3

31.2K 2K 13
                                    

Seorang pria dengan tatapan dingin tengah sibuk menyetir mobil miliknya, tatapan itu terus mengarah kedepan tanpa menatap kearah samping walaupun sebentar saja, hari ini kepulangannya dari luar negeri setelah tinggal disana kurang lebih lima bulan untuk mengurus pekerjaan disana, ia hanya membawa anaknya saja tinggal disana karena sekarang ia sendirian yang merawat anaknya itu setelah bercerai dengan istrinya tiga tahun yang lalu tepat setelah anak mereka lahir.

Pernikahan yang sama sekali tak diinginkan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, namun keluarga memaksa mereka untuk terikat dalam sebuah hubungan. Hubungan yang tak pernah berjalan dengan baik selama dua tahun lebih sampai mereka ingin mempunyai anak, sikap mereka tetap sama walaupun akan mempunyai seorang anak yang akan melengkapi keluarga mereka yang terasa hambar, sehingga saat anak mereka lahir, istrinya itu langsung meminta untuk cerai dan meninggalkan anak mereka bersama dengannya.

Ia harus menerima semua itu mau tak mau karena bagaimana pun anak itu juga anaknya, darah dagingnya. Walaupun tak ada cinta selama anak itu didalam kandungan, ia masih mempunyai perasaan untuk merawat anaknya itu walaupun sendirian tanpa ingin dibantu sedikitpun, kedua orang tuanya sudah cukup membuat dirinya menderita selama ini sehingga saat mempunyai anak, ia memutuskan untuk merawat anaknya itu sendirian, tanpa campur tangan orang lain sedikitpun.

Dia Alberio Evans, pria berumur 33 tahun. Pria dewasa yang sekarang merawat anaknya sendirian tanpa bantuan orang lain, ia merasa mampu untuk melakukan itu semua tanpa menerima pertolongan dari siapa pun.

Selama tiga tahun merawat anaknya sendirian, ia sama sekali tak tertarik untuk berhubungan dengan seseorang, walau pun orang itu baik atau bahkan bisa bersikap baik pada anaknya, ia sedikit merasa takut jika semuanya akan berakhir sama dengan hubungan pertamanya, ia ingin memiliki sebuah hubungan dimana dirinya sudah benar-benar siap dan orang itu juga siap dengan hubungan mereka. Ia tak ingin ada keterpaksaan sehingga akhirnya akan sama saja, bukannya membenci sebuah hubungan, ia hanya tak ingin dipaksa.

"Daddy? Andla mau cucu! Mana cucu na Andla?"

Lamunan Alberio buyar begitu saja saat mendengar suara sang anak, ia menatap kearah samping sebentar sebelum kembali fokus kearah depan. Ia melupakan satu hal jika saat kembali kesini, ia lupa membelikan anaknya itu susu kotak agar dia diam. Anaknya itu sangat menyukai susu, terutama susu kotak yang ada gambarnya, ia tahu semua hal tentang anaknya itu hanya saja ia sedikit keras dalam mendidik sang anak.

"Sebentar, kita cari minimarket dulu untuk membeli susu yang kau mau,"ujar Alberio dengan terus fokus mengemudi.

Balita itu menganguk dengan tatapan mengarah kedepan, kedua tangan kecil itu menggenggam kursi anak khusus untuknya dengan pelan. Karena sekarang mereka akan kembali pulang setelah pergi dari rumah sangat lama.

"Daddy anti tita langcung pulang apa mau te lumah glenma?"tanya balita itu setelah cukup lama terdiam, ia tak suka keheningan karena menurunnya itu tak asik.

"Langsung pulang, nenekmu tak ada dirumah sekarang, dia sibuk."

Alberio mengatakan itu semua tanpa berpikir sedikitpun karena ia sama sekali tak tahu ibunya tengah sibuk atau tidak, hanya saja ia malas jika datang kerumah kedua orang tuanya yang selalu membahas tentang pernikahan lagi. Mereka sama sekali tak belajar dari kesalahan masa lalu.

