15

13.5K 988 10
                                    

Kehamilanku mulai memasuki akhir trimester kedua. Perutku membesar, berat badanku sedikit bertambah, stretchmark di perut dan paha mulai bermunculan, juga Ranran mulai bisa kurasakan pergerakannya. Memasuki akhir trimester kedua kehamilan, mual-mual yang kurasakan setiap pagi berkurang. Juga, makanan yang tidak bisa kumakan selama trimester pertama kehamilan kini sudah bisa kulahap. Aku tidak perlu pilih-pilih makanan lagi. Masalahnya adalah, aku tidak bisa makan terlalu banyak karena aku cepat merasa kenyang.

Aku juga rajin melakukan check up. Kadang Aku ditemani Yuzi dan Miro, kadang hanya Miro sendiri karena Yuzi sibuk bekerja. Miro memiliki toko penyewaan alat selancar dan berenang yang selalu ramai sepanjang musim semi dan musim panas. Karena kami masih berada di akhir musim dingin, ia masih belum membuka tokonya sehingga ia bisa lebih sering menemaniku ke rumah sakit.

Rumah makan yang kurencanakan buka sudah mulai beroperasi di minggu ke-14 kehamilanku, saat aku merasa lebih sehat dan mampu melakukan banyak hal. Awalnya, rumah makan yang kubuka sangat sepi karena tidak banyak orang yang tahu. Sampai hari ini pun, aku masih belum memiliki banyak pelanggan. Akan tetapi, Miro menghiburku, mengatakan jika setelah musim semi, aku akan memiliki lebih banyak pelanggan karena ia akan membawakan pengunjung pantai kepadaku.

Karena kondisiku yang mulai sulit berjalan akibat perutku yang membesar, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan operasional rumah makanku sampai anakku lahir. Sampai tahun depan, kurasa aku masih belum akan bisa melaksanakan niatku untuk membuka rumah makan.

Karena aku tidak punya kegiatan dan juga tidak punya teman saat Yuzi dan Miro sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, aku melanjutkan hobiku yang dahulu, merajut. Aku akan merajut boneka, kadang sweater atau taplak meja untuk dijual saat masih tinggal di The Great Almoor dulu. Sudah lama sekali aku tidak melakukan hobiku itu. Terakhir aku merajut adalah saat aku membuat syal, yang masih kusimpan sampai saat ini di dalam lemariku. Syal yang kurajut bersama Arsen, karena ia penasaran dengan merajut kala ia melihatku melakukannya.

Syal itu sedikit berantakan karena Arsen tidak begitu pandai merajut, tapi aku melanjutkannya sampai selesai dan menyimpannya bersamaku. Kadang, aku akan menggunakannya saat pergi keluar. Atau membawanya tidur bersamaku.

Aku merasa lucu dengan tingkahku sendiri. Kubilang, aku tidak mau membawa apa pun yang berhubungan dengan Arsen agar bisa melupakannya. Namun, sampai detik ini pun, aku masih belum melupakannya. Boneka kucing yang kurajut saat ini pun kubuat karena mengingat Arsen. Warnanya hitam dengan mata cokelat, seperti warna rambut dan matanya yang selalu kuperhatikan.

Kurasakan Ranran bergerak satu kali di dalam sana. Aku meletakkan boneka kucing rajut itu di atas perutku sambil tersenyum.

"Kau suka boneka ini, Nak?" tanyaku lembut sambil mengusap perutku. "Ia akan jadi milikmu saat kamu lahir."

Lagi, aku merasakan satu gerakan. Mungkin Ranran menyukai boneka yang kubuat. Bisa saja ia sudah tak sabar ingin bermain dengan boneka ini. Aku tersenyum lagi.

"Namanya Sen. Ia akan menemanimu bermain dan tidur," bisikku lembut.

Ranran tidak bergerak lagi. Aku memeluk boneka kucing yang besarnya tak lebih besar dari telapak tanganku. Udara masih dingin meski sudah memasuki awal musim semi. Mataku melirik ke luar jendela di kamarku. Punggungku bersandar di kepala ranjang. Usai menghabiskan waktuku dengan merajut, aku merasa mengantuk dan agak pegal.

Aku merebahkan tubuh di ranjang, masih memeluk boneka kucing yang kuberi nama Sen itu di dada. Hatiku kosong karena dipenuhi kerinduan yang tak tersalurkan. Andai aku masih bersama dengan Arsen, mungkin ia saat ini sedang memelukku, dan mengelus perutku yang membesar. Mungkin aku akan mencium aroma nilam bercampur cendana dari parfumnya yang kusukai. Dan juga, mungkin aku sedang menggenggam tangannya sambil tertidur.

Fault in LoveWhere stories live. Discover now