B.60

6.7K 557 148
                                    

“Yan, lo mau ke mana?”

Pertanyaan itu beberapa kali terlontar dari bibir para sahabatnya, ketika melihat Bryan tengah mengemas barang-barang ke dalam koper. Bryan tak menjawab. Laki-laki itu hanya menampilkan senyum semringah, yang membuat mereka mengerti dan tidak banyak bertanya.

“Susah emang kalau udah bucin level tertinggi,” komentar Matt dengan menggeleng-gelengkan kepala.

“Saking bucinnya, kita juga ikut kebawa-bawa.” Ziko menyahut, kemudian mengambil posisi untuk duduk meleseh di sebelah Bryan. “Ini sealbum penuh, isinya bucinan si kucluk semua. Ungkapan cinta ceunah.”

“Sirik aja lo, Tayo!” umpat Reas dengan sedikit tertawa, lalu merangkul Ziko yang tengah mengerucut sebal. “Lo kalau naksir Zara, bisa tuh bikin sealbum kayak si Bryan. Lumayan stok buat album selanjutnya,” usul Reas.

“Paling isinya tentang Friendzone yang tak kunjung usai.” Matt tertawa kecil ketika melihat raut wajah Ziko yang makin tak karuan. Meledek sahabatnya itu memang paling menyenangkan.

“Udah-udah, kasian jomlo. Jangan diledek terus, dah!” Bryan mencoba menengahi, walau ujungnya tetap sama seperti yang lain.

Ziko mendengkus. “Dih! Nggak punya kaca.”

“Ini beneran lo nggak akan liburan sehari bareng kita?” tanya Matt sekali lagi.

No!” tolak Bryan dengan tegas. Ia menghentikan aktifitasnya dengan menutup resleting koper. Pandangannya menatap Reas, Matt dan Ziko secara bergantian, kemudian beralih ke arah lain sembari menerawang. “Gue cuma ingin menghabiskan waktu seharian sama Gitta. Bikin kenangan sebanyak-banyaknya, walau cuma sehari. Gue mau bikin hari itu adalah harinya gue dan Gitta. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi setelah kita sibuk promosi nanti. Gue takut, setelah itu, Gitta bener-bener nggak kasih kesempatan lagi buat gue untuk ada di sekitar dia. Jadi, sebelum gue terlambat lagi, gue mau lakuin semua yang gue mampu.”

“Termasuk jadi badut kaktus?” celetuk Ziko mengingat beberapa hari lalu ia tidak sengaja melihat Bryan sedang mencoba menggunakan kostum kaktus di depan kaca, ketika Ziko akan mendatangi laki-laki itu.

Semua tampak terkejut, kecuali Bryan. Laki-laki itu menoleh ke arah para sahabatnya sembari mengumbar senyum. “Gitta cinta banget sama kaktus, seenggaknya dia bisa cinta gue, meskipun cuma liat gue sebagai badut kaktus. Keren, kan, ide gue?”

Semua membisu beberapa saat, sebelum akhirnya mereka menganggukkan kepala.

Orang jatuh cinta memang selalu terlihat aneh.

***

“Bryan…”

Kata pertama yang Brigitta ucapkan ketika ia berhasil membuka mata dan sadarkan diri. Pandangannya yang sempat buram, perlahan menemukan fokus. Ia tengah berada di ruangan serba putih, tentu dengan aroma Rumah Sakit yang khas. Menoleh ke arah samping, ia hanya menemukan sosok Bara yang tengah menatapnya khawatir. Sementara sisi yang lain, tidak ada siapa pun.

“Bryan mana?” tanyanya lagi.

Brigitta hendak bangkit dari tempatnya, tetapi tertahan karena merasakan ngilu yang luar biasa di area bahu. Rasa sakit itu benar-benar nyata dan membuat Brigitta sadar kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi.

“Lo jangan dulu gerak, Git!” larang Bara yang refleks menghalangi gerak badan Brigitta yang bersikeras ingin bangkit dari tidurnya. “Biar gue panggil dokter dulu. Oke?”

Brigitta menahan tangan Bara ketika laki-laki itu hendak pergi. Gadis itu menggeleng kepala dan meminta Bara untuk membantunya bangkit dari bangsal ini. “Bryan mana, Bara? Gue mau liat keadaan dia!”

Another BWhere stories live. Discover now