23. Hurt (2)

1.6K 192 36
                                    

⚠️WARNING!! SEGALA BENTUK KONTEN KEKERASAN YANG ADA DI DALAM CERITA, TIDAK UNTUK DI TIRU!!!

Happy reading .......

Lantas, di manakah obat dari sebuah luka,
jika saja penawarnya lah yang memberi
rasa sakit itu?

- Xabiru Mahendra -

.

.

.


.





Satu minggu sudah mereka berjibaku mengerjakan soal demi soal UTS. Meski baru ujian tengah semester, tentu murid-murid yang berotak encer tak bisa lepas tangan begitu saja. Karena mereka tetap ingin mati-matian menjadi yang terbaik di antara siswa lain.

Termasuk juga Biru. Meski dua hari awal ia mengerjakan soal dengan kepalanya yang masih terasa pusing karena efek dari kecelakaan waktu itu. Hari selanjutnya, ia sudah bisa mengerjakan semuanya dengan mudah.

Dan di saat pembagian hasil UTS yang akan di lakukan sebentar lagi, Biru sudah berdebar menunggu hasilnya. Maka yang ia lakukan hanya duduk kursinya sembari menatap kaca jendela. Ia tak terusik olah kebisingan teman sekelasnya. Ia juga mengabaikan Kelvin dan Devan yang tadi mengajaknya bermain game di belakang sana. Lagi pula, Biru tak jago bermain seperti mereka.

Meski sebelum-sebelumnya ia tak pernah mendapatkan nilai jelek, Biru tetap mengkhawatirkan hal itu. Dua hari ia seperti tak maksimal mengerjakan soal-soal itu. Dan ia takut jika ini akan berpengaruh besar pada nilai-nilainya.

Apalagi seorang Bima tengah ada di rumah dan Biru tak boleh sampai mengecewakannya, 'kan?

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi Bu."

Terlalu larut dalam lamunannya, Biru sampai tak sadar jika wali kelasnya sudah ada di depan dan memberi salam.

"Anak-anak, langsung saja Ibu akan membagikan hasil UTS kalian kemarin. Ada hal yang membuat saya terkejut, tapi apa pun itu saya bangga karena kalian sudah mau bekerja keras untuk menyelesaikan soal-soal ini."

"Baiklah, saya langsung akan memanggil nama yang mendapatkan peringat pertama."

Biru mendengarkan dengan serius. Ia juga berdebar menantinya. Meski seluruh siswa yang ada di sini sudah berbisik-bisik menyerukan namanya.

"Peringkat pertama, Nathan Dirgantara. Tolong beri tepuk tangan semuanya."

Bukan suara tepuk tangan, semua yang ada di sini kompak membulatkan matanya tak percaya. Apa ini? Seorang Biru yang tak pernah lengser dari tahta teratas, kini berhasil di kalahkan oleh Nathan yang biasanya selalu menjadi nomor dua?

"Nathan silahkan maju ke depan," ucapnya lagi bersamaan dengan suara tepuk tangan yang kini menggema di seluruh penjuru kelas. Itu pun karena guru yang memulainya lebih dulu. Baru yang lain tersadar dan segera memberi tepuk tangan.

Kecuali satu sosok yang masih mematung di tempat. Biru membuang muka dan menulikan pendengarannya. Ada gemuruh hebat di dalam dada. Sesuatu yang ia takutkan benar-benar terjadi. Padahal, Biru sudah mati-matian mempertahankan semuanya.

Ia bukannya tak suka dengan pencapaian Nathan. Hanya saja, Biru benar-benar butuh itu untuk hidupnya. Mungkin untuk kali ini, Biru yang kurang keras berjuang.

Please, Hug MeWhere stories live. Discover now