Rekrutan berkelas

269 26 1
                                    

Pukul dua dini hari. Xiao Zhan menepuk bahu Yibo, membangunkan. Mereka sudah mendarat di Ibu kota Provinsi, pesawat jet sedang bergerak menuju parkiran.

Lima menit, Pesawat selesai diparkir. Pintu dibuka oleh kopilotnya.

Dibawah anak tangga, dua mobil lapangan berwarna hitam metalik menunggu. Adalah Maverick. Orang yang sekarang tertawa lebar menunggu Yibo di bawah anak tangga.

“Maaf aku lupa membentangkan karpet merah, Yibo!” Maverick berseru.

Xiao Zhan ikut tertawa dibelakang. Maverick merentangkan tangan memeluk Yibo erat-erat.

“Tuan Xiao. Sungguh sebuah kehormatan bertemu dengan Anda.” Maverick menundukkan kepala dengan takzim.

“Malam, Maverick!” Xiao Zhan balas mengangguk.

Ada empat anak buah bersama Maverick, dan masih ada satu lagi seseorang, masih remaja.

“Ah, perkenalkan,” Maverick menoleh, menunjuk seseorang di belakangnya, “Namanya Sean, putra bungsuku. Usianya 17 tahun, baru lulus SMA. Sean, maju sini, beri hormat pada Tuan Besar.”

Anak itu maju, membungkuk dalam-dalam pada Yibo.

“Anakku ini ingin sekali menjadi ‘petarung’ Yibo.” Maverick berkata, mereka mulai berjalan menuju mobil, “Dia pintar, juara seluruh sekolah provinsi, NEM tertinggi, punya medali Olimpiade Matematika. Dia jago bela diri, pemegang ban hitam karate. Ibunya hendak mengirim dia sekolah di kampus terbaik luar negeri, agar besok lusa menjadi dokter, atau insinyur, atau apalah, tapi cita-citanya ganjil sekali. Dia ingin seperti bapaknya, bergabung dengan shadow atlas. Pusing sekali ibunya, tapi dia mengotot, tidak mau melanjutkan sekolah jika tidak diizinkan bergabung dengan shadow atlas. Dan kamu tahu siapa idolanya, Yibo?”

Yibo menggeleng, tidak tahu.

“Coba tebak, Yibo.”

Yibo tetap menggeleng.

“Idolanya bukan pemain bola terkenal. Bukan pula penyanyi, apalagi K-Pop, jauuuh. Siapa idolamu, Sean? Katakan pada Tuan Besar. Jangan malu-malu.”

Anak itu mengangguk, berkata mantap, “Tuan Besar Atlas."

“Naah! Kamu dengar itu, Yibo. Dia ingin sepertimu.” Maverick terkekeh lagi, “Padahal dia tahu persis, hanya hitungan jari orang yang tahu siapa sesungguhnya Tuan Besar Atlas. Aku dulu menjadi petarung karena tidak ada pilihan, Ayah angkatmu mengambilku dari jalanan. Anak ini malah sukarela memilih jalan tersebut.”

Yibo menatap Sean dari kepala hingga kaki.

Anak ini, dilihat dari postur tubuhnya, tinggi dan gagah, hampir setinggi Yibo. Cara dia bicara, cara membalas tatapan Yibo, amat sangat menjanjikan ─padahal usianya baru tujuh belas tahun, baru lulus SMA. Apa Maverick bilang tadi? Anak ini pintar dan jago bela diri. Itu potensi besar bagi Shadow Atlas.

“Tapi kita urus itu nanti-nanti, Yibo. Mari aku antar ke alamat yang dikirimkan Kafka.”


***

“Seberapa besar keinginanmu untuk menjadi petarung, Sean?” Yibo bertanya, memecah lengang.

“Saya tidak ingin menjadi petarung, Tuan Besar.”

“Bukannya ayahmu bilang begitu?"

Remaja usia tujuh belas tahun itu menggeleng, "Papa tidak memahami cita-citaku sepenuhnya. Saya tidak ingin menjadi petarung seperti dia. Saya ingin menjadi penyelesai masalah tingkat tinggi. Sekali ada masalah yang tidak mungkin diselesaikan, saya yang akan menyelesaikannya."

The Death Knell at 5 p.m ✔Where stories live. Discover now