Teuhaiii~ awali pagi minggumu dengan membaca work ini haha
Jangan lupa vote yaa
Spam comment jugaa boleh banget🤭
Happy reading~
Wajah Reynard sedari awal tidak bersahabat. Beliau melihat sekeliling rumah sederhana Asa.
Di ruang tamu sudah ada dua keluarga dengan suasana yang canggung dan tegang.
"Jadi, setelah Asa sidang. Mereka harus menikah." Suara Reynard mampu menarik atensi semua orang di sana.
"Saya sudah tahu itu. Lalu mau tanggal berapa?" Tanya Ambu.
"Seminggu setelah Asa sidang. Pernikahannya harus mewah—"
"Tapi. Keluarga saya mau menikah secara sederhana," ucap Asa.
"Keluarga kita adalah keluarga terpandang. Anda tidak perlu khawatir. Semua biayanya kami yang tanggung." Reynard menatap remeh.
"Maaf, saya sudah janji bahwa saya akan yang bertanggung jawab."
Saras semakin gugup saat melihat Asa dan Ayahnya mulai beradu argumen.
"Asa. Anda harus lihat Anda berdiri di mana? Perhatikan langkah Anda. Ini bukan untuk kalian, tapi demi nama baik keluarga besar saya. Anda jangan merasa dianggap, ini sama sekali bukan untuk kalian. Paham?"
Asa diam menunduk.
Ambu Nisrina sudah menahan sesak, beliau tidak kuat harga diri anaknya diinjak-injak.
"Setelah kalian menikah, sampai anak itu lahir. Sesuai kesepakatan awal kita. Kalau kalian akan cerai."
Sesusah payah itu Asa menutupi hal tersebut dari Ambu. Namun, akhirnya tetap ketahuan.
"Maksudnya apa?" Tanya Ambu Nisrina marah.
"Anak Anda belum kasih tahu semuanya? Haha. Jangan harap kalian menjadi besan saya untuk selamanya. Pernikahan ini di atas persyaratan, jika bayi yang dikandung Saras lahir, maka rumah tangga mereka juga berakhir." Remeh Reynard.
"Saya sudah berbaik hati untuk mengadakan pernikahan ini. Semua saya yang atur kalian hanya datang dan seakan-akan kita sederajat. Tidak boleh ada yang tahu latar belakang kalian." Lanjutnya.
"Maaf untuk pura-pura menjadi seperti kalian ini gak pernah dibahas!" Wajah Asa sudah merah menahan amarah.
"Memang. Tapi ini kehendak saya. Terserah kalau kalian gak mau. Saya gak rugi."
"PAPA CUKUP!! Aku gak mau diatur sama Papa. Pernikahan itu sakral dan hanya sekali. Kenapa Papa membuat ini semakin rumit??!!" Air mata Saras terus keluar tanpa henti.
"KAMU! Kamu yang membuat saya seperti ini! Kamu seakan-akan aib keluarga. Paham!?? Jika masih mau dianggap anak, menurut saja."
"Ini keterlaluan Papa. Saras gak mau menikah dengan syarat bercerai."
"Kamu akan tetap menikah dengan Gilang!"
Saras terkejut.
"Kita udah sepakat untuk tetap melanjutkan perjodohan itu setelah kamu dan laki-laki ini bercerai! Papa udah atur semuanya!!"
Tanpa permisi lagi Saras masuk ke dalam kamar. Ia menangis sejadi-jadinya.
🤍🤍🤍
Juan menatap iba Asa. Tiba-tiba saja Asa datang ke kosannya dan bilang, "gue capek hidup."
Lalu Juan mengajak Asa untuk menceritakan semua masalah yang dialami sahabatnya itu.
Semua Asa jelaskan. Dari malam kejadian itu sampai tadi pagi bertemu dengan keluarga Saras.
"Terus rencana lo gimana?"
"Tetep nikahin Saras."
"Dan... cerein dia setelah anak kalian lahir?"
"Gak tau."
"Nah diri sendiri gimana? Lo mau mempertahankan rumah tangga lo, sedangkan lo aja gak ada rasa sama dia, Sa."
"Gue bakal belajar jatuh cinta sama dia."
"Lo harus konsisten. Jangan asal ngomong aja."
Lagi lagi Asa membuang nafas kasar, lalu menghisap sebatang rokok.
"Udah jangan ngerokok. Gak baik buat kesehatan." Peringat Juan, padahal dirinya juga perokok.
"Gue jarang ngerokok. Daripada gue mabok."
"Yaa... terserah sih. Cuma gimana Ambu lo?"
"Kecewa pasti. Tapi kita gak ada power, Wan. Keluarga Saras sangat terpandang, gue cuma takut salah bertindak yang efeknya bakal ngerugiin pihak lain."
Juan mengangguk paham.
"Lo bener mau mempertahankan anak lo?" Tanya Juan.
Juan sepertinya salah bertanya, Asa menatap marah Juan. "LO GILA TANYA ITU??"
"Bu-bukann. Maksud gue kan Saras juga bukan cewek yang lo cinta—"
"Mau gue cinta ataupun gak. Gue tetep bakal tanggung jawab selagi itu anak gue."
"Tapi lo yakin itu anak lo?"
Asa kembali tenang, dan mengangguk. "Ada darah di kasur."
Juan paham.
"Lo jalanin aja, Sa. Siapa tahu setelah anak lo lahir, keluarga Saras bisa terima lo."
🤍🤍🤍
Hari ini Saras sedang fitting baju pernikahan bersama Mamanya.
"Ma, ini terlalu berat." Ucap Saras sembari menatap pantulan dirinya di cermin yang mengenakan gaun pernikahan berukuran tebal dan lebar.
"Papa kamu minta cariin yang seperti ini, Ras. Dia gak mau kalo orang lain tahu perut kamu mulai buncit."
Saras membuang nafas kasar. Perihal baju pernikahan saja, Papanya yang mengatur.
"Ini buat Saras capek, Ma." Tanpa sadar Saras menetaskan air mata.
Sejujurnya Atira khawatir dengan kondisi anaknya itu. Namun, beliau terlalu patuh pada suaminya.
"Sabar ya sayang."
"Maafin Saras ya, Ma."
Atira memeluk tubuh Saras erat. Menyalurkan semangat.
"Mama yakin Saras bisa melalui ini semua. Mama yakin, suatu saat Papa akan luluh. Apalagi setelah melihat anak Saras lahir."
Walaupun Atira juga sangat kecewa, tetapi beliau tetap harus memberi kekuatan pada anaknya saat berada di titik terbawahnya.
—————
Bosen gak sih sama alurnya? Huhu
YOU ARE READING
Asmaraloka || Hamada Asahi (Treasure)
FanfictionMemang benar cinta pertama itu gak pernah tergantikan? Lalu lebih hebat mana dengan cinta terakhir? Ini kisah Asa, laki-laki pecinta seni dan soto ayam harus melalui hidup penuh lika-liku setelah gadisnya pergi untuk menikah dengan orang lain. Anoth...