06. Peduli?

2.7K 253 41
                                    

Sesuai janji aku kemarin hehe

Happy reading .......

Ketika aku merasa semuanya sia-sia.
ternyata, ada kepedulian yang
nyata.

Xabiru Mahendra —

.

.

.

.



Antariksa menarik tubuh Biru sampai keluar dari mobil dan jatuh ke tanah. Sakitnya tak seberapa, tapi memandang tempat ini lagi justru semakin membuat dada Biru penuh sesak.

Sejak saat itu, ia sama sekali tak berani datang ke tempat bermain kanak-kanak setelah ia di tinggalkan oleh mamanya di sini. Saat itu, ia masih berumur enam tahun. Ia masih mengingat bagaimana Mama dengan semangat mengajaknya ke sini tapi, setelahnya ia di tinggalkan.

Dan sampai saat ini mamanya tak pernah kembali lagi.

Dulu, ia menunggu mamanya kembali dari membeli ice cream. Tapi setelah setengah hari, ia tak melihat lagi mamanya di sini. Waktu itu, Biru hanya seorang anak kecil yang hanya bisa menangis mencari-cari sang mama.

Hingga ia takut dengan tatapan orang-orang di sini yang kala itu menatapnya kasihan. Biru sampai di bawa ke pos satpam hingga tak lama, Bima datang, memeluk dan menenangkannya lalu membawanya pulang.

Mengapa Biru mau? Karena sejak awal, Bima sering datang ke rumahnya dulu dan Biru sudah tahu jika Bima merupakan ayah kandungnya. Bima berjanji akan membawanya pulang ke rumah sang mama.

Tapi ternyata, ia pulang ke rumah Bima. Dan mulai saat itu semesta tak pernah berpihak baik padanya.

“Gue tahu lo suka banget sama tempat ini. Ayo kita main-main,” ucapnya lagi yang lebih seperti ejekan. Sambil tangannya kembali menarik Biru agar anak itu berdiri.

“Kita mau main apa dulu?” Tanpa memedulikan ketakutan Biru, Antariksa berkata senang. Ia seolah tengah bersiap untuk menikmati tontonan yang akan tersaji ke depannya.

Biru tak menjawab apa-apa. Ia berusaha melepas cekalan tangan Aksa. Namun sayangnya, tenaga Aksa lebih kuat di banding dirinya.

Antariksa terus menyeret Biru ke tempat yang lumayan sepi. “Mendadak jadi bisu lo?” Cowok itu menghempas tubuh Biru hingga jatuh tersungkur ke tanah.

Wajah Biru sudah memucat. Pandangannya berputar, ia seperti kembali lagi pada usia enam tahun. Saat di mana ia ketakutan seorang diri di tempat asing ini. Biru beringsut mundur saat Aksa melangkah maju dengan seringaian di bibir.

Ia menekuk kedua lututnya dengan kedua telapak tangannya yang menutup telinganya rapat-rapat. Kedua matanya memejam dan merapalkan kata 'mama' berulang kali.

Memory buruk itu benar-benar seperti membawa Biru kembali lagi ke masa-masa itu.

Antariksa begitu puas melihatnya. Ia berjongkok di depan Biru. Menepuk pucuk kepala anak itu lembut, sebelum detik berikutnya berganti menjadi sebuah jambakan keras.

“Ini hukuman buat lo karena udah buat gue di tampar sama Papa,” ucapnya lembut. Tapi terdengar seperti sengatan di telinga Biru. Hingga membuat anak itu menggeleng brutal.

“Mama, takut,” gumamnya berulang kali.

Mendengarnya, membuat Antariksa tertawa keras. “Jalang itu nggak akan pernah balik.”

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang