P r o l o g u e

2.6K 78 2
                                    

~Always~

Isak Danielson

*

-It's cold as hell, but I'ma let you anyway-

*

New York City, United State of America | 3 Months Ago

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New York City, United State of America | 3 Months Ago

Apollo hanya bisa memasang wajah polos sembari terus menundukan kepalanya menikmati hidangan makan malam. Suara bising obrolan tidak mengganggu ketenangannya. Bukan karena tidak ingin bergabung dalam obrolan seperti yang lainnya, namun Apollo lebih memilih diam agar hatinya tidak bertambah sakit. Cukup telinganya yang sakit mendengar obrolan pernikahan Alderad Eliot Kennard—kakak lakik-lakiknya dengan Thena Lorena Serrano—putri pamannya—Alberto Serrano, sekaligus perempuan yang masih ia cintai.

"Aku tidak ingin gaun pernikahanku sederhana! Aku ingin semuanya terlihat sempurna dan mewah!" tegas Thena kepada semua orang yang ada di meja makan. Ucapan Thena mengingatkan Apollo pada obrolan beberapa tahun silam. Apollo masih mengingat jelas, bahkan satu detail pun tidak ia lupakan dari obrolan tersebut. Obrolan tentang pernikahan impian Thena. Perempuan itu mengatakan sangat rinci bagaimana nanti pernikahan impiannya akan berlangsung. Dari gaun, tempat mengungkapkan janji suci, tamu, hadiah, dan segalanya. Apollo masih mengingat jelas saat Thena mengatakan padanya.

Mengingat itu semua membuat rahang Apollo mengeras. Tangannya menggenggam kuat garpu. Jika saja yang ada di genggaman tangannya adalah gelas kaca, maka ia yakin gelas kaca tersebut sudah pecah. Bagaimana bisa mimpi indah itu bukan lagi miliknya? Bagaimana bisa bukan dirinya yang akan mengabulkan pernikahan impian Thena?

Elusan lembut dari ibunya—Auristela menenangkan Apollo. Rahang yang tadinya mengeras mulai kembali seperti semula. Genggaman garpu di tangannya pun tak sekuat sebelumnya. Apollo mengangkat kepalanya untuk menatap wajah ibunya. Di mata biru itu Apollo bisa melihat kilat kelembutan dan penuh perhatian, membuatnya semakin merasa tenang.

"Italia. Aku mau negara itu menjadi tempat untuk mengucapkan janji suci," ujar Thena, semakin membuat suasana hati Apollo tidak karuaan.

"Tidak masalah bagiku," jawab Alderad tidak keberatan.

Apollo bangkit dari duduknya. Semua mata terfokus padanya, tak terkecuali Thena. Perempuan itu memandang Apollo dengan tatapan penuh kecewa. Jika bisa mengulang waktu, Thena tidak ingin menyakiti pria itu.

"Maaf sudah mengganggu. Aku ada urusan mendadak yang tidak bisa ditunda. Lanjutkan saja makan malam dan obrolannya tanpaku. Aku permisi," ujar Apollo mengundurkan diri. Bohong kalau dirinya tidak sakit hati tiap telinganya mendengar perkataan tentang pernikahan Alderad dan Thena. Apollo tidak bisa membohongi dirinya. Ia masih mencintai Thena. Ia tidak bisa merelakan perempuan itu.

Gengaman tangan Auristela pada jari-jemari Apollo terlepas kala putra tengahnya itu melangkah pergi meninggalkan ruang makan. Sebagai ibu, Auristela sangat tahu bagaimana perasaan putranya itu. Terlebih Apollo sangat dekat dengannya.

"Aku juga permisi," kata Aphrodit menyusul Apollo yang sudah lebih dahulu keluar.

