05

13.9K 765 9
                                    

Hari ini Jaemin memutuskan untuk menghindar dari atasanya, namun sialnya mereka terjebak di rapat yang sama, tentang promosi jadi produk.

Sial, Si Jeno terus-terusan berdehem, jarak antara tempat duduk mereka tak jauh, berhadapan namun selang beberapa orang. Jujur Jaemin tidak fokus, untung saja dia sudah presentasi hasil kerjanya, dia hanya akan menjadi pendengar, namun Jeno tak berhenti menatap dirinya.

"Silahkan presdir, bagaimana tanggapan anda?" Salah satu rekan memberi pernyataan menoleh kearah sang presdir.

Jeno beranjak dari tempat duduknya, dia berdiri di layar yang cukup besar, dirinya memberi tanggapan yang cukup masuk akal, jangan lupa pandainya dia memberi harga yang cukup murah untuk kaum sekarang, produk jual barang memang sering banyak pembeli.

Jaemin memandang wajah itu, sangat berbeda ketika presdirnya di luar kantor, ucapan yang sangat sopan seketika bukan kebiasaanya, mengingat kemarin, dia melihat bibir itu menyatakan cinta membuat wajahnya seketika merona.

"Saya ingin Na Jaemin sebagai perancang jual produk ini, kerja kerasnya lumayan bagus" Jeno berujar tanpa menoleh kearah Jaemin, manik matanya menghindari kontak mata Jaemin.

"Baik presdir" Jaemin menghela nafas kasar, sungguh akan menjadi pekerjaan yang paling menyebalkan menurutnya, menjadi perancang tidak mudah tentu saja, dirinya hanya bekerja menatap layar komputer membaca berkas.

"Baiklah, rapat kali ini selesai sampai sini saja. Terima kasih atas kerja kalian" Jeno menunduk sopan, lalu para manager dan karyawan keluar dari ruangan, menyisakan Jaemin dan Jeno berada.

Jaemin menata berkasnya, lalu dia menatap Jeno yang masih sibuk dengan ponsel sembari tersenyum. Tidak mau memikirkan sesuatu, akhirnya Jaemin keluar ruangan, tentu saja hatinya masih berdetak kencang.

Dia menaiki lift untuk ke lantai tempat dia bekerja, dia sudah memencet tombol nomor, pintu pun hendak tertutup, namun ada tangan yang tiba-tiba menjagalnya. Ternyata Jeno, dia masuk kedalam lift bersama Jaemin, ingat, hanya berdua.

Jaemin menggeser tubuhnya untuk memberi tempat, tapi Jeno lebih memilih berdiri di hadapan Jaemin dari pada harus bersebelahan denganya. Utu bukan urusan Jaemin, tapi bodohnya yang merasa bersalah adalah Jaemin.

Sungguh, gara-gara kemarin dia jadi sangat canggung dengan Jeno, apalagi tentang perasaan yang sama membuat dia lebih ingin diam saja.

Ting

Pintu lift terbuka, Jeno langsung beranjak meninggalkan Jaemin. Jaemin menatap punggung itu bingung, tumben sekali Jeno tidak mengoceh.

Tidak! Memang dasarnya ketus.

Jaemin menghela nafas kembali, lalu dirinya berjalan keluar lift untuk memdapati meja kerjanya, dia melangkah melihat Hyunjin dengan wajah sumringah menyapanya.

"Selamat siang Na" katanya dengan senyum mengambang.

"Siang ju-tanaman ini? Sudah diganti?" Jaemin menghentikan ucapanya ketika dia melihat pot bunga yang kemarin kering sudah terganti dengan kaktus kecil berwarna hijau dengan bunga di sampingnya.

"Tadi presdir yang menggantinya. Kau tau? Tadi dia tampak kesal mengganti tenaman kering mu, apa ada masalah lagi?" Tanya Hyunjin, Jaemin menggeleng lalu menduduki kursi tempat meja kerjanya dan mulai menyalakan komputer.

"Kurasa mood presdir sedang buruk" guman Hyunjin.

...

"Jaemin hyung, anda disuruh presdir Lee untuk keruanganya" Jaemin yang masih fokus makan siang dengan Haechan pun harus tertunda karena adanya Skretaris Chenle menghampiri.

Love With Boss | NominWhere stories live. Discover now