11 | I Beside You

60 6 0
                                    

Pagi itu, Haechan terbangun dengan rasa gelisah. Dengan linglung dia keluar dari kamarnya, lalu berjalan ke arah handphone milik Mark yang tergeletak di atas meja. Benda itu ia nyalakan, lalu ia perhatikan angka yang tertera di layar. Pukul 07.51, sembilan menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Bagus, Haechan sudah sangat terlambat, sehingga dengan panik ia langsung beranjak mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

Mark tidak membangunkan Haechan. Biasanya Mark akan bangun sangat pagi dan melemparnya dengan sobekan kardus atau handuk agar ia bangun. Tetapi hari ini, ia lihat Mark masih terbaring meringkuk di ruang tamu. Bahkan hingga Haechan selesai memakai seragamnya pun, Mark belum kunjung bangun. Ia tahu Mark kelelahan. Setiap hari sang kakak akan pergi sangat pagi dan pulang larut malam. Sebelum itu, Haechan tidak tahu pekerjaan apa yang Mark ambil. Tidak ada libur bagi sang kakak. Haechan bimbang ingin membangunkan, karena dia juga tidak tahu apakah Mark memang berniat mengambil cuti atau tidak.

Haechan mendekati kakaknya dan berkata pelan, "Mark Hyung, aku berangkat." Tetapi tidak ada jawaban.

Saat Haechan ingin pergi, tiba-tiba Mark menyahut, "Dingin, Haechan-ah ...."

Haechan tertegun. Suara Mark terdengar serak dan lirih, membuatnya tanpa pikir panjang kembali menghampiri Mark dan menempelkan tangannya di kening pemuda itu. Terasa panas, bahkan bibir Mark begitu pucat. Kenapa Haechan baru menyadarinya?

"Kau demam, Hyung. Ayo kita ke dokter!"

Namun, tangan Mark menarik tangannya sehingga hangat lagi-lagi merambat. Haechan tak berkutik, menunggu sang kakak kembali berbicara. "Tetap di sini, temani aku."

"Hyung," Haechan memelas, "kita harus ke dokter--"

"Ah ..." Mark seketika melepaskan genggamannya di tangan Haechan. "Pergilah! Kau sudah sangat terlambat."

"Hyung?" Cukup heran, ucapan Mark dalam konteks apa?

"Sial, aku tahu kau telat. Jangan sampai kau ketinggalan bus berikutnya."

"Tapi--"

"Jangan sok perhatian! Uang sekolahmu mahal. Pergilah!"

Langkahnya ragu, namun tetap ia lakukan apa yang Mark inginkan. "Baik, Hyung."

Setelahnya Haechan pergi dengan memacu langkahnya. Rumah mereka sekarang amat jauh dari sekolah. Mustahil mencapainya dalam waktu singkat hanya dengan berlari. Saat halte bus di depan mata pun, tidak ada harapan besar bahwa bus keberangkatan jam 8 belum melaju ke sini. Sungguh, Haechan tidak tahu jam berapa sekarang. Mengingat waktu terakhir kali melihat jam, ia tahu gerbang sekolah sudah ditutup sedari tadi.

"Pak, apakah bus kedua sudah berangkat?" Bertanya begitu melihat seorang pria tua duduk di halte sambil menikmati lintingan tembakau. Padahal terpampang jelas tulisan dilarang merokok di belakang badannya. Haechan menyapu pelan keringatnya.

Sesuai dugaan, si pria tua mengangguk, lalu menatap jam tangannya. "Sudah setengah jam yang lalu bus itu berangkat, Nak. Kau sangat terlambat."

Sirna, tidak ada lagi rencana di kepala. Apa yang akan Haechan lakukan setelah ini? Apakah ia akan pulang ke rumah? Atau malah berkeluyuran tanpa tujuan? Bukankah Mark akan sangat kecewa? Apa mau dikata, dia tidak akan sanggup berlari ke sekolahnya. Jika meminta tumpangan kepada orang lain pun, yakinkah akan dipedulikan? Ini bukan hari libur.

Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak akan peduli pada anak laki-laki yang berkeliaran tanpa tujuan dengan seragam sekolah yang terpasang. Perspektif orang berbeda-beda. Mereka yang berpikir irasional sekali pandang akan menduga-duga bahwa Haechan adalah anak nakal yang membolos sekolah. Namun, sekali lagi, apakah mereka peduli?

Just About You | MarkhyuckWhere stories live. Discover now