29. Help Me, Pa. I Need You.

2.7K 353 159
                                    

Matanya terpaku pada benda kecil yang masih terpasang di jari manis. Meskipun kata berpisah sudah keluar dari masing-masing mulut, selama perceraian belum dikatakan sah, Silvanya merasa berat untuk melepas cincin pernikahannya dengan Jonathan. Mulutnya memang lancar ketika menyampaikan gugatan, ucapan dan raut wajahnya pun meyakinkan orang lain kalau ia benar-benar sudah muak dengan Jonathan.

Akan tetapi, nyatanya tidak begitu. Setelah tahap mediasi pertama selesai, Silvanya sedikit goyah karena usaha mediator yang mencoba mendamaikannya dengan Jonathan. Ketika adanya panggilan untuk mediasi yang kedua nantinya, Silvanya tidak yakin perceraian itu akan benar-benar terjadi atau tidak. Silvanya mendadak ragu dan berkeinginan untuk damai. Hal itu muncul ketika ia sudah meninggalkan mansion Florenz.

Silvanya sebenarnya tidak masalah dengan putusnya komunikasi, sebab ia pun telah terbiasa sibuk dengan pekerjaannya selama berbulan-bulan yang mengakibatkan minimnya komunikasi. Ada pun Jonathan, meskipun saling mendampingi sebelumnya, pria itu tidak begitu memperhatikannya. Satu-satunya yang ia sayangkan adalah perceraian yang terjadi telah berimbas pada kebahagiaan anak-anak. Silvanya sudah melihat hal itu dari Athalla dan Haidar.

"Nyonya, sudah sampai."

Ucapan Fred--sopir pribadinya selama tinggal di San Jose, tempat tinggal orang tuanya dulu--menyadarkan Silvanya dari lamunan. Wanita itu sontak berterima kasih dan langsung keluar dari mobil, disambut oleh pelayan lain yang dengan mandiri mengambil barang yang ia bawa.

"Anak-anak sudah tidur?" Silvanya bertanya pada salah satu pelayan.

"Belum, Nyonya. Mereka masih betah diam di ruang tengah."

Silvanya mengangguk. "Saya bawa makanan buat mereka. Tolong hangatkan dan simpan di meja makan, ya? Saya mau panggil mereka dulu." Outer merah yang dikenakannya ia beri pada pelayan tersebut untuk segera dicuci. Kaki jenjangnya yang terbalut pantofel hitam mulai meniti jalan menuju tempat di mana kedua putranya berada.

Semakin dekat dengan tempat yang dituju, langkah Silvanya melamban seiring terdengarnya alunan piano yang lembut. Menghentikan langkahnya, Silvanya memutuskan untuk melihat keberadaan si kembar dari jauh. Rupanya mereka tidak sedang menghabiskan waktu bersama. Haidar berada di ruang musik, sementara Athalla mengintipnya di ruang tengah. Berdiri di dekat lemari buku sebagai sekat yang memisahkan ruang tengah dan ruang musik.

Lagu yang sebelumnya samar sudah terdengar jelas. Silvanya berhasil dibuat membeku. Ia jelas tahu lagu apa yang dimainkan. Lagu favorit kedua putranya ketika bersama Biru di mansion Florenz. Lagu yang menggambarkan seberapa dekatnya si kembar dengan Biru ketika orang-orang dewasa sibuk bergelut dengan peliknya hidup. Silvanya sudah mendengarnya berulang kali.

Hal lain yang membuatnya sakit adalah ketika kedua putranya tidak lagi tersenyum lebar dan cenderung tersenyum secara paksa. Mereka jelas merindukan mansion Florenz. Keduanya tidak pernah masalah dengan sepi ketika orang-orang sibuk bekerja, sebab yang terpenting adalah keluarganya masih utuh, bagi mereka itu sudah cukup.

"Athalla." Silvanya memangil dengan lembut, disusul senyum tipisnya yang tulus. Dilihatnya, Athalla berbalik dan terkejut mendapati keberadaan Silvanya. "Ayo makan malam. Ajak Haidar." Hanya itu yang Silvanya katakan sebelum akhirnya pergi lebih dulu.

Athalla bisa melihat itu, sorot mata Silvanya yang meredup. Setiap hari, rasanya Athalla selalu diliputi rasa bersalah. Baik ia dan Haidar terlalu menunjukkan kalau mereka sebenarnya tidak begitu suka dengan keputusan meninggalkan mansion Florenz. Silvanya mungkin sekarang berpikir kalau usahanya untuk membuat kedua putranya senang tidak berhasil.

Walau faktanya memang begitu, Athalla tidak sampai hati untuk mengatakannya. Kepergian mereka ke San Jose merupakan pilihan yang tepat. Bagaimana pun juga, fakta soal Jonathan yang bukan suami yang baik bagi Silvanya membuat Athalla dan Haidar ikut sakit hati. Mereka tidak bisa menyalahkan ibunya.

A Little Thing Called : QUERENCIA [END]Where stories live. Discover now