"Andla angen glenma cama glenpa,"cicit Kaivan dengan pelan. Ia merindukan sosok baik grendma dan juga grendpanya sekarang, hanya saja daddynya mengatakan jika mereka sibuk, ia tak punya pilihan lain selain menurut dengan apa yang daddynya itu katakan.

Mobil berhenti, Alberio menatap kearah anaknya sebentar, "kau tunggu disini, daddy akan membelikan susu untukmu. Ingat jangan pergi dari dalam mobil karena disini bahaya, banyak orang jahatnya, mengerti?"

Balita itu menganguk dengan semangat, karena ia akan setia menunggu demi susu yang ia inginkan sejak tadi. Karena sekarang ia sangat menyukai susu!

"Good boy,"

Setelah itu semua Alberio langsung keluar dari dalam mobil dengan meninggalkan anaknya sendirian didalam mobil, karena selama tinggal diluar negeri ia biasa melakukan ini semua karena tak ingin anaknya itu bertemu orang asing, dan sekarang saat kembali pulang ke negara asal mereka, ia melakukan hal yang sama juga, ia tak menyukai orang asing yang datang untuk mencubit pipi tembam anaknya karena terkadang Kaivan terkena ruam karena sentuhan orang asing, pipi anaknya cukup sensitif.

***

Pipi tembam itu bergerak-gerak dengan pelan, tatapan kedua mata bulat itu mengarah pada tempat yang tadi daddynya datangi, sudah cukup lama ia menunggu disini tapi daddynya itu tak kunjung kembali. Disini juga sepi karena area parkiran.

Tatapan itu kembali mengedar, mencari apa saja yang terlihat menarik didalam pandangannya, sebelum Kaivan terdiam saat melihat seseorang tengah berjalan didepan sana, tak jauh dari sini.

"Dimana lagi gue cari kerja anjir? Masa setiap hari keluyuran terus kayak gini, mana nggak ada kepastian apapun lagi. Kalo ada kepastian kan enak yak? Tapi ini nggak ada hasil apapun, kalo gue nyerah sama aja perjuangan gue selama lima tahun ini hancur berantakan,"

Kedua mata bulat itu terus memerhatikan orang itu yang mulai berbicara sendiri. Kenapa kakak itu terlihat tengah marah? Ia saja sudah menunggu daddynya sangat lama tapi dirinya sama sekali tak marah.

"Anjir! Gue capek!"

Kleng!

"Akh!"

Kaivan tertawa melihat apa yang kakak itu lakukan, apa mungkin kakak itu tengah bermain bola menggunakan kaleng sekarang? Ia ingin ikut dan ditemani menunggu daddynya sekarang!

Ia langsung keluar dari dalam mobil dengan cepat agar bisa segera mendekati kakak itu, ia ingin ikut bermain dan juga ditemani menunggu daddynya sekarang!

Balita itu berlari sebelum menggenggam tangan kakak itu dengan pelan, "anjir! Nggak! Nggak bukan gue yang nendang kaleng tadi! Kalengnya jalan sendiri kesana!"

"Tata tenapa?" Kaivan bingung saat melihat kakak itu berteriak tanpa sebab.

"Lo siapa? Kok kesini? Kenapa lo pegang tangan gue? Bapak lo mana? Ibu lo mana?"

Kaivan terlihat memiringkan kepalanya dengan pelan saat mendengar pertanyaan yang begitu banyak, terlihat sangat jelas jika balita itu tengah merasa sangat bingung sekarang.

"Tata daddy talo bicala itu haluc pelan-pelan, coal na nda copan talo bicala na banat-banat,"ujar balita itu saat mengingat dengan jelas perkataan daddynya jika saat bicara tak boleh cepat karena itu kurang sopan.

Ia jadi tak mengerti dengan apa yang tengah kakak itu bicarakan sekarang. Namun tetap saja ia merasa senang bisa bertemu dengan kakak itu sekarang.

Bersambung..

Votmen_

#60 vote harus tembus, kalo nggak nggak lanjut. Siders kali-kali nongol dong🗿

OM DUDA {TERBIT}Where stories live. Discover now