Bab - 1

91.2K 2.2K 49
                                    

"Na. . . . . .!"


Teriak ibu dari lantai bawah.

Oke.

Aku dengar kok, Bu, jadi jangan teriak-teriak!

Hari ini kita keluarga Black akan pergi ke Bandung untuk menghadiri pesta pernikahan kakak sepupuku yang dari pihak ibu.

Kak Alana

Sebetulnya usia kami tidak jauh berbeda, cuma beda setahun saja. Aku kaget banget saat dengar Kak Alana mau menikah secara ngedadak, padahal selama ini Kak Alana gak pernah cerita punya cowok apalagi calon suami. Stop! Jangan dulu berpikiran aneh ya? Kak Alana emang orang yang terlalu fokus sama satu bidang, yaitu pendidikannya. Kayaknya tiap hari kak Alana cuma belajar dan belajar. Dan aneh aja sekarang tiba-tiba ngasih kabar yang menghebohkan ketentraman hidupku dengan pernikahannya.

"Nana. . . Cepetan dong? Keburu macet" Lagi-lagi suara ibu yang memanggil, coba dong lain kali yang manggil aku teh Ed Sheeran dengan suara merdunya.

"Ya. Bu!" Jawabku.

Aku keluar dari kamar dan tidak lupa menguncinya. Walau rumah gak sepenuhnya kosong dengan kepergian kami dan ada beberapa pembantu yang tinggal, aku harus tetap waspada. Siapa tahu salah satu pembantu dirumahku ini lagi gak sadar terus masuk kamar aku, memang sih gak ada emas atau berlian, hanya saja aku udah terlanjur beresin tuh kamar sampai mengkilap dan gak lucu banget ada yang ngubek-ngubek lagi tuh kamar.

"Lama amat, ngapain?" Tanya ibu yang sembari membereskan beberapa barang bawaan yang akan dibawa ke Bandung lalu di angkut, Mang Didin, ke bagasi mobil.

"Luluran bu, biar gak kalah sama penganten," Jawabku asal jadi.

"Hmmm. . . Pantes aja tercium aroma kurang sedap. Nana luluran pakai aroma apa?" Ibu mengendus-ngendus hidungnya kearahku.

Aku yang berdiri didepannya langsung mundur beberapa langkah kebelakang, "Aku pakai lulur yang ada dikamar mandi ibu, tadi gak sengaja kesana"

Bisa kulihat tubuh ibuku menegang, otot-ototnya yang ada dalam tubuhnya kelihatan bereaksi tidak normal.

"Bu. . .?"

"Na, deketan sini?" Pinta ibuku, sepertinya dia mencoba mengatakan sesuatu yang teramat penting.

"Bu. . .?"

Kepala Ibu menunduk sampai ujung hidungnya menyentuh daun telingaku, lalu terasa hembusan napasnya yang menggelitik.

"Lulur itu buat perontok bulu," Kata-katanya begitu pelan namun membuatku merinding.

Jlebbb. . .

"Pakai di area mana aja?" Tanya ibu dengan wajah penuh khawatir bercampur rasa geli. Aslinya gak lucu banget!.

"Bu. . . . Jangan bercanda dong. . . Aku pakai di area bawah tapi gak bawah amat sih, lebih tepatnya di pertengahan".

Ha Ha Ha Ha

Tawa ibu pecah juga, dia langsung menjatuhkan barang yang dipegangnya. Ya ampun, rasanya. . . Aku pengen terbang ke langit aja biar gak jadi bahan ketawa ibuku yang sebentar lagi bercampur dengan ayah. Nah kan benar? Ayah dengan gaya kerennya datang menghampiri kami.

"Ikutan dong?" Pinta ayah sok muda. Idih, geli liatnya juga.

"Gak boleh!" Tanpa perintah dari otakku, kedua tanganku berusaha mendorong tubuh besarnya buat balik lagi kedepan rumah, bantuin Mang Didin. "Mending ayah disini aja, tuh bantuin Mang Didin," Di depan, Mang Didin, lagi ngelap mobil supaya lebih kinclong.

Kentara DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang