BLC | CH-11

10.9K 1.1K 87
                                    

Wajah Mavel masih datar dan suram saat memasuki rumah. Ia merasa dipermainkan anak yang tengah tertidur digendongannya ini.

Semakin dibuat kesal saat dengkuran kian keras terdengar. Apalagi, bajunya ikut basah karena Lava.

"Ma," Teriak Mavel memanggil Medina. Ia ingin cepat-cepat jauh dari anak yang tak diinginkan ini.

"Mama!" Mavel risih. Bajunya menjadi basah, air terus menetes kelantai. Dan Lava tidak terganggu sama sekali. "MAMA."

"APA?!" Medina datang dari arah dapur. Matanya melotot, merasa kesal karena putra sulungnya terus berteriak memanggilnya. "Teriak-teriak sama mama. Kenapa?"

"Liat!"

"Ya ampun! Adeknya diceburin?" Dengan langkah lebar Medina mendekati Mavel.

"Aku nggak salah, dia yang salah. Emang mama kemana aja sih, dia noh ... Tidur dikolam ikan."

Mulut Medina membulat. "Sejak kapan? Mama nggak tau."

"Nggak tau, udah dingin."

"Ayo cepetan bawa adeknya kekamar."

"Ya ini, mama gendong."

Sebuah pukulan sayang mendarat dipunggung Mavel. "Mama nggak kuat. Udah, sama kamu aja ayo."

"Kemarin kuat," Mavel mulai mengikuti langkah kaki Medina. Bukannya ia mulai baik pada Lava, ia hanya tak tega jika mama cantiknya harus menggendong beban.

Membuka pintu kamar Lava. "Kemarin mah panik. Sekarang kan lagi nggak panik, jadi kekuatan supernya ilang."

"Tolong bukain bajunya Lava ya, bang?"

"Mama?"

"Mau siapin air anget dulu, buat mandi," Bersiap keluar kamar. "Kalo nggak mandi, amis bang, bau kolam."

Melihat pintu sudah tertutup rapat, Mavel menghembuskan nafas panjang. Tidak tau saja si sulung Arshaka itu, bahwa ini hanya akal-akalan Medina saja.

Mavel menurunkan tubuh Lava diatas kasur. "Bodoamat kasurnya basah," Mulai membuka pakaian Lava satu per satu.

Sebuah tawa penuh ejekan terdengar dari kubu Mavel. "Kayak terong baru numbuh, kecil banget," Dengan keisengannya sebagai seorang Abang, Mavel menyentilnya.

Tawa Mavel semakin menjadi. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri saat melihat ukuran penis Lava yang hanya sebesar jari telunjuk miliknya.

Suara pintu terbuka. Kepala Medina menyembul dari balik pintu. "Air angetnya udah siap. Bawa adeknya kekamar mandi."

Setelah itu, pintu kembali tertutup. Bahkan mama tidak mendengarkan balasan dari Mavel terlebih dahulu.

Saat akan mengangkat tubuh kecil polos itu, sebuah air keluar dari penis Lava. Membasahi kasur, selimut, Mavel juga terkena pancuran tiba-tiba itu.

Mavel masih diam mematung. Mencerna keadaan yang mengejutkan. "MAMA!"

***

Entah keberapa kali, Lava mengintip ketiga kakaknya yang sudah duduk manis dimeja makan.

Sedangkan Lava, ia bersembunyi didepan tubuh Medina yang tengah mengaduk sayur didalam wajan.

"Adek kesana sama Abang gih, nanti rambutnya kena api kompor loh," Satu tangan Medina yang menganggur melindungi kepala bagian belakang Lava.

Mendongak. "Nggak mau," Memeluk tubuh Medina erat. Setelah kejadian tadi, Lava terus mengintili Medina kemanapun wanita itu pergi. Entah takut karena Mavel marah-marah dengan mata melotot, atau karena malu sudah mengompol.

Bukan Lava Cake [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang