman tanpa meliriknya sedikit pun. Emosionalnya seakan berpacu. Sementara Gus Hilman hanya menatap belakang Rukayya, hatinya ingin menghentikan, tapi lidahnya sangat kelu.

Bait Rindu sang MurabbiWhere stories live. Discover now