bab 2.

11 1 0
                                    


Kedua insan yang sudah lama tidak bertemu itu pun bergegas ke tempat penjual parfum tersebut dengan terburu-buru. Banyaknya orang yang berdatangan membuat Arun kesulitan untuk segera sampai ke tempat penjual parfum itu. Begitu juga dengan Ezran. Ia Sampai harus berdesakan dengan orang-orang yang akan melakukan Ziarah. Hingga akhirnya perjuangannya untuk menerobos tidak sia-sia. Ezran sampai begitu juga dengan Aruna yang sampai secara bersamaan.

Dalam jarak saat meter keduanya saling memandang satu sama lain meskipun beberapa kali tubuhnya keduanya tersenggol dengan orang-orang yang lewat ataupun membeli parfum. Hingga satu orang pun menjadi batas di antara kudanya.

"Ezran!"

"Arun!"

Seru keduanya ketika bertemu kembali di tempat penjual parfum.

Arun melangkah pelan begitu juga dengan Ezran. Meskipun begitu keduanya tetap memberikan jarak.

Arun diam sejenak, dia tidak tahu apa yang harus disampaikannya kepada Ezran.

Sedangkan, Ezran. Ia begitu banyak pertanyaan yang ingin disampaikan kepada Arun. Namun, rasanya tidak mungkin jika mereka berbicara ditempat umum seperti ini. Tapi mereka juga tidak bisa berbicara di tempat sepi yang bisa saja menimbulkan fitnah dan dosa. Meskipun mereka sudah sempat berbicara namun itu semua tidak cukup.

"Aku..."

"Aku..."

Ucap keduanya berbarengan. Ezran dan Arun menghembuskan nafasnya pelan.

Ezran tidak melihat puh berusaha berjalan mendekat dan mencoba untuk melihat wajah Aruna.

"Aruna  bisakah kita bicara!" Pinta Ezran.

Selvi yang ada di samping Aruna. Cakamun adik ipar sekaligus teman Aruna merasa heran kenapa laki-laki yang meminta nomor ponsel Arun itu ingin mengajak Arun berbicara.

"Arun, dia ingin bicara sama kamu."

Arun menoleh ke arah Selvi. Sejujurnya Arun merasa tidak nyaman jika harus berbicara di hadapan Selvi tentang masalahnya dengan Ezran. Akan tetapi jika dirinya tidak bicara dengan Ezran. Karena hanya memiliki kesempatan hanya hari ini saja dan di sini.

"Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya dalam hati.

"Arun kamu dengar aku kan. Boleh kita bicara?"

"Selvi, Aku ingin bicara dulu sama Ezran. Ini adalah pertemuan terakhir kami. Aku ingin tahu apa yang dikatakan oleh Ezran. Bisakah kamu menemaniku hanya sebentar saja."

"Tapi bagaimana, bukankah bis kita udah mau berangkat."

"Hanya 5 menit saja. Tokamung Selvi, hanya lima menit aja."

"Baiklah kalau begitu kita ajak Ezran ke tempat yang tidak terlalu banyak orang. Ajak juga temannya untuk ikut."

"Baiklah ayo kita pergi." Arun mendekat ke arah Ezran.

"Ezran ayo kita bicara, tapi tidak di sini. Ajak temanmu juga," kata Arun.

Ezran yang mendapat kesempatan untuk bicara dengan Aruna pun merasa senang. Ezran langsung saja memberitahu temannya untuk ikut bersamanya.

"Dzikir, ayo kita ikut mereka!"

"Oke."

Keempat orang itu pun berjalan beriringan dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah warung tempat makan yang tidak jauh cari tempat penjarahan tersebut.

"Ayo duduk dulu. Mungkin kita bisa makan dulu."

"Sebaiknya kamu aja yang pesan makan. Kami nggak, kita hanya punya waktu 5 menit untuk membicarakan ini."

Takdir cinta seorang Mualaf Where stories live. Discover now