Bab 14

1.9K 189 4
                                    

Mature Scene 21+

Happy reading, semoga suka.

Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.

Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________

Setelah malam di taman itu, Reina tidak lagi melihat Garrick.. Ia kemudian mendengar kabar dari para pelayan kalau pria itu telah meninggalkan kastil dan tidak akan kembali selama beberapa hari.

Jadi malam di taman itu, apa itu cara Garrick mengucapkan salam perpisahannya? Kenapa pria itu tidak mengatakannya secara langsung pada Reina? Apakah dia takut Reina akan berusaha kabur jika dia tidak ada? Atau karena sebenarnya Reina sama sekali tidak penting, hanya seorang umpan yang dibutuhkan pria itu untuk memancing musuhnya?

Apakah penting? Apakah penting apa yang dipikirkan oleh pria itu?

Reina menggeleng. Tidak, sama sekali tidak penting. Ia juga tidak sudi menghabiskan waktu untuk menerka-nerka apalagi memikirkan pria sebejat Garrick Altreides. Bukankah memang lebih baik jika pria itu menghilang dari hadapannya selama beberapa waktu? Hidup Reina juga jadi lebih tenang.

Ia senang. Ia seharusnya senang. Selama hampir dua minggu, ia terbebas dari pria itu, juga bebas menjelajah kastil ini tanpa gangguan pria itu. Tapi entah kenapa, setiap malamnya ia merasakan frustasi yang pelan-pelan membengkak di dalam dirinya dan ia berjuang melawan perasaan itu. Setiap malam terasa lebih sepi dari malam sebelumnya saat ia berbaring di dalam kamarnya yang gelap, tubuhnya merindukan pria itu. Reina tidak percaya ia benar-benar merasakan hal mengerikan semacam itu tapi itulah yang sedang terjadi padanya.

Mungkin alam bawah sadarnya terlalu merindukan perlakuan tak bermoral pria itu sehingga Reina kemudian mulai bermimpi. Awalnya ia memang mengira itu hanya mimpi. Tekanan di tubuhnya, berat yang entah kenapa terasa menyenangkan lalu mulut yang sedang menciumnya dengan kuat dan dalam. Ia mengerang, semakin lama tekanan itu terasa semakin nyata, begitu juga mulut keras itu, lalu lidah yang sedang menelusup masuk. Reina menggeliat kecil, berusaha membuka mata, ingin memastikan apakah ini mimpi ataukah...

"Jangan melawannya, Reina." Bisikan parau itu, tidak mungkin hanya sekadar mimpi. "Aku sudah memimpikan melakukan hal ini selama berhari-hari sejak aku meninggalkan kastil."

Reina mengerang, kali ini lebih karena desir gairah yang mulai menjalari tubuhnya. Ia tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu merespon, tapi itulah yang terjadi padanya setiap kali Garrick menyentuhnya.

"My... My Lord..."

Akhirnya Reina membuka mata dan terkesiap saat menyadari mata abu itu kini sedang menatapnya.

"Apa kau merindukanku, Reina?"

"Ak... aku..."

"Selalu saja, mulutmu dan tubuhmu mengatakan hal yang berbeda," ucap pria itu dengan mata berkilat. "Kalau begitu aku akan mencari tahu sendiri."

Reina terkesiap tajam saat bibir pria itu turun untuk mencium sisi lehernya sementara tangan pria itu menjelajahi tubuhnya.

"My... My Lord..."

Napas Reina tercekat di tenggorokan saat jemari pria itu menyentuh depan gaun tidurnya dan mengusap puncak-puncak Reina yang langsung mengeras.

"Hmm... I think you miss me here."

Garrick sangat tidak sabaran malam ini. Pria itu bangkit sejenak untuk melepaskan pakaiannya sementara Reina masih berbaring di ranjang, menatap pria itu di tengah keremangan kamar sambil berusaha meredakan panas yang menjalar di kedua kakinya. Tapi ia tidak berhasil. Napasnya kembali tersentak saat pria itu mendekat lalu menarik Reina duduk dan melepaskan gaun tidurnya dengan mudah, tanpa perlawanan dari Reina sama sekali. Ia akan menepati janjinya selama pria itu menepatinya.

Mungkin kau memang menginginkannya.

Reina memutuskan untuk mengabaikan ucapan di dalam benaknya itu. Lagipula ada hal yang lebih menyita perhatiannya. Pria itu. Dan ketelanjangan mereka. Ia menurut saat Garrick membaringkannya kembali. Pria itu kembali melumat bibirnya sebelum bergerak turun dalam ciuman kilat menuju dadanya dan mengisapnya. Setelahnya, pria itu kembali mengangkat wajah untuk menatap Reina dan berbisik serak, suaranya yang berat parau oleh gairah.

"Maafkan aku, Reina, aku tidak bisa menunggu."

Reina terkesiap saat pria itu melebarkan kedua pahanya dan menempatkan diri. Jantung Reina menderu begitu hebat saat ia merasakan pria itu menekan jalan masuknya. Mereka bertatapan saat pria itu mendorong masuk dan Reina mengerang hebat tatkala pria itu mendesak hingga ke ujung.


The Devil's RevengeOnde as histórias ganham vida. Descobre agora