Chapter 20

64 3 0
                                    

~Selamat Membaca~

Seorang gadis dengan balutan dress warna hitam duduk di samping makam ibunya sambil memeluk batu nisannya. Gadis itu yang tidak lain tidak bukan adalah Rayn. Semenjak mengetahui kebenaran itu, ia tidak tau harus berbuat apa. Apakah ia harus membenci ibunya atau melakukan semuanya demi ibunya?

Semuanya tampak palsu di mata Rayn. Satu-satunya orang yang sangat ia percayai telah mengkhianatinya meskipun ia sudah tiada. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri dan Tuhan, untuk apa ia dilahirkan jika semua orang tidak menginginkan dirinya?

Rayn sadar bahwa dirinya telah melakukan banyak dosa tapi semuanya ia lakukan hanya untuk seorang wanita yang telah melahirkannya. Kenyataan pahit membuat semuanya menjadi sia-sia.

"Jika bisa, aku akan membunuhmu terlebih dahulu." Lirih Rayn dengan pelan, hatinya sangat sakit ketika menyadari semuanya hanya tipuan belaka.

Rayn mengambil sebuah foto dirinya ketika bayi yang digendong oleh Calisha. Gadis itu merobeknya hingga menjadi sobekan kecil.

"Semuanya bohong!"

"Aku sangat tidak menyukai pengkhianat, seharusnya kamu mati di tangan aku, Calisha!" Teriak Rayn sambil memukuli batu nisannya, air matanya turun begitu saja membasahi pipinya.

"Arghh!" Teriak Rayn melepaskan semua kekesalannya.

"Lo pantes nerima itu, Rayn!"

Rayn menoleh ke belakang, "Ngapain kamu kesini?"

"Lo sendirian sekarang."

Rayn beranjak dari duduknya, ia menatap tajam Cashel. "Aku masih punya ibu-"

"Ibu lo? Bahkan dia aja pengen anaknya hancur!" Rayn terkejut mendengarnya, bagaimana Cashel bisa tau tentang hal itu?

"Semua orang tau tentang seorang ibu yang ingin menghancurkan anaknya sendiri."

Rayn mundur dengan perlahan, kakinya terasa sangat lemas mendengar berita itu. "Kamu jangan bohong!"

Cashel mengambil handphonenya yang berada di sakunya. Ia membukanya dan memberikan bukti berita tentang Calisha dan Rayn yang sudah tersebar. Rayn menggeleng dengan cepat, semua kebenaran ini hanya Berlina yang tau.

"Berlina." Ujar lirih Rayna, ia benar-benar sendiri sekarang.

"Lo adalah neraka, Rayn! Semua orang pengen lo mati, seharusnya lo nggak hidup!"

Rayn hanya menatap datar Cashel, kakinya melangkah pergi meninggalkan Cashel yang berdiri di samping makam Calisha. Ia berlari dengan kaki telanjang. Keadaan Rayn sekarang jauh dari kata baik-baik saja.

Hari ini, semuanya meninggalkan dirinya sendiri.

Ucapan Cashel terngiang-ngiang di kepalanya. Semua orang menginginkan dirinya mati, semua orang tidak menginginkan kehadirannya termasuk orang tuanya dan temannya sendiri. Semua orang mengkhianatinya, semuanya hilang dalam sekejap.

"Rayn!"

"Steve!" Rayn langsung menerjangnya dengan pelukan. Gadis itu seketika lupa tentang siapa sebenarnya Steve.

Steve yang mendapat perlakuan seperti itu hanya membalasnya dan mengecupi berkali-kali puncak kepala Rayn.

Tiga menit berlalu, Rayn masih saja belum sadar ia bersama dengan siapa. Gadis itu sudah terlanjur nyaman berada di pelukan Steve.

"I miss you." (Gue kangen lo)

Rayn menyadari sesuatu, ia mendorong Steve agar mereka tidak berpelukan lagi.

Third GenerationWhere stories live. Discover now