01. Home

5.5K 327 27
                                    

Happy reading .....

Terkadang, kita tidak perlu membenci sesuatu
hanya karena keadaan. Cukup jalani saja
dan mungkin semuanya akan membaik
pada waktunya.

Xabiru Mahendra —

..

..

..

..



Bagi Xabiru Mahendra, cowok tampan yang baru saja memasuki usia 17 tahun ini, hidup itu bukan hanya tentang perjalanan kisah yang harus kita lewati. Tapi, hidup itu tentang bagaimana kita bisa tetap bertahan walau berkali-kali rasanya ingin menyerah.

Ia merupakan satu dari ribuan orang yang memilih untuk tetap bertahan. Karena ia percaya, menyerah bukanlah solusi membahagiakan bagi kehidupan.

Walau hidupnya sering terasa kosong, sering merasa sendiri, ditinggalkan, bahkan dibenci sekalipun, Biru nyatanya sampai saat ini masih berada di tempat yang sama. Ia masih memilih berada di sini. Mengabaikan sejuta sakit hati yang kian lama semakin menggores hatinya.

Memangnya, apa yang salah dari anak hasil di luar pernikahan? Mengapa mereka bisa dengan mudah membenci dan mencaci sedangkan, kalau bisa memilih, Biru juga tidak ingin terlahir seperti ini. Atau bisa jadi, ia lebih memilih tidak ingin lahir ke dunia ini.

Biru pernah sangat menyayangi papanya, mamanya, juga kedua kakaknya. Ah, bahkan sampai sekarang rasa sayang itu juga tak pernah berkurang sedikit pun. Tapi karena kedua kakaknya begitu membenci kehadirannya, perlahan Biru hanya bisa terdiam.

Malam ini, tepat pukul 7 malam, Biru keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Dengan langkah yang pelan, ia mencari Bi Hana yang sedari kecil selalu mengurus keperluannya.

“Bi,” serunya.

Yang dipanggil pun kini menghampiri putra majikannya itu dengan cepat. Karena merasa Biru mungkin sedang membutuhkan bantuannya.

“Den Biru mau apa? Mau Bibi masakin makanan kesukaan Aden?”

Tak heran jika Bi Hana bertanya seperti itu. Karena ini sudah jam makan malam, jadi wanita paruh baya itu mengira jika Biru menginginkan ia membuatkan makanan kesukaannya.

Biru menggeleng pelan dengan wajah pucat yang baru kini disadari oleh Bi Hana. “Malam ini Papa pulang larut ‘kan, Bi?”

“Iya, tadi pagi Tuan bilangnya begitu. Menyuruh Aden makan malam duluan dan jangan nungguin Tuan.”

Berarti memang benar, Biru tak salah dengar. “Kalau gitu, aku mau minta tolong buat telfonin guru les ya, Bi. Bilang jangan ke sini. Biru sedikit pusing, nggak bakal konsen kalau belajar.”

Bi Hana melebarkan matanya, menyentuh kening Biru kemudian. Hangat, itu yang ia rasakan. “Ya Tuhan, kenapa Aden nggak bilang dari tadi kalau sakit? Kalau gitu biar Bibi telfon Tuan biar cepat pulang ya, Den. Biar bawa Aden ke rumah sakit.”

“Nggak usah, Bi. Biru mau ke kamar aja, istirahat.”

Lalu tanpa membiarkan Bi Hana mengucap balasannya lagi, Biru sudah lebih dulu kembali naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Bi Hana dengan helaan napas panjang dan tatapan nanar yang ia tunjukkan pada anak majikannya itu.

Bi Hana sangat paham, bahkan dalam kondisi sakit pun Biru tetap tak mengizinkan siapa pun masuk ke dalam kamarnya, Biru begitu tertutup. Di rumah ini ada beberapa pelayan serta bodyguard yang senantiasa berada di rumah besar ini.

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang