1

904 99 26
                                    

Sangat menyengat. Bau alkohol menusuk indra penciuman. Lelaki itu terhuyung beberapa kali, sampai akhirnya terjatuh memeluk pohon besar dan muntah di sana. Rasa pusing semakin menyerang. Pandangannya semakin buram.

"Aku saja yang menyetir."

Jayan menggeleng keras. Lelaki itu memainkan jari telunjuknya ke kiri dan kanan. Pinggulnya tak lupa ikut bergerak.

"Tidak mau! Memangnya kau siapa?"

Leo mendorong kepala Jayan hingga terbentur pohon di belakang. "Menurutmu?" Lelaki itu memapah tubuh Jayan untuk masuk ke dalam mobil hitam.

Memang hanya dirinya yang tidak terlalu mabuk sekarang. Tiga temannya yang lain sudah tergeletak tak berdaya masih di dalam gedung diskotik.

"Ah, tidak! Jangan sentuh mobil baruku!" Jayan mendorong tubuh Leo. Tapi malah dirinya yang jatuh tersungkur mencium tanah.

Leo menengadah. Kepalanya juga pusing. Ditambah tingkah Jayan yang menyebalkan saat mabuk.

"Berapa ini?" Leo memperlihatkan lima jari tangannya, menyuruh lelaki itu untuk menghitung.

"Kau pikir aku buta? Empat."

Jayan berteriak histeris. Tubuhnya dipikul seperti karung beras. Leo terpaksa dengan cara ini agar cepat pulang. Mengabaikan kepala Jayan yang terbentur.

"Sakit! Sakit!"

Mobil mulai melaju dengan kecepatan naik turun. Leo membuka paksa matanya agar tidak tertutup. Lelaki itu sangat mengantuk.

Leo meraba saku celana, mencari inhaler 2 in 1 miliknya. Lelaki itu dengan penuh keyakinan mengoleskan minyak aromatherapy di kantung mata. Seperti mengoleskan eye cream.

"Uaakk! Perih! Perih!" Leo yang menjerit histeris membangunkan kembali Jayan. Lelaki itu segera menarik lengan Leo, membuat setir mobil bergerak oleng.

Suara Leo memanjatkan doa bercampur dengan tawa Jayan yang melengking. Mobil mereka terus bergerak tidak beraturan.

Leo yang matanya memerah sudah tidak bisa lagi berpikir untuk mengambil tindakan. Kejadian itu sangat cepat.

Mobil hitam mengkilap yang masih tercium aroma barunya melaju memasuki sebuah taman, hingga danau buatan di depan sana kedatangan tamu tak diundang.

***

Jayan dengan pakaian rumah sakitnya meringis beberapa kali, ketika tidak sengaja bertatapan dengan mata tajam sang Ayah.

Kepalanya yang diperban saat ini semoga saja membuat Ayahnya kasihan hingga menunda untuk memarahinya.

"Ayah tidak akan memarahimu kali ini."

Wajah Jayan berseri-seri. Lelaki itu merasa lega luar biasa mendengarnya.

"Tapi Ayah mengutukmu."

"Ayah, tolong ampuni aku!" Jayan menangis jelek. Ingusnya keluar seperti balon.

Kim Whan dengan wajah bengisnya memelototi Jayan. "Sudah seribu kali Ayah mendengar kalimat itu. Sekarang, jangan pernah pulang ke rumah!" Pria itu meletakkan kartu debit ke atas meja.

"Uang di sini harus cukup selama sebulan. Sebulan, Jayan. Ayah sudah menyiapkan apartemen untukmu tinggal di sana."

Mulut Jayan terbuka. Ayahnya segera pergi meninggalkan tempat itu. Berpapasan dengan Leo yang ingin masuk ke dalam ruangan Jayan.

"Mari, Om."

Kim Whan mengusap dadanya akibat terkejut melihat penampilan Leo. Kedua mata lelaki itu ditutup perban.

Musim SemiWhere stories live. Discover now