Kepergiaan Apollo dan Aphrodit membuat suasana menjadi sunyi dan canggung. Sean yang sedari tadi hanya menyimak obrolan masih tidak ingin bersuara. Thena hanya bisa menundukan kepalanya. Alderad menghembuskan napas beratnya. Sedangkan Albert dan Athena hanya bisa saling pandang. Theo, Carla, serta Kelvan—putra satu-satunya Theo dan Carla hanya bisa terdiam. Jovial—putra sulung Albert dan Athena lebih memilih menikmati makanan yang ada di meja makan.

"Ekhem!" Auristela berdeham kencang untuk mencairkan suasana. "Apollo hanya butuh waktu. Begitupun dengan Aphrodit. Mereka kembar, wajar jika keduanya bisa merasakan perasaan satu sama lain," sambung Auristela berusaha menjelaskan kondisi Apollo secara singkat.

"Jadi di Italia? Musim panas?" tanya Auristela berharap suasana canggung kembali mencair.

"Tentu saja," balas Thena. Berbarengan dengan itu, obrolan kembali bising. Mereka semua kembai membicarakan pernikahan Alderad dan Thena.

***

"Apollo!" panggin Aphrodit berharap saudara kembarnya itu berhenti berjalan. Tinggi heels yang dikenakannya membuat Aphrodit cukup kesulitan mengejar Apollo.

"Pergilah, Aphrodit. Aku tidak apa-apa!" tegas Apollo.

"Kau yakin? Aku tidak merasakan kalau kau benar-benar baik-baik saja," kata Aphrodit meyakinkan.

"Kau tidak tahu pasti perasaanku!"

"Benarkah? Baiklah pergi saja! Sudah lama juga kau tidak mendengarkan perkataanku!" ujar Aphrodit menyerah. Kakinya sakit karena terus mengejar Apollo. Entah sudah berapa tahun Apollonya itu berbeda. Saudara kembarnya itu sudah banyak berubah!

"Mungkin memang kau sudah tidak peduli denganku!" sambung Aphrodit. Dulu, dulu sekali setiap ia mengucapkan hal seperti itu, pasti Apollo akan luluh. Terakhir kali Apollo luluh dengan perkataan itu adalah saat kembarannya itu duduk di bangku senior. Sudah amat lama.

Aphrodit melepaskan heels miliknya. Kakinya terasa sakit karena berlari kecil untuk menyusul Apollo. Dulu, sebelum semuanya kacau, Apollo tidak akan membiarkannya terluka walau satu gores. Sialan! Bahkan Aphrodit masih ingat bagaimana Apollo menggendongnya ketika ia lelah berjalan saat pergi ke Disneyland.

"Ini akibatnya kau keras kepala! Untuk apa menyusulku, huh?" Tanpa Aphrodit duga, Apollo sudah ada di hadapannya sembari berlutut. Tangan kekarnya memijit pelan kaki Aphrodit yang terasa sakit. "Aku hanya tidak ingin kau merasa sendirian. Batinku tersiksa!" keluh Aphrodit. Itu memang benar. Baik Apollo dan Aphrodit, keduanya bisa merasakan perasaan satu sama lain. Jika Apollo merasa sakit, maka batin Aphrodit pun terasa sesak. Mungkin karena mereka kembar.

"Baiklah. Ayo!" Aphrodit tersenyum senang. Sudah lama Apollo tidak menggendongnya. Maka dari itu, tanpa pikir panjang, Aphrodit langsung naik ke atas punggung kembarannya. Mengalungkan kedua tangannya pada leher Apollo.

"Aku merindukanmu, Arco!" kata Aphrodit pelan, namun penuh penekanan. Arco adalah nama tengah Apollo. Nama panggilan kesayangannya untuk Apollo. "Di saat semua orang tidak berpihak padamu, maka aku akan selalu di sisimu. Aku selalu ada di pihakmu, Arco. Karena kau adalah kembaranku! Aku tidak rela jika ada yang menyakitimu!" ujar Aphrodit sungguh-sungguh.

"Kau berisik! Dan ternyata tubuhmu semakin berat!"

"Enak saja! Kau saja yang lemah!"

*

vote dan komentarnya jangan lupa ♡
terima kasihhh

YOUR fool's Gold | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang