Chapter 08

1.4K 35 4
                                    

“Ssshhh...” Giselle yang berjalan terseok dalam rangkulan Soobin merintih kesakitan. Mereka berdua sudah meninggalkan area dapur, dan sedang dalam perjalanan menuju kamar.

“Aku gendong aja ya?”

“Gak perlu, Bin. Aku masih bisa jalan.”

“Tapi kaki kamu luka. Aku masih kuat buat gendong kamu, serius.”

Dalam temaram itu Giselle tersenyum kecil mendengar nada bicara Soobin yang sangat mengkhawatirkannya. Akhirnya ia meminta untuk menjeda perjalanan, dan memutuskan untuk duduk lesehan di lantai sambil bersandar pada tembok di belakangnya.

Soobin mengambil lampu minyak yang tergantung tak jauh dari sana dan mulai mengecek telapak kaki Giselle yang terluka. Darahnya cukup banyak, bahkan tercecer sehingga membuat noda jejak di lantai.

“Aku minta maaf. Padahal gelas itu pecah gara-gara aku, tapi malah kamu yang kena.” ujar lelaki itu menyesal.

“Soobin, udahlah. Ini bukan salah kamu. Aku aja yang ceroboh karena terlalu panik.”

“Andai aja aku bisa lebih cepat membereskan kekecauan itu mungkin kamu gak akan kayak gini, Gi.”

“Sebentar lagi tengah malam. Kenapa kalian berdua ada di sini?”

Soobin dan Giselle kompak menahan nafas sejenak mendengar suara asing yang tiba-tiba nimbrung ke dalam percakapan mereka, dan saat dilihat ternyata itu adalah Irene yang tidak ketahuan kapan munculnya.

Wanita misterius itu hanya berjarak sekitar dua meter saja dari mereka. Membawa lampu minyak gantung dengan kondisi sekujur tubuhnya yang basah.

“K-kami tadi ke dapur untuk mengambil air minum, Nyonya.” mati-matian Soobin menyembunyikan ketakutannya dan berusaha biasa saja. “Ini sekarang juga kami mau kembali lagi ke kamar. Permisi, selamat malam.”

“Ya, malam.”

Soobin langsung berbisik meminta Giselle agar naik ke punggungnya. Giselle juga langsung menurut karena ia tidak mau berlama-lama di sini bersama Irene yang terus menatapnya.

Setelah membenarkan posisi gendongannya, Soobin langsung mengambil langkah lebar. Namun ia dan Giselle dibuat kebingungan karena pintu kamar mereka kini lenyap.

“Ini kita gak nyasar kan?”

“Nggak, Gi. Aku masih ingat arahnya emang ke sini.”

Tapi nyatanya di sini hanya ada tembok saja, seolah ruangan yang mereka tempati itu tak pernah ada sebelumnya.





































.

.

.

“Kau gila, hah?!”

Ningning kewalahan menghadapi Minji yang kini menghimpitnya. Sungguh ia tercengang karena bocah sepuluh tahun itu memiliki kekuatan yang sama besarnya dengan dirinya.

“Kau benar-benar gila!”

Minji menyeringai berbahaya, merasa senang karena targetnya ini tak berkutik dalam kunciannya. “Katakan itu sebanyak mungkin karena aku gak peduli. Aku hanya ingin kadoku, yaitu kalian semua.”

Dia mengangkat tinggi-tinggi goloknya, bersiap memenggal leher Ningning. Namun hal itu tidak terlaksana saat tiba-tiba sosok Hyein muncul dan dengan cepat memukul lengannya menggunakan tongkatnya.

“Kau bodoh, hah? Kau mau membunuhnya sekarang? Ini belum saatnya!” bentak Hyein galak dengan bola matanya yang putih semua.

Ningning menganga melihatnya. Hyein itu buta kan? Bahkan beberapa saat lalu saat ia masih disekap bersama Taehyun, bocah itu masih memiliki bola mata warna hitam walaupun pandangannya memang kosong.

Panti Asuhan || AESTXT [SLOW UPDATE]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt