34. On Rainy Day

12 2 0
                                    

Hujan turun rintik membasahi bumi. Tanah menjadi lembab kemudian basah. Dedaunan pun mulai meneteskan air yang membasahinya ke tanah. Udara menjadi terasa dingin dan basah. Kontras dengan siang tadi kala panas menyerang hingga menjelang sore.

Di dalam rumah, Lala masih melakukan aktivitasnya. Berkutat dengan kuas, cat, dan kanvas di ruang kerja. Ia membiarkan dinding kaca menampakkan hujan di luar sana. Sesekali perempuan itu mengangkat wajah. Menikmati tetesan hujan yang turun membuat kaca tak sejernih sebelumnya.

"Tirainya gak ditutup, La? Di luar udah gelap ditambah hujan. Makin gak kelihatan apa-apa."

Savero meletakkan cangkir berisi coklat panas yang asapnya masih mengepul di atas meja. Ia duduk di sofa sambil menyesap minumannya sendiri. Menatap punggung kecil Lala yang masih belum beranjak dari tempatnya.

"Kamu datang kapan? Kok, aku gak denger suara mobil kamu?" tanya Lala mengabaikan ucapan Savero sebelumnya. Ia pun meletakkan kuas dan palet ke tempat semula. Menutup cat dan menatanya kembali bersama cat lain dalam kotak kayu. Lala meninggalkan kursinya sambil melepas celemek kemudian meletakkannya begitu saja di atas kursi kayu yang tadi dia duduki.

"Aku diantar sama Jeff sampai depan gerbang. Tapi dia langsung pergi. Katanya besok mau ke sini sama Neo sama Gia buat bantuin kamu beresin galeri."

Savero meletakkan cangkirnya begitu Lala mendekat padanya. Ia membuka kedua lengan lebar dan Lala pun masuk ke pelukan.

"Kangen, Sav," bisik Lala di dada Savero. Dan seketika senyuman pun terukir di bibir lelaki muda itu.

"Aku juga kangen kamu, La. Maaf, ya. Aku tinggal beberapa hari ke Kuba. Kamu pasti bingung, ya. Aku pergi tiba-tiba."

Lala melepas pelukannya kemudian menatap Savero. Ia menangkup wajah Savero dengan kedua tangannya kemudian tersenyum.

"Bukan bingung. Aku khawatir kamu kenapa-napa. Apalagi keadaan lagi agak kacau begini."

"Maaf, ya. Aku pergi ninggalin masalah buat kamu," Savero menatap dengan wajah menyesal. Jika mengingat apa yang sudah ia lakukan sebelum berangkat ke Kuba seminggu yang lalu, ia pasti akan menahan dirinya. Paling tidak, ia tidak perlu membuat Lala harus menghadapi papanya sendirian.

Sebelum kepergian Savero ke Kuba, ia sempat menemui papanya Lala. Berusaha untuk berbicara dari hati ke hati karena memang Savero bermaksud untuk serius menjalin hubungan dengan Lala. Namun belum sampai pembicaraan yang mendalam, Savero sudah mendapatkan penolakan. Dengan tegas, papanya Lala menolak Savero sebagai calon menantu. Pak Haris mengatakan bahwa Lala boleh menikah dengan siapapun asal bukan dengan Savero.

Setelahnya, Savero pergi ke Kuba. Mengurus bisnis hotel yang beberapa waktu ia abaikan dan diserahkan kepada orang lain. Hingga akhirnya keadaan memaksanya untuk pergi sendiri memeriksa bisnis itu langsung di tempatnya. Savero meninggalkan Lala dengan tekanan langsung dari Pak Haris yang mungkin sudah makin menyiksa perempuan kesayangannya.

"Aku akan tetap memilih kamu, Sav. Bukan karena aku bodoh atau aku apa. Tapi aku memang yakin. Sama seperti kamu yang selalu yakin sama aku."

"Aku juga sedang mengusahakannya, La. Kita pasti bisa bujuk papa kamu. Karena bagaimanapun, papamu yang akan jadi wali nikahmu nanti. Karena dia papa kandungmu, dan kamu adalah putrinya yang sah."

Lala menyetujui ucapan Savero. Ia pun yakin, papanya akan menyetujui mereka walau kemungkinan terburuknya adalah sebuah paksaan. Dan jika paksaan adalah jalan terakhir, maka Lala pun akan bersedia melakukannya. Bukan hanya demi egonya, tapi demi menyelesaikan satu tujuan lagi. Satu tujuan terakhir setelah balas dendam atas kematian mamanya nanti benar-benar selesai.

"Sav, besok kita temuin papa lagi, ya. Ada hal yang perlu aku bicarakan sama papa."

"Besok? Kamu yakin?"

Another ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang