Chapter 2 - Grenadine: Love, Obsession and Murder (1)

11 2 0
                                    

Malam berganti siang dan hari terus berganti. Musim pun datang dan pergi. Tak terasa satu tahun telah terlewati. Isolde telah melakukan banyak hal demi memenuhi tugasnya sebagai permaisuri, misalnya mengikuti kelas sejarah dan budaya, mengikuti kegiatan politik dan lain sebagainya. Rutinitasnya pun tak banyak yang berubah sejak dia pertama kali tiba dan tinggal di istana Kekaisaran Lobelia, seperti menyulam, mengadakan tea party yang hampir setiap hari dan kegiatan membosankan lainnya. Tak jauh beda dengan dirinya ketika masih menjadi seorang Putri.

Selain rutinitas yang disebutkan di atas, ada satu rutinitas yang terpaksa ia lakukan meski teramat tak nyaman, yaitu makan malam bersama Alexander. Ada dua alasan sehingga dia merasa demikian. Pertama, hampir tidak ada kesempatan untuk makan bersama dengan anggota keluarganya saat ia masih tinggal di Brirenth. Sekalipun kesempatan itu tiba, ayahnya hanya mengangkat topik yang membuatnya merasa terkucilkan. Kedua dan yang paling utama, dia tidak menyukai keberadaan Alexander itu sendiri.

Sebenarnya, Alexander menyarankan agar mereka bisa rutin makan bersama di waktu sarapan dan makan malam. Meski Isolde menerima saran tersebut akan tetapi ia menolak sarapan bersama dengan alasan bahwa ia selalu melewatkan jam sarapan sehingga berakhir hanya dengan rutinitas makan malam seperti hari ini.

Ya, seperti biasanya, Isolde dan Alexander selalu makan malam bersama. Meski di ruang makan itu hanya ada mereka berdua akan tetapi meja berbentuk persegi panjang itu hampir penuh dengan makanan lezat dan mewah, mulai dari roti gandum, berbagai olahan daging dan sayur serta jus dan wine sebagai penghilang dahaga.

"Isolde."

Suara Alexander menginterupsi. Isolde pun menghentikan gerakan memotong daging yang tersaji cantik di piringnya. Meski enggan, dia tetap menoleh dan merespon dengan wajah tenang, "Ya, Yang Mulia."

"Sebentar lagi hari ulang tahunmu, kan?" tanyanya memastikan.

Isolde pun membenarkan, "Benar, Yang Mulia."

"Aku telah menyiapkan hadiah untukmu," akunya.

"Apa itu, Yang Mulia?" tanya Isolde pura-pura penasaran dan tertarik.

"Beberapa waktu lalu, aku telah diam-diam meminta pengurus kebun untuk mengganti semua bunga di rumah kaca dengan bunga favoritmu," jelas Alexander sembari tersenyum sumringah.

Isolde mengernyitkan dahi. Dia berpikir, mencari ke dalam ingatannya mengenai bunga yang dimaksud oleh pria itu.

"Bunga grenadine. Itulah hadiah dariku. Kudengar kau menyukainya."

Lewat kata-katanya, Alexander terdengar tampak bangga. Namun tidak dengan Isolde. Dia terkejut. Matanya membola bersamaan dengan mulut yang sedikit terbuka.

Yang mengetahui fakta bahwa ia menyukai bunga grenadine hanya ada tiga orang termasuk dirinya. Namun, saat ini Isolde hanya mencurigai satu orang yang kemungkinan memberikan informasi itu pada Alexander.

"A-ah? Ya," ucap Isolde sembari mengangguk kaku.

"Terima kasih, Yang Mulia," sambungnya sambil memaksakan senyuman tipis terukir di wajahnya.

Pada detik itu, nafsu makannya mendadak hilang. Meski begitu, Isolde tetap melanjutkan aktivitas tersebut hingga Alexander—sang Kaisar Lobelia— menyelesaikan makanannya.

Tiba-tiba suara Alexander berbisik di telinganya, "Beri aku hadiah."

Entah sejak kapan Alexander sudah berdiri di sampingnya. Dia membusungkan tubuhnya lalu meraih dagu Isolde sehingga membuatnya terpaksa harus beradu pandang dengan bola mata hitam milik sang Kaisar. Selanjutnya, dia menempelkan dahinya pada dahi sang Permaisuri.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 30, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Isolde of BrirenthWhere stories live. Discover now