03 : Gunung Pegat

624 38 0
                                    

Dua jam lebih perjalanan yang kami tempuh dalam kebisuan. Rasa kesalku belum sepenuhnya hilang. Bukan, bukan kesal kepada Seruni yang kini telah terlelap diatas jok disebelahku. Gadis itu jelas tak tahu menahu dengan masalahku. Tapi Rena, dialah sumber dari segala rasa kesalku.

"Duaratus meter kedepan, belok kanan!" Suara mbak mbak dari aplikasi peta digital di smartphoneku terdengar memecah kesunyian, saat mobil yang kukendarai sampai di depan pasar kota Ngadirojo. Laju mobil aku perlambat, lalu stir kuputar ke kanan, memasuki jalanan menurun ke arah selatan.

"Beruntung ada G-maps. Kalau enggak, bisa nyasar aku. Si Semprul ini malah enak enakan tidur lagi," gerutuku sambil menyalakan sebatang sigaret. Mobil sengaja kulajukan perlahan, sambil menikmati pemandangan di sisi kiri dan kanan jalan. Hingga tak terasa, mobil yang kukendarai memasuki sebuah jalan yang diapit oleh dua buah bukit kembar di sisi kiri dan kanannya.

"Wow! Ini benar benar sebuah pemandangan yang sangat eksotik," gumamku sambil menepikan kendaraanku. Aku lantas turun sambil menenteng kameraku, lalu tanpa membuang waktu segera mengabadikan pemandangan yang luar biasa indah ini.

"Bay!" Seruan Seruni membuyarkan konsentrasiku. Rupanya anak itu sudah terbangun dari tidur 'panjang'nya.

"Kenapa berhenti disini?" Gadis itu ikut turun dan melangkah menghampiriku.

"Sebentar Run. Aku mau foto foto dulu. Sayang kalau pemandangan seindah ini dilewatkan begitu saja," sahutku sambil kembali sibuk dengan kameraku.

"Hmmm, ternyata instingmu masih tajam juga ya," Seruni berdiri menjajariku, lalu menarik nafas dalam dalam, seolah ingin menghirup semua udara segar yang ada di area perbukitan ini. "Kau tau Bay? Tempat inilah yang ingin kutunjukkan padamu."

"Kenapa baru sekarang?" Tanyaku tanpa menoleh. Mataku masih terus terfokus pada lensa kameraku, mengabadikan semua keindahan alam yang sangat luar biasa ini.

"Hahaha! Salahmu sendiri to, dari dulu kamu mana pernah mau kalau kuajak ke kampungku," gadis itu tertawa, lalu melompati parit kecil yang berada di sisi jalan dan duduk diatas sebuah batang kayu yang tumbang.

"Tunggu! Diam dulu Run! Jangan bergerak!" Seruku sambil mengarahkan lensa kameraku ke arah gadis itu.

"Nah, akhirnya aku berhasil mendapatkan foto penampakan sosok misterius penghuni bukit ini," candaku begitu berhasil mengabadikan sosok Seruni dengan latar belakang hijaunya pepohonan di lereng bukit.

"Asem! Kau pikir aku ini bangsa dedhemit apa!" Gadis itu memberengut. "Sosok penghuni bukit ini Bay, bukan perempuan. Tetapi laki laki. Dan kau tahu Bay? Sosok itu paling tidak suka jika ada laki laki dan perempuan berdua duaan di tempat ini."

"Oh ya? Jadi tempat ini memang ada penunggunya?" Suara Seruni yang dibuat buat seolah ingin menakutiku itu justru membangkitkan rasa keingintahuanku.

"Nah! Kan, mulai terpancing tuh! Kalau denger yang horor horor, pasti imajinasinya langsung kemana mana," kembali Seruni tergelak, lalu bangkit dan menghampiriku.

"Beneran tempat ini ada dedhemitnya?" Tanyaku lagi.

"Eits, sabar Bay! Tak baik ngomongin dedhemit di rumah mereka sendiri. Nanti dia-nya marah, baru tau kamu! Yuk ah, kita jalan lagi. Nanti kuceritakan sambil jalan," gadis itu kembali masuk kedalam mobil. Mau tak mau akupun mengikutinya, karena sudah tak sabar ingin mendengar ceritanya.

"Jadi Bay," kata Seruni lagi, setelah aku kembali melajukan mobil. "Tempat itu tadi namanya Gunung Pegat. Kau tau kenapa dinamakan begitu?"

"Jadi," Seruni kembali melanjutkan ceritanya, karena aku memang sengaja tak menjawab pertanyaannya. "Dulunya gunung atau bukit itu cuma satu Bay. Namanya Gunung Ngadiroyo. Lalu, demi untuk membangun jalan ini, terpaksalah gunung itu dibelah menjadi dua, dan jalan ini dibangun di tengah tengahnya. Karena itulah akhirnya tempat itu dinamakan Gunung Pegat, yang artinya gunung yang dipisahkan."

Ipat Ipat Demang KajangWhere stories live. Discover now