04. With You

224 39 3
                                    

🌸 KookV 🌸

.

.

.

A/N :
Cerita ini hanyalah fiktif & merupakan hasil dari imajinasi fangirl dg bumbu unsur dramatis di sana sini.

. . .

CAUTION :
Terlalu menghayati cerita fiksi dapat menurunkan tingkat konsentrasi dan menimbulkan efek2 baper(?). Gejala seperti naiknya tekanan darah, euforia, cengengesan, mual2 dan hasrat ingin gampar seseorang bukan merupakan tanggung jawab author.

.

.

.

Happy Reading~ ^^

.

.

.

.

.

Taehyung tidak tahu bagaimana akhirnya dirinya bisa merasakan momen-momen seperti sekarang ini. Dahulu hal seperti ini hanya ada dalam angannya saja. Duduk di tepi danau sambil menikmati embusan angin sejuk yang menerpa wajahnya, buku di pangkuan serta beberapa kudapan dan jus di sebelah. Alangkah sempurna. Sinar mentari musim semi terasa hangat sementara pemandangan air danau bagai memanjakan matanya. Beberapa waktu lalu Taehyung bahkan sempat merasakan dinginnya air danau meski hanya lewat sentuhan tangan sewaktu menaiki perahu.

Entah kapan terakhir kali Taehyung merasa setenteram ini.

“Kita bisa di sini sampai sore kalau kau mau.” Terdengar suara Jungkook, dan Taehyung menoleh. Tampak Jungkook baru saja merebahkan diri di alas piknik, tepat di sebelah Taehyung duduk. Alpha itu memandang sambil menjadikan lengannya sebagai bantal.

Hingga detik ini Taehyung masih tak habis pikir bagaimana lelaki yang satu itu bisa mendapatkan kepercayaan dari orang tuanya. Hanya karena Jungkook merupakan calon menantu keluarga Kim, ayah dan ibu Taehyung tak berpikir dua kali untuk memberikan izin sewaktu Jungkook berkata akan mengajak omega yang satu itu pergi piknik di tepi danau. Padahal, dulunya, Taehyung tak pernah diizinkan ke mana-mana tanpa ditemani oleh kakaknya. Bahkan sejak lulus SD dia didaftarkan homeschooling agar tak perlu keluar dari rumah.

“Boleh aku tanya sesuatu?” Taehyung bertanya sembari menumpukan lengan ke belakang dan menatap Jungkook. Alpha tersebut mengangguk dan memiringkan tubuh sambil bertopang kepala demi membalas tatapan, sementara Taehyung lantas mengajukan pertanyaan yang paling membuatnya penasaran. “Bagaimana kau bisa tahu apa yang kuinginkan?”

“Jadi, apa itu artinya aku berhasil mengabulkan semua permintaanmu?”

Taehyung nyaris tertawa. “Beritahu aku bagaimana kau bisa tahu,” pintanya sekali lagi.

Jungkook mengangkat sebe;ah alisnya dan memandang ke atas sembari menggumam, pura-pura berpikir, sebelum akhirnya cuma menjawab, “Mungkin tebakan yang beruntung.”

Taehyung tertawa karena tentu saja dia tak betul-betul percaya. “Kenapa kau tidak mau memberitahuku?” Dia menengadah memandang langit lagi sambil terus tertawa. “Kau sepertinya bisa menebak apa yang kupikirkan.”

Terdengar tawa kecil Jungkook yang kemudian mengundang Taehyung untuk melihat padanya lagi. Pada detik berikutnya Jungkook bangkit dan menggeser diri untuk bisa lebih dekat dengan sang omega. “Katakan padaku, Kim Taehyung,” kata Jungkook. “Apa kau tidak merasakan apa-apa saat melihatku?”

Taehyung menatap dengan raut bertanya-tanya. “Merasakan apa?” Dia bertanya. Suaranya nyaris pecah dan kata-katanya hampir terbata. Ditatap dengan jarak sedekat itu pastinya membuat siapapun gugup, terutama jika seseorang seperti Jeon Jungkook yang melakukanya—tampan dan penuh kharisma. Taehyung tidak tahan karena memang belum pernah berinteraksi seintim ini dengan alpha selain keluarganya sendiri. Namun entah bagaimana amat sulit bagi Taehyung untuk mengabaikan eksistensi Jungkook saat ini, jadi Taehyung tak juga berpaling.

Selama sepersekian sekon Jungkook terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi entah mengapa tak pernah dilakukannya. Dia hanya menggeleng dan menjawab, “Tidak. Lupakan saja.” Jungkook kembali berbaring, kali ini lebih dekat dengan Taehyung.

Kepala Taehyung masih dipenuhi tanda tanya, tapi sekarang Jungkook tidak terlihat seperti memiliki niatan untuk membagi isi pikiran. Kedua matanya tertutup seiring keluarnya kalimat, “Aku akan jujur padamu tentang satu hal.”

Jungkook tak sadar kalau Taehyung masih memandang padanya kala itu. Kedua alis Taehyung bahkan mulai terangkat, sarat akan keingintahuan, dan tanpa sadar Taehyung menumpukan tubuhnya ke satu lengan mendekati Jungkook.

“Sebenarnya, pergi piknik dan berjalan-jalan seperti ini sama sekali bukan gayaku,” kata Jungkook. “Aku ini tipe orang yang lebih suka pergi minum atau mengambil liburan ke luar negeri untuk bersenang-senang.”

 “Lalu?” Taehyung ingin tanya kenapa. Sebab, sejujurnya pernyataan Jungkook membuatnya agak sedih. Dia tidak kecewa, dia hanya tidak ingin Jungkook melakukan sesuatu yang tak disukai hanya demi dirinya. Dan rupanya kata-kata Jungkook selanjutnya kembali membuat perasaan Taehyung yang sempat berat terasa ringan lagi.

“Tapi harus kuakui kalau hari ini aku senang.” Dengan wajah yang tertimpa bayang-bayang dedaunan pohon di atas mereka, Jungkook tersenyum. “Aku tidak tahu apa ini karena aku belum pernah melakukan ini sebelumnya—atau karena aku melakukannya denganmu.”

“Apa … maksudnya itu?”

Jungkook memandang Taehyung. “Tadinya aku mengajakmu piknik karena saran dari kakakmu—dia bilang kau pasti akan senang. Karena aku ingin mengenalmu, jadi aku mencoba mengenal apa yang kau sukai, dan aku bertanya pada kakakmu, tapi sekarang malah seperti kau yang memberiku waktu-waktu menyenangkan.” Lalu, Jungkook mengulurkan tangan menyentuh wajah Taehyung. “Kau mungkin menganggap ini bualan, tapi aku benar-benar ingin menghabiskan lebih banyak waktu lagi denganmu—mulai sekarang, besok dan seterusnya,” dia berkata, dengan tatapan amat teduh serta suara yang entah bagaimana bisa terdengar begitu halus.

Jungkook ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya, Taehyung terus memikirkan ini berulang kali dalam kepalanya sebab masih merasa belum betul-betul percaya. Jika ini mimpi, dia harap dirinya tidak perlu bangun pada kenyataan. Jungkook benar-benar memesona saat ini.

“Karena itu aku ingin bertanya sungguh-sungguh padamu,” kata Jungkook. “Bersediakah kau tinggal di sisiku, Kim Taehyung?” dia bertanya. Sejenak Taehyung masih diam dengan pandangan terpaku, mungkin memikirkannya secara serius dalam benak, atau mungkin malah tidak sama sekali karena terlalu terhipnotis. Jadi Jungkook pun kembali berkata-kata. “Biarkan aku tetap bersamamu.”

Taehyung semakin dibuat terpaku. “Kenapa kau menanyakan itu?” Kenapa Jungkook mesti repot-repot menunggu jawaban Taehyung.

Jungkook menjawab, “Karena aku tidak akan memaksa seseorang yang tidak menginginkanku untuk tinggal di sisiku. Apapun pilihanmu, aku akan menghargainya, Kim Taehyung.”

Selama ini Taehyung selalu memandang alpha sebagai sosok yang paling berkuasa di dunia ini—setidaknya untuk omega seperti dirinya. Dia selalu beranggapan bahwa omega sepertinya tak berhak membuat keputusan. Alpha adalah pihak yang menentukan sedangkan yang perlu dilakukan para omega hanyalah menurut dan patuh. Itu pula alasan mengapa sejak kecil dia tak pernah membantah ataupun mempertanyakan setiap keputusan yang orang tuanya buat untuk dirinya. Dia satu-satunya omega dalam keluarganya.

Akan tetapi, saat ini, selagi tangan Jungkook mengusap wajahnya dengan begitu lembut dan dirinya ditatap amat lekat, Taehyung akhirnya berpikir bahwa tidak semua alpha seperti yang ada dalam bayangannya. Bahkan Namjoon sekalipun—alpha paling hangat yang ada di rumah Taehyung—tidaklah selembut ini.

Jungkook berbeda. Jungkook satu-satunya.

Baru kali ini Taehyung merasa demikian berharga dan penting.

.

.

.

_TBC_

Honey Peach | BTS KookV [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang