Ejekan Kalian Memacu Semangatku (Slice Of Life)

11 1 0
                                    

Zelmira duduk di pojok kelas saat teman-temannya mengejeknya gendut dan anak miskin. Ia yang hanya diberi uang saku lima ratus perak kala kelas satu sekolah dasar itu harus menerima kala teman-temannya sering merundung. Ingin sekali ia melawan, tetapi, ia hanya seorang anak perempuan berusia enam tahun yang pemalu dan penakut.

"Lihat deh Zelmira! Dia seperti gajah! Gendut!" seru seorang gadis dengan bandana berwarna merah muda di kepalanya.

Temannya menjawab dengan nada mengejek, "Kau baru tahu Rin? Dia memang gajah sejak pertama kali masuk sekolah! Bajunya saja lusuh bekas sepupunya!"

Zelmira memeluk lutut yang ditekukknya di depan dada. Ia menelungkupkan kepalanya di antara kedua lututnya. Air mata menetes begitu saja saat temannya mengejeknya.

"Kenapa mereka sering mengejekku?" tanyanya dengan suara lirih. Isak tangis terdengar begitu pilu.

Tak ada seorang pun yang menghampiri untuk merangkulnya.

Setiap hari yang dirasakannya adalah ejekan dan hinaan dari teman sekelasnya. Guru-guru pun tak ada yang tahu jika dia dirundung. Semua teman-temannya akan berlaku manis ketika di depan guru. Zelmira sendiri tak berani mengadu. Takut dengan ancaman gadis berbando yang bernama Arin, anak kepala sekolah tempat ia belajar.

Sampai suatu hari, ada seorang siswa baru, anak laki-laki yang datang menghampiri Zelmira dan mengajaknya berkenalan. Dia bernama Satrio, dia bahkan dengan berani menghampiri siswa perempuan berbandana merah muda dan menjambaknya. Dia berani membela Zelmira.

"Jangan menghina Zelmira!" seru anak laki-laki itu, dia Satrio, anak kepala desa yang pindah sekolah sejak beberapa hari yang lalu.

"Kenapa kamu membela si gajah itu?" Arin bertanya dengan wajah kesal.

Satrio tak menghiraukannya, ia berbalik arah dan membantu Zelmira berdiri. "Ayo Zel! Duduk!" serunya.

Zelmira mendongakkan kepalanya, air matanya semakin luruh. Terharu dengan tindakan Satrio yang berani membelanya.

Mereka yang suka merundung Zelmira menatap penuh permusuhan ke arahnya.

Bel masuk berhunyi membuat semua siswa kembali ke bangku masing-masing.

Bu Ranti datang sambil melemparkan senyum.

Dia bertanya dengan ramah pada semua murid, matanya menatap heran ke arah Zelmira lalu ia bawa kakinya melangkah mendekati Zelmira.

"Kamu kenapa Zelmira?" tanyanya dengan suara lembut.

Zelmira hanya menggelengkan kepalanya. Tak berani mengadu pada Bu Ranti.

"Arin mengejeknya, Bu!" seru Satrio membuat semuanya terkejut mendengarnya. Mata Zelmira sampai melotot tak percaya ke arahnya. Senyum terukir di sudut bibir Zelmira. Terlihat imut dan manis.

"Apa benar?" tanya Bu Ranti.

Arin menggeleng sebagai jawaban. Bu Ranti menghela napas. "Ya sudah, ayo kita mulai belajarnya."

Satrio menatap heran ke arah Bu Ranti, begitu juga dengan semua murid di sana.

Sejak hari itu, Arin hanya merundung dan mengejek Zelmira ketika pulang sekolah, saat tak ada Satrio di samping Zelmira.

"Heh gajah! Bocah gendut! Bawakan tasku, dong!" seru Arin sambil menyodorkan tas punggungnya ke depan Zelmira.

"Tangan kamu baik-baik aja, bawa sendiri, dong!" jawab Zelmira. Ia berjalan dengan cepat mendahului Arin. Arin mendengkus kesal mendapat penolakan dari Zelmira.

"Aku harus semangat! Aku harus bisa buktikan ke semua orang kalau aku punya kelebihan! Aku harus bisa mempertahankan nilaiku! Aku harus bisa peringkat satu terus!" tekad Zelmira sambil terus melangkahkan kakinya.

Setiap harinya, Zelmira terus belajar dan belajar, di sekolah, ia tak lagi menangis dan takut kala teman-temannya mengejeknya. Ia hanya menanggapi dengan senyuman. Satrio juga selalu bermaij bersamanya. Duduk satu meja dengan Satrio membuat Zelmira tak lagi kesepian.

Ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan dua minggu lagi, di mana sejak saat itu Zelmira lebih tekun belajar. Ia bertekad agar membuktikan jika ia punya kelebihan. Ia selalu menyisihkan uang sakunya. Tidak digunakannya untuk membeli jajan.

***

Hari ujian kenaikan kelas tiba, Zelmira sampai ke sekolah dengan semangat yang membara. Ia sudah bersemangat untuk mengerjakan setiap soal yang diberikan.

Tepat pukul tujuh, ujian dilaksanakan. Zelmira mengeluarkan semua alat tulisnya, pensil, penghapus, bolpoin dan tip-x. Soal ujian telat dibagikan, sebelum mulai mengerjakan, Zelmira lebih dulu berdo'a.

Ia mendengar suara tak nyaman di belakangnya, Arin tengah panik karena ia tak membawa alat tulis.

Zelmira menoleh dan bertanya, "Kamu kenapa Rin?" tanya Zelmira.

Dengan malu-malu, Arin menjawab, "Aku tak membawa alat tulis."

Zelmira dengan tulus menyodorkan pensil dan bolpoin. Mempersilakan Arin untuk memilih. Arin mengambil pensil sambil meneteskan air mata. Sejak tadi ia meminta bantuan pada teman akrabnya untuk memberinya pinjam pensil, namun tak ada seorang pun yang memberikannya padanya.

Saat Zelmira dengan murah hati memberinya pinjam, ia sangat terharu. Mulai saat itu, ia bertekad untuk menjadi temannya dan tak lagi menghina Zelmira. Sejak saat itu pula, ia, Zelmira dan Satrio menjadi teman akrab.

Saat ini, ketiganya tengah menunggu hasil ujian kemarin, mereka berharap agar mendapatkan nilai yang memuaskan. Ternyata, Zelmira lah yang menjadi juara kelas. Ia mendapat ucapan selamat dari semua teman kelasnya yang sudah tak pernah mengejeknya lagi. Ia juga mendapatkan hadiah berupa beasiswa selama sekolah dan uang saku.

Orang tua Zelmira dengan tulus dan penuh sayang memeluknya.

"Kamu anak hebat Zelmira, Ibu dan Bapak bangga padamu."

Tamat





Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang