6. H-?

3 0 0
                                    

"Mba Fit, bisa nggak bagian ini mba lebih mainkan nadanya."

"Kurang main ya?" Saat melihat anggukan dari ketua panita, Fitri mengembuskan napas keras-keras. Sulit sekali menjadi pembawa acara. Sudah tiga hari dia berlatih dan selalu stuck di paragraf yang sama.

Fitri menghempaskan tubuhnya ke lantai dan menikmati dinginnya lantai perpustakaan. Berharap dinginnya lantai bisa membuat kepalanya yang panas menjadi lebih  dingin. Mata gadis itu terpejam hingga dia merasakan cahaya lampu yang menyorot matanya tiba-tiba menghilang. Perlahan dia membuka matanya dan melihat seorang laki-laki berdiri tepat di sampingnya dan menghalangi sinar lampu ke matanya.

"Ustaz Faiz," sapa Fitri sembari duduk dari posisi tidurannya.

Faiz tersenyum tipis menanggapi sapaan dari Fitri yang baru  satu bulan bergabung di bawah kepemimpinannya sebagai kepala perpustakaan. "Mba Fitri nggak papa?"

"Ngga papa, Ustaz."

"Semuanya lancar, Mba?"

Fitri menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis. "Baguslah, kalau begitu saya tinggal, ya. Oh iya, hampir saja saya lupa. Mba, nanti setelah selesai latihan, tolong bantu arahkan siswa-siswi kelas 12 ke aula, ya, untuk gladi resik. Jam 2."

"Baik, Ustaz."

Setelah laki-laki itu pergi, Fitri mengembuskan napas dan kembali duduk di lantai perpustakaan. Mulutnya membuka dan menutup untuk melakukan pemanasan. Beberapa kali dia juga melakukan olah vokal supaya suaranya bisa keluar lebih jelas.

Hampir satu jam Fitri melatih paragraf yang sama dan akhirnya Kamila, ketua panitia menganguk puas dengan hasil latihan Fitri.

"Akhirnya." Fitri terkekeh geli bersama Kamila sembari menyandarkan punggungnya ke kaki meja. "Tiga hari stuck terus, bener juga akhirnya."

"Diingat-ingat, ya, Mba. Jangan sampai lupa, kacau nanti."

Fitri menganggukkan kepala dan menunjukkan jempolnya. Saat dia melihat jam yang terpasang di dinding, dia menghela napas dan segera beranjak keluar dari perpustakaan. Saat dia keluar dari perpustakaan, dia berpapasan dengan Bu Ning yang baru saja turun dari tangga. "Mau kemana, Bu?"

"Ke aula. Tadi Ustaz Faiz memberi amanah untuk membantu mengkoordinir gladi resik. Mba Fitri mau kemana?"

"Sama, Bu. Saya juga dapat amanah yang serupa dari Ustaz Faiz."

Bu Ning menganggukkan kepala dan berjalan dua langkah di depan Fitri. Jarak Aula dan perpustakaan tidak terlalu jauh, hanya terpisahkan jalan raya dan harus berjalan kurang lebih 20 meter dari gerbang bangunan putra.

Sesampainya di dalam aula, Fitri langsung merasakan pusing karena melihat banyaknya manusia yang ada di dalam aula. Setelah diberi arahan oleh Bu Ning dan Ustaz Faiz, Fitri menjalankan tugasnya untuk memastikan semua siswa dan siswi duduk di tempatnya masing-masing.

Setelah semuanya tertib dan tidak ada yang berbicara lagi, acara gladi resik dimulai. Lantunan nasyid dari pengeras suara menjadi latar belakang acara gladi resik pelepasan siswa dan siswi kelas 12. Gladi resik tersebut hanya memakan waktu satu jam dan diakhiri dengan ucapan hamdalah dari seluruh peserta dan panitia.

"Gugup?" tanya Bu Ning setelah acara selesai. Fitri menganggukkan kepala dan memperlihatkan telapak tangannya yang berubah menjadi lebih pucat dari biasanya.

"Saya tidak terbiasa berbicara di depan orang banyak, Bu. Ditambah hampir dua tahun saya tidak pernah berinteraksi dengan orang lain saat covid."

Bu Ning tersenyum dan memberikan lima buah permen green tea kepada gadis itu. "Buat kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AriVeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang