Semir Sepatu #7

23 6 0
                                    

= Selamat Membaca =
[ Bantu sisir typo, ya :) ]

[2019]

“Kamu masih mikirin Sraddha?”

Shanum langsung menoleh ke sumber suara. Karin sudah berdiri di pintu dengan membawa semangkuk cemilan. Karin lalu bergabung dengan Shanum yang hampir sejam lalu duduk di balkon.

Karin menyodorkan mangkoknya menawari Shanum. “Mungkin bukunya bukan punyanya Sraddha seperti yang dimaksud nenek,” ucapnya.

Shanum melihat ke arah Karin yang duduk di sampingnya. “Kamu mikir kaya gitu?”

“Mungkin,” katanya sembari mengangkat bahu. “Nenek udah tua, banyak lupanya, apalagi udah bertahun-tahun lalu.”

Shanum memikirkan ulang. Dirinya sama sekali tidak mengenal Sraddha dan bahkan sama sekali tidak pernah mendengar namanya. Dalam hati yang paling dalam, Shanum ingin mendengar nama lain yang diucapkan Nenek Sulaika. Nama lain dengan inisial SG, nama yang akan selalu dekat dengan dirinya.

Setelah mendengar perkataan Nenek Sulaika, sebagian dirinya ingin percaya jika buku itu milik Sraddha. Bagian dirinya yang lain masih ingin mempercayai jika Nenek Sulaika salah, inisial SG bisa saja nama lain.

My mom has the same initials.

Hening.

You think that book probably punya ibumu?” Karin menjawab, suaranya agak sedikit terkejut. Shanum nyaris tidak pernah menyebut orang tuanya, bahkan terakhir kali Karin bertanya mengenai orang tuanya, Shanum menunjukkan gelagat yang tidak nyaman.

Dengan mata berbinar Shanum menjawab, “yes.”

Wait, aku nggak ngerti sama sekali.” Karin menghentikan menyemil dan berusaha keras untuk memproses semuanya. “Kenapa kamu mikir itu punya ibumu? Kalo benar, gimana buku itu sampai disini? Kamu bilang, bukunya asing.”

Untuk beberapa saat hanya ada angin yang mengisi. Shanum merubah posisi menjadi berdiri membelakangi Karin. “Honestly, aku nggak tau, Rin. Aku nggak tau ini punya ibuku atau bukan,” katanya. Shanum berbalik dan melihat Karin yang menyimak dirinya. “Ayah, ibuku meninggal karena kecelakaan ketika aku 12 tahun.”

Terlihat jelas wajah Karin langsung berubah, sebelumnya Shanum menyebut mereka tidak ada, tanpa menyebut alasannya. Sekarang Karin tau apa alasan yang membuat Shanum kurang nyaman membicarakan mengenai orang tuanya. Karin berdiri dan langsung memeluk Shanum.

Kehilangan orang tua dalam waktu bersamaan pasti sangat menyakitkan. Karin tau itu, Karin kehilangan ayahnya dan itu sangat menyakitkan, bahkan ketika Karin sendiri tidak terlalu dekat dengannya. Sementara Shanum kehilangan kedua-duanya dalam waktu yang sama. Rasa sakitnya pasti tidak akan bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Shanum membalas pelukan Karin. Otak dan hatinya sedang berdebat, dirinya ingin percaya bahwa jurnal itu milik Sraddha yang meskipun dirinya sama sekali tidak tau siapa. Namun, sebagian dirinya yang lain ingin sekali jika jurnal ini milik ibunya. Ditinggalkan ibunya di usia yang cukup muda membuat Shanum tidak memiliki banyak kenangan. Hal itulah yang membuatnya ingin percaya jika jurnal itu milik ibunya, setidaknya ada bagian kecil tentang ibunya yang akan selalu bersamanya.

Karin perlahan melepaskan pelukannya. “I am so sorry,” ucapnya dengan nada bersedih.

Thanks.”

“Jadi next-nya apa sekarang?” tanya Karin.

Shanum berpikir sejenak. “Halaman kedua?” ucapnya ragu.

“Ide bagus,” jawab Karin.

Shanum langsung mengambil jurnal merah itu di kamarnya dan membawanya kembali ke balkon. Bersama Karin, Shanum membuka jurnal itu di halaman selanjutnya, halaman kedua. Melihat apa yang tertulis di sana membuatnya dan Karin saling bertukar pandang.

SRADDHA [TERBIT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin