I T r u s t Y o u

832 34 1
                                    

~this is how you fall in love~

Jeremy Zucker, Chelsea Cutler

*

-You are the reason I can survive-

*

New York City, USA | New York Presbyterian Weill Cornell Medical Center

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

New York City, USA | New York Presbyterian Weill Cornell Medical Center

Priscilla memandang malas layar televisi. Ruang rawatnya terasa sepi. Hanya ada suara telivisi dan ketikan keyboard laptop. Auristela, Athena, dan Carla sudah pamit sedari tadi. Tidak heran jika suasana terasa hening karena kini hanya ada Apollo yang menemaninya.

Ternyata perubahan suasana sangat berpengaruh dengan mood Priscilla. Sebelum Auristela, Athena, dan Carla pergi, suasana masih terasa menenangkan. Priscilla tidak begitu memikirkan kondisinya yang kehilangan calon anaknya. Terlebih saat Carla menceritakan tentang peluru yang salah sasaran-masa lalu. Priscilla banyak tersenyum dan terhibur.

Berbeda dengan saat ini. Pikirannya kembali keruh. Rasa sedih kembali mengepungnya. Semuanya kembali terasa hambar. Bahkan acara televisi tidak bisa menghiburnya, tidak bisa mengalihkan pikiran Priscilla dari rasa kehilangan.

Priscilla mengalihkan pandangan matanya dari layar televisi ke samping. Mata coklatnya menatap Apollo yang tengah sibuk mengetik di atas keyboard laptop. Bahkan beberapa kali pria itu sibuk mengangkat panggilan telepon yang terus-menerus berbunyi.

Pandangan mata Pricsilla memburam akibat air mata. Kenapa sekarang rasanya jadi sangat menyakitkan? "Apollo? Kau tahu tidak apa yang sedang bayi kecil kita lakukan di sana?" tanya Priscilla serak. Tangan Apollo berhenti mengetik. Kepalanya menoleh menatap Priscilla yang sedang mentapnya sedih.

Entah kenapa hatinya terasa sesak melihat tatapan sedih pada mata coklat itu. Apollo merasa sakit dan tercekik. Bohong jika dirinya tidak bersedih atas kehilangan ini. Apollo ingin menangis, namun ia menahannya. Andai ia bisa mengulang waktu, maka Apollo tidak akan meninggalkan Priscilla seorang diri.

"Dia sedang menatapmu penuh senyum," balas Apollo semakin membuat tangis Priscilla pecah. Hati Priscilla teriris mendengar jawaban Apollo. Pikirannya membayangkan betapa indah senyum malaikat kecilnya. Menatapnya penuh cinta. Tapi sayang hal itu tak bisa menjadi nyata.

Apollo menaruh laptopnya dan berjalan ke arah ranjang Priscilla. Tubuhnya langsung memeluk Priscilla. Mendekapnya hangat. "Tuhan lebih menyayanginya, Pris. Aku tahu ini berat. Tidak hanya untukmu, tapi untukku juga," ujar Apollo. Tangan Apollo menggeser tubuh mungil Priscilla, sengaja agar ia ikut terbaring di samping wanita itu.

Priscilla menghapus air matanya. Mata coklatnya menatap dalam mata hijau milik Apollo. "Aku tidak pernah siap dengan kehamilan itu, Apollo. Aku takut. Aku tidak bisa membayangkan ada nyawa lain dalam diriku. Aku tidak bisa membayangkan perutku yang nanti terus membesar seperti balon. Aku takut membayangkan betapa sakitnya melahirkan," ujar Priscilla serak.

YOUR fool's Gold | ENDWhere stories live. Discover now